Berbagai permasalahan belakangan ini menempa bangsa, mulai dari permasalahan korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat penting negara, permasalahan tidak amanahnya para pemimpin bangsa, permasalahan hilangnya nilai-nilai kejujuran, hilangnya nilai-nilai moral, dan permasalahan para elit yang senantiasa tebar pesona melalui politik pencitraan yang seakan tidak ada habisnya. Permasalahan-permasalahan inilah yang senantiasa menghiasi layar kaca di rumah masyarakat dan di lembar-lembar koran yang ada di rumah-rumah setiap pagi.
Permasalahan di atas membuat jati diri bangsa Indonesia semakin memudar, dan mulai mengendurkan posisi tawar dan pandangan masyarakat Internasional mengenai negara Indonesia. Tak heran kalau kita jumpai di beberapa negara masyarakat Indonesia dipandang rendah dan remeh oleh bangsa-bangsa lain. Pandangan pesimis masyarakat luar mengenai bangsa Indonesia dengan segudang permasalahannya membuat bangsa ini kian merosot. Bisa jadi ini merupakan fase pencarian jati diri, atau bisa jadi ini sebuah cobaan besar bagi bangsa ini.
Pada masa-masa awal kemerdekaan bangsa, para bapak-bapak bangsa kemudian berusaha untuk menentukan apa yang akan melandasi bangsa Indonesia ini ke depannya. Melalui pemikiran amat panjang lahirlah terlebih dahulu Piagam Jakarta. Setelah lahirnya Piagam Jakarta, maka masuk ke fase Piagam Jakarta menjadi Pancasila. Dari fase Piagam Jakarta menuju Pancasila, ada sebuah kejanggalan terkait perubahan butir pertama pada Piagam Jakarta. Berdasarkan sejarah disebutkan bahwa poin pertama pada Piagam Jakarta terjadi pergantian dikarenakan adanya utusan dari timur yang meminta untuk dirubah. Hal ini tentunya menjadi sebuah tanda tanya, karena untuk menyusun Piagam Jakarta membutuhkan waktu bukan beberapa hari atau beberapa minggu tapi lebih dari satu bulan.
Dari Pancasila inilah kemudian ditetapkan sebagai dasar negara dan jati diri bangsa. Pancasila mewarnai peri kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Butir-butir yang tertuang dalam Pancasila merupakan nilai-nilai luhur yang mengikat bangsa Indonesia . Jika kita cermati hari ini, butir-butir pada Pancasila tinggallah butir semata. Mari kita mencoba melihat kembali butir per butir :
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Khidmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Jika kita lihat butir-butir di atas sungguh indah tertuang dalam sebuah lambang Garuda Indonesia. Mari kita lihat apa yang terjadi hari ini dan bagaimana relevansinya dengan Pancasila. Butir pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, jika merujuk pada sila pertama maka dijabarkan bahwa setiap rakyat Indonesia mempercayai dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Konsekuensi logis dari beriman dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah dalam bentuk ibadah dan sikap seorang yang beriman. Permasalahan yang muncul dari hari ini dan sangat kontras dengan sila pertama adalah masyarakat mulai berfikiran instan, yaitu harta atau uang sudah menjadi Tuhan. Banyak kasus pembunuhan terjadi karena masalah uang yang tidak seberapa.
Lanjut kepada sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Kata yang paling berat di sana adalah kata adil. Di negeri ini masih sering terjadi pembeda-bedaan pelayanan antara si kaya dan si miskin di tempat-tempat pelayanan publik, sebagai contoh pembuatan passport, layanan kesehatan, layanan pendidikan, dan pelayanan lainnya.
Sila Persatuan Indonesia. Sila ini mengharapkan kita menjadi bangsa yang satu tidak terpecah belah, tetapi di dalam realita, kita sudah terpecah menjadi sekian banyak golongan. Hal ini sangat terbukti dengan semakin banyaknya partai politik yang terkadang lebih mengedepankan kepentingan kelompok. Terdapat sekian banyak ormas, namun terkadang ormas yang satu dengan yang lain sering terlibat bentrok. Seringnya terjadi tawuran antar warga kampung atau supporter bola, menunjukkan bahwa bangsa ini masih jauh dari persatuan.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Khidmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Di sana menegaskan bahwa dalam pengambilan keputusan hendaknya mendahulukan sistem musyawarah. Namun sejauh mata memandang, akan sangat berat memakai sistem musyawarah untuk saat ini. kalau kita lihat di MPR atau DPR setiap wakil rakyat yang dipilih masih memakai nama baju partai masing-masing, dengan masih membawa baju partai masing-masing ini berarti bahwa akan sangat terikat dengan kepentingan dan kebijakan partai, dan akhirnya masyarakat umumlah yang dikorbankan. Agar ada solusi maka dibuatlah voting yang jelas-jelas akan memenangkan si mayoritas.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Untuk sila kelima ini kita sudah bisa menebak apa yang terjadi saat ini.
Saat ini negara kita memang terus mencoba mencari jati dirinya yang hilang, bagaikan seorang pemuda yang tengah mencari jati diri. Di kala mencari jati diri itulah terdapat banyak cobaan dan rintangan, dan di sanalah peran kita masyarakat untuk bersama-sama menyokong perubahan ke arah yang terus membaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H