Kisah memoratium penghentian sementara pemberian remisi untuk koruptor dan teroris rupanya berbuntut panjang hingga Metrotv semalam perlu mengundang Yusril dan Denny untuk berdiskusi dan mengklarifikasinya. Satu sisi Yusril mempertanyakan legalitas memoratium yang disampaikan tanpa ketetapan dan payung hukum, di sisi lain Denny menyampaikan bahwa kebijakan menteri hanyalah usaha pengetatan lebih jauh berdasarkan ketetapan yang sudah ada sebelumnya.
Sebagai orang awam saya tidak tertarik untuk mengingat referensi yang mereka gunakan dan perdebatkan. Namun inti dari diskusi itu justru yang membuat saya setuju, bahwa kebijakan itu memang baik sebagai respon atas keadilan yang dipertanyakan oleh masyarakat, sementara dalam sebuah negara supremasi hukum setiap kebijakan pemerintah tentulah harus didasarkan pada hukum yang berlaku, sebagaimana yang ditekankan Yusril. Karena jika tidak, negeri ini bukan lagi sebagai negara hukum tetapi malah menjadi negara kekuasaan (Yusril).
Yusril pun dengan nada menekan mempertanyakan bagaimana dengan koruptor atau teroris yang telah menerima remisi dan sekarang tengah berasimilasi di tengah-tengah masyarakat? atau mereka yang telah menerima remisi dan hanya dalam beberapa waktu ke depan telah siap untuk dibebaskan? Suhu perdebatan terasa memanas hingga saya sendiri terpaku mendengarkan adu argumentasi yang mulai terkesan mengarah pada usaha membela kepentingan masing-masing.
Akhirnya, Denny pun mengatakan bahwa tentu saja kebijakan itu tidak berlaku mundur, tetapi berlaku ke depan mulai tanggal 30 Oktober 2011. Usaha Yusril menentang kebijakan itu terkesan keras dan bertenaga hal itu terbersit dari kata-katanya yang menyebutkan: "Bagaimana kami bisa menuntut anda dan menteri dengan kebijakan ke pengadilan jika anda tidak mengeluarkan satu ketetapan pun, tidak ada bukti yang bisa kami bawa ke pengadilan. Jelas sikap anda dan menteri semata-mata hanya berlindung di balik kekuasaan!" begitu kira-kira yang saya tangkap.
Setelah ngotot-ngototan dalam suasana usaha keras pengendalian diri agar tekanan emosi tidak muncul dalam getaran suara masing-masing, pada bagian akhir diskusi itu Denny dengan lancang berkata: "Tentu saja Prof. Yusril ini bersikap keras dan menekan dan memperdebatkan kebijakan ini karena dia adalah tersangka korupsi...."
Yusril: "Wah.. ngawur saja kamu ini..., kamu bukan hakim kok bisa menghakimi saya seperti itu!" sela Yusril yang langsung meledak juga emosinya....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H