Di sudut kota Jakarta yang semakin modern, di antara gedung-gedung tinggi dan jalan-jalan bising, hadir seorang pahlawan tak dikenal pria dengan usia 70 yang memegang tali penghubung antara masa lalu dan masa depan.
Itulah Enan Johansyah, Pemimpin Kesenian Lenong Betawi Cahaya Muda, salah satu kelompok seniman yang berjuang untuk melestarikan lenong betawi dari kepunahan.
Lenong berkembang di kalangan masyarakat betawi di Jakarta pada abad ke-19. Awalnya, lenong merupakan bagian dari hiburan rakyat yang dipentaskan dalam acara-acara hajatan seperti pernikahan dan sunatan. Pertunjukan lenong biasanya dilakukan pada malam hari dan berlangsung hingga larut malam, bahkan pagi hari. Para pemain lenong, dengan kostum khas dan dialog yang mengocok perut, menghibur penonton dengan cerita-cerita lucu dan kritik sosial yang tajam.
Enan merupakan seorang seniman teater tradisional betawi yang mendedikasikan hidupnya untuk melestarikan lenong. Lenong, seni teater yang sarat dengan humor dan kritik sosial, kini seakan menjadi tamu di kota asalnya sendiri.
Seni Lenong Betawi Cahaya Muda merupakan lembaga yang telah lama berdiri dengan berbagai pemimpin berbeda generasi. Seni Lenong Betawi Cahaya Muda bermarkas di Kampung Cengklong, desa yang berada di Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten. Markas Seni Lenong Betawi Cahaya Muda yang menjadi tempat bertemu, latihan serta tempat penyimpanan alat musik gambang kromong. Enan Johansyah telah memegang dan merawat alat musik gambang kromong pengantar pertunjukkan lenong betawi selama 40 tahun lamanya. Alat musik gambang kromong yang dirawatnya antara lain Tehyan, Gambang, Kromong, Gong, Kecrek, Klenong, Kendang, Kempul, dan lainnya. Enan Johansyah lahir dan besar di tengah lingkungan seni. Meskipun tidak tamat SMP, sejak muda, Enan telah terpikat oleh pesona lenong. Enan belajar bermain lenong dari para sesepuh dan mengasah bakatnya di panggung-panggung kecil.
Enan telah memutuskan untuk mengabdikan hidupnya pada seni lenong. Bersama dengan beberapa teman sejawat, dia melanjutkan kepemimpinan kesenian tradisional Lenong Cahaya Muda. Kelompok ini berusaha memperkenalkan lenong kepada generasi muda dan menggelar pertunjukan di berbagai tempat.
Secercah harapan muncul dalam hati kecil kepada pemerintah ketika Enan mulai berbicara di berbagai seminar dan acara budaya, memperjuangkan pentingnya melestarikan seni lenong sebagai bagian dari warisan budaya betawi. Enan memiliki harapan untuk diundang dan dipromosikan secara umum dan khusus oleh pemerintah maupun pihak swasta sehingga warisan budaya betawi ini dapat terus berkembang dan tidak sirna tergerus zaman. Kenyataannya, sampai sekarang pemerintah maupun pihak swasta seakan enggan memberikan fasilitas baik berupa dukungan finansial ataupun pengenalan sosial kepada ranah yang lebih luas. Kini seni lenong betawi kian terpinggirkan karena adanya modernisasi gaya hidup masyarakat yang makin sibuk dan cenderung menyukai hiburan digital, seperti televisi, internet, dan media sosial. "Sangat disayangkan seni semakin asing" ujar Enan saat diwawancara, Sabtu (8/6).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H