"Banyak jalan menuju Roma. Bila engkau gagal mencapai cita cita, coba lagi dan coba lagi."
Itulah sedikit penggalan lirik dari lagu milik bang Haji Oma Irama yang berjudul Banyak Jalan Menuju Roma.
Ya kita memang tidak boleh menyerah untuk mengejar dan memperjuangkan apa yang kita cita-citakan.
Jika cara sama tidak berhasil coba cari cara lain, jangan sampai kita terjebak pada  definisi "kegilaan" seperti kata Einstein.  Doi pernah mengatakan bahwa kegilaan ialah melakukan hal yang sama secara terus-menerus dan mengharapkan hasil yang berbeda.
Guna mencegah kegilaan dari kemacetan Jakarta, oleh karena itu kita harus tempuh berbagai cara untuk sampai ke tempat kerja dengan tepat waktu.
Hanya transjakarta lah seperti yang pernah saya tulis diartikel sebelumnya "Transjakarta, Moda Transportasi Terbaik Kebanggaaan Warga Jakarta" yang mampu bermanuver dengan demikian lincah.
Sebagai contoh ialah banyak jalan menuju Sudirman (Jalan Jendra Sudirman). Saya yang beralamat Kp. Makasar Jakarta Timur, bekerja di Sudirman Jakarta Selatan.
Sehari-hari, dari rumah saya berangkat membawa sepeda motor, kemudian memarkirkan sepedamotor tersebut di parkiran umum 24 di kawasan UKI, tepatnya sebelum lampu merah UKI arah Cawang Sutoyo.
Perjalan transjakarta saya dimulai dari Halte Busway Transjakarta Universitas Kristen Indonesia (UKI) menuju kantor saya dikawasan Sudirman dengan tujuan akhir Halte Busway Transjakarta Gelora Bung Karno (GBK).
Secara logika sederhana, berdasarkan rute Transjakarta, UKI-GBK hanya perlu satu kali naik bus yaitu bus Transjakarta koridor 9C jurusan Pinang Ranti --Bundaran Senayan. Namun, pada praktiknya koridor tersebut melewati jalur neraka (lebay dikit), jalur yang merupakan simpul kemacetan sebut saja MT. Haryono, Pancoran dan Gatot Subroto.