Ekaspansi wilayah meruapakan strategi yang digunakan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam menyatukan kembali umat Islam agar mampu memperkuat kekuatan untuk melawan Pasukan Salib yang telah menguasai Yerusalem selama hampir dua abad lamannya.
Shalahuddin Al-Ayyubi selalu berjuang dari satu kota ke kota lain tanpa henti. Dikota Damaskus Shalahuddin Al-Ayyubi berjuang menyiarkan agama Islam dan kemudian berkembang menuju kota Himsh. Di sini berdatangan pasukan dari daerah-daerah sekitar untuk ikut berjuang bersama Shalahuddin Al-Ayyubi. Dengan begitu mulailah babak perjalanan panjang untuk memperluas wilayah kekuasaan Islam.Â
Pertempuran demi pertempuran terus berlanjut di bawah bendera Islam Shalahuddin Al-Ayyubi, ia mulai melakukan penaklukan daerah dari wilayah pesisir laut sebelah utara dan dapat menguasai Benteng Antarthus, Jabalah, Ladhiqiyah, Shahyun, dan Badriyah. Tidak semua wilayah dikuasai dengan cara peperangan, seperti kota Antiokhia. Shalahuddin Al-Ayyubi dapat menguasai daerah tersebut hanya dengan sebuah perundingan dengan orang-orang Nasrani Eropa. Keberhasilan memperluas wilayah Islam sebagimana di atas sangat menggembirakan umat Islam pada umumnya dan Shalahuddin Al-Ayyubi pada khususnya.
Pembebasan Yerusalem dengan Sikap Toleransi
Ketika memasuki kota Baitul Maqdis pada tahun 1099 M, Pasukan Salib berlaku buruk dan melecehkan tempat-tempat suci kaum Muslimin. Mereka juga membunuh banyak rakyat tak berdosa dan melakukan penyiksaan yang keji. Padahal, di sisi lain Shalahuddin Al-Ayyubi memuliakan tempat-tempat suci mereka dan menawarkan perdamaian kepada penduduk Baitul Maqdis dengan berkata: "Bait Al-Maqdis adalah rumah Allah. Dan saya datang bukan untuk mengotori kesucian kota ini dengan menumpahkan darah. Karena itu, hendaklah kalian menyerahkan kota ini padaku. Aku akan menjamin keamanan kalian dengan memberikan bagian tanah kepada kalian sesuai dengan kadar kekuatan kalian untuk mengolahnya."
Namun, Pasukan Salib menolak semua tawaran Shalahuddin Al-Ayyubi. Oleh karena itu, Shalahuddin Al-Ayyubi memerintahkan tentaranya untuk mengepung Baitul Maqdis dan membuat markas di atas gunung Zaitun. Selanjutnya, pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi mengunjungi kota itu dengan manjanik hingga dapat meruntuhkan tembok luarnya. Ketika orang-orang Eropa melihat Shalahuddin Al-Ayyubi sudah tidak dapat dibendung lagi, maka mereka mengutus Raja Baldwin pengganti Raja Richard untuk berunding dengan Shalahuddin Al-Ayyubi dan menyampaikan syarat-syarat mereka. Tetapi Shalahuddin Al-Ayyubi menolak tawaran tersebut. Setelah itu, masuklah Shalahuddin Al-Ayyubi ke kota tersebut dan memberikan keamanan kepada penduduknya. Selain itu, ia menunjukkan simpati serta sikap lembut kepada mereka. Ia juga memberikan kebebasan kepada orang-orang Kristen untuk menjalankan ibadah mereka, membebaskan panglima-panglima Perang Salib yang menjadi lawannya, serta memberikan mereka waktu empat puluh hari untuk pergi dari sana menuju Shaida.
Bersatunya Umat Muslim
Kemengan umat Islam terwujud atas karunia Allah dan kerja keras para pemimpin umat Islam dalam menyatukan umat Islam di atas akidah yang benar dengan tidak membeda-bedakan ras, suku, warna kulit, dan madzhab. Upaya konfrontasi dengan kekuatan Pasukan Salib sudah dimulai sejak era sultan-sultan Dinasti Saljuk. Lalu Imamuddin Zanki yang digelari Al-Wahdi At-Tahiri menetapkan prinsip kesatuan Islam dalam rangka melawan Pasukan Salib.
Prinsip kesatuan ini diteruskan dengan baik oleh putranya yaitu Nuruddin Mahmud Zanki yang kemudian di sempurnakan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi yang pada masa kepemimpinannya berhasil mengambil alaih Baitul Maqdis dari tangan Pasukan Salib. Prinsip yang dibuat oleh Imaduddin Zanki adalah orang-orang Islam merupakan saudara yang penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dan inilah yang menjadi kunci utama kemenangan dari Shalahuddin untuk memimpin umat Islam dalam merebut kembali Baitul Maqdis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H