Jika anda belum pernah tahu bermain golf, maka sebaiknya jangan pernah tahu. Informasi ini hanya sekedar mengingatkan akan tidak perlunya anda mengetahui permainan golf. Percayalah Golf permainan yang tidak menarik!
Mungkin anda pernah melihat langsung di lapangan golf atau di televisi, seseorang yang sedang bermain golf, atau katakanlah seperti Tiger Wood, Erni Els dan sebagainya yang sedang dalam pertandingan US Open atau apalah...
Dimulai dari persiapan mereka, kemudian memukul bola..., berjalan.., kelihatan mikir-mikir, terkadang mulut mereka komat-kamit, mengayun-ayunkan tongkat pemukulnya perlahan.., memukul bola lagi.... Lalu setelah bola mereka dekat lubang, mereka sering berputar-putar mengelilingi lubang sambil membaca kemiringan green, lalu siap-siap.. dan kemudian men tap bola ke arah lubang..., ketika bola masuk, sering kali mereka histeris sambil mengepalkan tangan, atau terkadang dingin tanpa ekspresi, atau menggeleng-gelengkan kepala...., ada yang lebih ekstrim ketika bola tidak masuk malah memarahi dirinya sendiri.., aneh bukan? Selama di lapangan, tingkah mereka yang bermain golf hampir menyerupai tingkah orang yang mengalami gangguan mental. Apa tidak sebaiknya golf dilarang saja?
Akh, saya sebenarnya enggan melanjutkan tulisan ini, karena siapa yang perduli dengan permainan pukul bola ini. Coba pikirkan sekali lagi betapa membosankannya permainan ini, sebuah bola dengan lapisan keras hampir seukuran bola pingpong dengan berat 100 gram, dalam keadaan diam di atas rumput (terkadang dipermudah dengan menggunakan tonggak kecil (tee)) dipukul lurus saja ke depan. Siapa yang tidak bisa melakukan seperti itu? Lebih dari pada itu, tidak ada yang boleh mengganggu pada saat kita memukul? lha apa susahnya? jadi apa yang dinikmati dari permainan ini? tidak ada lawan, tidak ada kompetisi bukan?
Sekarang saya tambahkan lagi informasi yang akan membuat anda sakit perut untuk memulai belajar main golf ini. Ada beberapa lapangan golf favorit di Jabotabek ini, bermain di lapangan seperti ini, pada akhir minggu, sedikitnya anda perlu mengeluarkan uang Rp 1,900,000.- untuk green fee, golf cart, caddy tips, sarapan pagi dan makan siang. Wow mahal! Ini kita belum berbicara soal biaya untuk peralatan, latihan dan faktor penunjang lainnya. Nah, jika dalam sebulan anda bermain 4 kali saja, di tempat favorit seperti ini, minimal anda akan menghabiskan 10 juta rupiah (itu sebabnya juga mungkin, Sri Mulyani melarang staff nya bermain golf? ini mungkin dilihat dari sisi ketidakpatutan? he.. he.. maaf...).
Tunggu, katanya permainan ini tidak menarik, tetapi mengapa ada banyak orang mau mengeluarkan uang sebegitu banyak dalam sebulan...? pernyataan "tidak menarik" dengan "mengeluarkan uang banyak" merupakan korelasi yang janggal bukan?
Coba kita sederhanakan, bermain golf kan hanya permainan memukul bola di setiap 18 (bagian lapangan) hole yang berdeda, yang dalam beberapa pukulan kemudian, bola akan mendekati lubang setiap bagian lapangannya untuk dimasukkan. Sederhana bukan? yang anda perlu lakukan hanya memukul bola lurus ke depan, jatuh di atas rumput di tengah-tengah lapangan (fairway) kemudian setelah beberapa pukulan bola ada di green, terakhir masukkan bola ke lubang yang ada di green tersebut. Plak..plak..plak.. bersihkan tangan, selesai satu hole. Kemudian lanjutkan cara yang sama sampai dengan 18 hole, selesai permainan.
Sejarah golf dimulai dengan asal usul yang kurang jelas, namun berbagai kalangan umumnya setuju dengan teori olahraga golf berasal dari Skotlandia sekitar tahun 1100-an. Penggembala Skotlandia memukul-mukul batu kecil hingga masuk ke lubang sarang kelinci di tempat yang sekarang menjadi The Royal and Ancient Golf Club of St Andrews (lihat gambar di atas).
Padang golf tertua di dunia adalah lapangan golf bernama The Old Links di Musselburgh Racecourse. Lapangan golf yang berada di tepi laut disebut links karena berada di bukit-bukit berpasir yang menghubungkan daratan dan laut. Bukti tertulis menunjukkan golf dimainkan di Musselburgh Links pada tahun 1672, walaupun Ratu Mary dari Skotlandia dilaporkan sudah bermain golf di sana pada tahun 1567.
Di Indonesia, dapat kita temukan sebuah prototipe lapangan klasik 18 hole hasil rancangan para pendatang dari Inggris pada tahun 1872. Lapangan yang hingga kini masih beroperasi dan terawat baik di kawasan Rawamangun, Jakarta, itu sempat lama menyandang julukan sebagai ”Lapangan Inggris” dari masyarakat sekitar Jakarta, sebelum akhirnya memiliki nama resmi Jakarta Golf Club. Selanjutnya jumlah lapangan golf bertambah hampir di seluruh pelosok Indonesia dengan berkembangnya industri pencarian dan pengolahan minyak bumi yang dilakukan oleh Belanda. Sebagai contoh, hampir di setiap lapangan-lapangan minyak sekarang yang dikelola Pertamina, ada lapangan golf yang masih difungsikan (seperti di Prabumulih, Balikpapan, dsb) atau yang pernah jadi lapangan golf (seperti di Tarakan yang sekarang sudah berdiri bangunan perumahan). Petinggi-petinggi Belanda ini memanfaatkan waktu luang mereka di akhir minggu atau hari libur untuk bermain golf yang tidak jauh dari kompleks perumahan mereka tinggal.