Konflik dalam diri karena perbedaan pandangan atau prinsip prilaku, baik dengan orang terdekat maupun sekelompok orang lainnya, adakalanya hadir menguasai ruang kedamaian dalam rutinitas strategi pemahaman dan kegiatan seseorang. Konflik akan ada dalam ambang yang tidak terkendali selama status pembenaran diri dan mempersalahkan yang lain belum mencapai titik temunya. Semakin seseorang ingin mendorong atau memunculkan rasa pembenaran dirinya, semakin besar pula ruang kedamaiannya dikuasai. Jika konflik terus berlarut, seseorang dapat masuk pada kondisi depresi (kemuraman hati, kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan).
Di bagian awal, konflik umumnya disertai dengan ketegangan dan sifat emosional yang tinggi. Konflik meningkat menjadi pertentangan yang permanen ketika tidak ada titik temu bagi pendekatan kesepahaman pandangan. Pada situasi ini disebut kebuntuan. Hidup dalam kebuntuan yang berlarut-larut sama dengan menunda solusi yang permanen bagi konflik itu sendiri. Penundaan solusi permanen sebenarnya merupakan satu cara penyiasatan dalam penyelesaian konflik. Siasat itu intinya, memberikan waktu untuk membuka ruang kedamaian seseorang agar melanjutkan hidup dengan dan menyiasati konflik itu sampai kemudian menyadari secara utuh kebuntuan itu ketika ketegangan telah mereda. Dengan siasat ini, sebelum ketegangan mereda, untuk sementara ruang kedamaian masih bisa ditoleransi meski tidak seutuhnya kembali pada kondisi normal.
Penyelesaian konflik dengan satu titik temu kesamaan pemahaman dan pandangan tidak selalu terjadi. Penyelesaian permanen bagi konflik tanpa satu titik temu disebut ketidaksepahaman. Pada tingkat konflik tertentu akan memerlukan legalitas hukum.
Pribadi yang berlarut-larut menyiasati dan mempertahankan konflik, tanpa solusi permanen, perlahan dan pasti masuk kedalam kondisi psikologis yang depresi. Bila diteruskan kehidupan seperti ini, dan diacuhkan oleh lingkungan, atau tidak perduli dengan perhatian lingkungannya, akan dapat menggiring pribadi ini pada kondisi psikologis frustrasi. Kondisi frustasi yang akut dapat menuju kepada kondisi sakit jiwa.
Kerendahan hati dalam ketulusan memohon dan memaafkan, adalah kunci utama penyelesaian konflik. Kata maaf yang tulus memiliki daya magis untuk melunakkan hati yang keras, bahkan mampu menggetarkan jiwa, hingga sekuat apapun seseorang, tak akan mampu membendung tetesan air mata saat hanyut dalam kesadaran akan kekurangannya.
Bacaan lain:
http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/02/lagi-asyik-kepleset/
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/11/30/jangan-dimasukin-dulu/
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/01/sudah-mau-beraksi-eh-lawan-belum-siap/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H