Mohon tunggu...
Kang Paijo
Kang Paijo Mohon Tunggu... -

Senang menyimak dan bebas mengekspresikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyambut lailatul qadr; (bag. 2) seribu bulan; Sejatinya Usia Manusia

3 Agustus 2013   21:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:39 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Seribu bulan jika kita padatkan dalam nilai tahun maka menjadi 83 tahun 4 bulan atau jika dibulatkan menjadi 84 tahun. Ini berarti sama dengan rata-rata usia kehidupan manusia, meskipun bisa kurang atau lebih. Sepanjang 84 tahun usia manusia, ada yang menjalaninya dengan kebaikan dan ada yang terjerumus dalam jurang keburukan. Tentu sangat rugi jika seluruh usianya hanya untuk keburukan apalagi tidak mendapat khusnul khotimah (akhir hayat yang baik). Masih mending jika sepanjang hidupnya selalu berbuat buruk tetapi mendapat kesempatan bertobat diakhir hayatnya atau memperoleh khusnul khotimah.

BAGI SETIAP MANUSIA;

Seharusnya Memperoleh Lailatul Qadr

Jika menilik dari hal ini, mungkinkah bahwa sebenarnya Lailatul Qadr yang sejati adalah sebuah kesempatan dimana kita mendapat hidayah untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik (menemukan tujuan hidup) dalam kehidupan kita yang seribu bulan (84th) itu? Dan orang yang tidak mendapat Lailatul Qadr adalah mereka yang sepanjang hidupnya hingga akhir hayat tidak pernah sekalipun mendapat hidayah? Sehingga nyatalah bahwa satu malam (Lailatul Qadr) itu lebih baik dari seribu bulan (84th) kehidupan kita, rupanya sia-sialah hidup kita yang selama seribu bulan (84th) itu tidak mendapat hidayah atau menemukan tujuan hidup yang sejati. Jadi Lailatul Qadr mungkin bisa kita temukan tidak hanya di bulan Ramadhan atau sepuluh hari terakhirnya, tetapi sepanjang hidup kita dimana kita mendapat hidayah, itulah Lailatul Qadr kita. Hanya saja jika kesempatan mendapat Lailatul Qadr dibulan Ramadhan tentunya menjadi lebih istimewa, karena memang saat inilah Lailatul Qadr biasanya turun pada umat Nya. Lebih utama sebagai hamba Allah SWT, manakala mendapat Lailatul Qadr adalah bagaimana kita bisa mengejawantahkannya dalam kehidupan dan mempertahankannya hingga akhir hayat. Bukti bahwa kita melalui Ramadhan dengan kesuksesan adalah ketika bulan ini telah lewat, amal ibadah yang pernah kita lakukan masih terus terjaga dan senatiasa kita amalkan bahkan semakin meningkat. Yang sebelumnya tidak pernah shalat menjadi dawam (rutin), yang sebelumnya tidak pernah tahajud bisa bangun malam untuk tahajud, puasapun masih dilaksanakan misalnya dengan puasa senin dan kamis, selalu ingat orang susah dengan sedekah karena kita sudah merasakan bagaimana beratnya orang lapar, yang dulunya suka berbuat zinah tidak lagi mendekatinya karena sudah diajarkan bagaimana  mengendalikan hawa nafsu dan tidak ada lagi koruptor di negara kita (wah ini yang paling sulit kayaknya hehe..).

Semoga disepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan tahun ini kita semua bisa mendapatkan Lailatul Qadr. Fajar kemengan segera menyingsing menyambut kehidupan baru yang lebih baik, laksana ulat yang menjijikkan berubah menjadi kupu-kupu yang indah setelah melaluinya dengan bertapa menjadi kepompong. Aamiin

Dibaca ketika mendapatkanLailatu Qadr:

(Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku)

Baca juga Makna Lailatul Qadr

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun