Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) intelegensi diartikan sebagai
"daya reaksi atau penyesuaian yang cepat dan tepat, baik secara fisik maupun mental, terhadap pengalaman baru, membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk dipakai apabila dihadapkan pada fakta atau kondisi baru" atau kecerdasan.
Â
      Intelegensi banyak diartikan oleh banyak orang dengan kemampuan otak, kepintaran,kecerdasan, kemampuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan. Intelegensi juga dapat  disebut dengan kemampuan dasar. Kemampuan dasar tentang apa ? Kemampuan dasar tentang pikiran dan otak atau biasa kita sebut dengan kecerdasan. Ketika digambarkan pada kehidupan nyata bahwa intelegensi ada pada anak yang berpotensi tinggi, pintar, selalu juara kelas, panutan kelas dan mendapatkan nilai yang sempurna dan  lain sebagainya.
      Gambaran intelegensi ini banyak dibahas pula oleh para ahli. Bahwasanya intelegensi memiliki definisi yang tidak akan terlepas dari kebodohan dan kepintaran. Dari buku yang saya baca menjelaskan bahwa para ahli ini juga tidak hanya membahas dari segi definisi saja,  karena definisi intelegensi sendiri memiliki batasan yang luas, mereka pun lebih memusatkanny pada masalah intelegensi daripada intelegensinya. Mengapa ? karena para ahli lebih beranggapan bahwa intelegensi merupakan status mental yang tidak memerlukan definisi melainkan perilaku definisi yang lebih perlu dipelajari dari ciri-ciri dan prilaku intelegensi. Ketika intelligent behavior atau perilaku intelegen akan mendefinisikan dengan sendirinya.
      Lalu bagaimana dapat mengartikan bahwa perilaku itu merupakan perilaku intelegen, sebagai orang tua atau calon orang tua kita tentunya menemukan pengalaman-pengalaman dari ruang yang ada disekeliling kita. Terutama dalam pertumbuhan anak usia dini, dengan sendirinya terkadang kita tidak merasakan bahwa kita sudah membanding-bandingkan mereka dengan anak yang lain. Perilaku ini juga rentan dan luput orang tua lakukan secara nyata didepan anak.
      Ciri-ciri ini pula tidak langsung secara luas disepakati, beberapa ciri-ciri intelegensi; kemampuan individu untuk memecahkan masalah secara cepat, kemampuan mengingat, berhitung, memiliki imajinasi yang luas, daya pikir yang kuat. Sebaliknya ketika memiliki daya pikir yang rendah, tidak cepat mengerti, prilaku yang lamban dianggap tiak memiliki kemampuan intelegensi. Tidak semuanya dapat dititik beratkan dengan intelegensi, ada gen yang dapat memepengaruhi. Utamanya orangtua, Orangtua yang mengetahui tentang bagaimana anaknya
      Melatih intelegensi anak sedini mungkin sangat berpengaruhi bagi kecerdasan sang anak. Mengapa bisa begitu?, pasalnya intelegnsi merupakan bawaan dari lahir yang merupakan kemampuan mental yang akan menyesuaikan dengan lingkungan, dapat memecahkan masalah secara cepat dan tepat. Tingkat kecerdasan otak dipengaruhi pula oleh keadaan otak pula dengan banyak faktor. Seperti, sifat genetik, lingkungan (fasilitas dan sosial -- ekonomi keluarga), motivasi serta status gizi. Kita ketahui diluaran sana banyak sekali tes-tes yang mengatasnamakan intelegensi. Tes yang ditawarkan bukan tanpa alas an, adaya tes intelegensi sendiri sudah menyebar dimasyarakat sudah lama, yang digunakan oleh orang tua untuk mengembangkan dan mengetahui seberapa jauh intelegensi yang anak punya. Tes hanya menjadi tolak ukur bukan berarti dengan tes  langsung menjastis anak sebagai anak yang pintar atau bahkan bodoh.Â
      "Orang tua yang memiliki intelegensi tingggi bukan berrati dapat menghasilkan anak berintelegensi tinggi"
Sebuah kutipan yang sedikit menggugah hati ketika membaca, yang membuat saya bangkit kembali. Bahwa semua tidak melulu tentang keturunan, yang bisa membuat mereka yang memiliki intelegens yang biasa saja atau bahkan rendah tidak termakan oleh opini bahwasaya 'buah tidak jauh jatuh dari pohonnya'. Selagi hal tersebut dapat diperbaiki dan dioptimalkan dengan baik, lalu apayang tidak mungkin ?!
Ada faktor luar yang mendukung keterlibatan integensi apa yang akan didapatkan anak. Otak yang cerdas tidak membutuhkan banyak pemecahan masalah untuk menyelesaikannya, begitu sebaliknya. Menurut Dr. Bernard Devlin dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburg, AS. Memperkirakan faktor genetik yang dimiliki hanya 48% dalam membentuk intelegensi anak. Sisanya ada di faktor lingkungan, termasuk pula ketika dalam kandungan. Ada sebuah contoh yang digambarkan oleh seorang Doktor dari AS, bahwasanya ketika da keluarga kerajaan yang memegang gen elit keturunannya tidak pasti memegang itu, mungkin akan hanya pada ada di gen generasi kedua sampai ketiga. Bila ada kembali mungkin akan hadir pada gen ke delapan dan selanjutnya atau bahkan bisa saja akan hilang.