Di akhir percakapan itu, si X meminta agar saya mengirimkan voucher pulsa untuk petugas pelabuhan. Si X beralasan tempat pembelian pulsa di pelabuhan sangat jauh. Pemberian pulsa kepada petugas dengan maksud untuk memperlancar pembelian, kata si X. Saya diperintah agar segera membelikan voucher tersebut dengan nilai Rp.500.000,- jadi satu voucher yang Rp.100.000,- dikalikan lima orang petugas pelabuhan. Karena saya menganggap si X sahabat lama, maka dengan cepat saya menuju kios penjualan pulsa. Saya langsung tanya ke penjaga kios, “ada voucher seratus ribuan..?”, ada jawab penjaga kios, “minta lima voucher ya..”.
Entah mengapa pada saat penjaga sedang mencari-cari voucher yang saya pesan, ada keinginan hati untuk menghubungi adik si X yang saya anggap Dani itu. Saya menanyakan ke adiknya tentang keberadaan Dani saat ini. Adiknya menjawab baru beberapa saat tadi dia bertemu di depan rumahnya. Saya mulai sedikit merasakan hal yang aneh, lalu saya tanyakan lagi “Dani sering main di pelabuhan ya..?”, adiknya menjawab gak pernah, apalagi main barang=barangt elektronik. Wahh…. saya langsung cancel pembelian voucher, dan saya telephon orang tersebut…
X: Ya hallo.. bagaimana, sudah dikirim nomor vouchernya..?
Y: Penipu loe ya… (suara membentak)
Si X langsung mematikan HP-nya, saya coba hubungi lagi, namun sudah tidak bisa tersambung. Untung saja saya menghubungi adik sahabat saya itu, kalau gak, mungkin saya akan jadi korban penipuan yang ke seribu kali dari si penipu.
Modus si penipu pasti selalu begitu, selalu mengatakan sombong… sudah sukses lupa, si penipu sengaja terus memancing kita agar mengatakan nama seseorang. Kalau kita sudah menyebut nama seseorang, si penipu langsung mengatakan “iya ini saya..”. lalu berkembanglah pembicaraaan.
Dari sekian banyak nama teman, ada kemungkinan besar suara si penipu akan sama persis dengan salah satu teman atau sahabat kita. Pada saat kita ingat dengan suara itu dengan spontan pula kita juga akan menyebutkan nama itu kepada si penipu. Bergembiralah si penipu karena bisa melanjutkan modusnya.
Sekitar tujuh bulan kemudian ada penelphon yang isi pembicaraan sama namun dengan nomor ponsel yang berbeda. Orangnya juga berbeda, karena suaranya tidak sama seperti suara orang yang sok kenal yang pernah saya alami. Sombong dan sudah sukses selalu menjadi bagian dari isi pembicaraan. Karena pengalaman yang sudah didapat, akhirnya saya santai menjawab pertanyaan dari si penipu. Loe udin (saya ngarang nama),” iya dong… sombong banget loe mentang-mentang udah bla,,,bla..bla”.. jawab si penipu. Dan benar dugaan saya ujung-ujungnya bisnis barang-barang elektronik. Saya bumbui sedikit percakapan di telephon agar tampak lebih bersahabat.
Saya : Emak loe yang sakit dah sembuh Din..? (ngarang)
Penipu : Sudah Alhamdulillah…
Saya : Baguslah, ehhh… adik loe yang diperkosa dimana sekarang..?