"Anak ibu ini tidak ada masalah dalam menangkap pelajaran, dia mampu berpikir cepat, persoalannya dia hanya tidak fokus pada saat saya menjelaskan pelajaran di depan kelas. Sering saya perhatikan dia mempermainkan tempat pinsilnya, sementara  murid yang lain serius memperhatikan ke papan tulis. Terkadang saya baru tinggalkan sebentar kelas ini, dia sudah meninggalkan bangkunya yang di depan, menjahili temannya yang ada di seberang belakang.."
Itu sebagian kalimat yang sempat saya dengar yang diucapkan seorang Guru kepada seorang ibu pagi ini saat mengambil rapor putranya.
Tadinya saya sengaja ingin datang pagi-pagi untuk segera mengambilkan rapor putri saya, kemudian melanjutkan acara yang lain. Tetapi ketika saya tiba di sekolah itu, sudah ada empat orang tua murid yang mengantri. Karena itu saya harus menunggu sekitar satu jam dan sempat mendengarkan arahan dan wawancara guru kepada beberapa orang tua murid, termasuk saya.
Saya terkesan, karena pak guru ini mengenal satu persatu muridnya, baik melalui prestasi yang dicapai, budi pekerti, kesehatan serta potensi masing-masing anak didiknya. Saya tidak menyangka bahwa pendidikan kita sudah masuk ke era ini. Saya juga terkesan, karena meski hanya empat orang tua yang sempat saya intip dalam pengarahan dan wawancara itu, saya berani menyimpulkan bahwa orang tua murid sangat menaruh harapan kepada guru dan sekolah atas kelanjutan pendidikan dan masa depan anak.
Orang tua, Guru dan Sekolah memang seharusnya menjadi mitra yang saling mengisi dan menguatkan atas kebutuhan 'dukungan' bagi anak dalam mencapai keberhasilan baik di pendidikan dasar, lanjutan dan keseluruhannya. Seorang Guru membutuhkan masukan dari orang tua, ketika ia merasa masih berjalan di tempat dalam usaha meningkatkan atau membentuk anak didiknya sesuai lingkup tanggung-jawabnya sebagai wali kelas pada tingkat pendidikan tersebut.
Jalan di tempat berarti, ada link yang terputus, ada kemungkinan memerlukan pendekatan dengan metoda yang berbeda. Jiwa anak tentulah kompleks. Sebagian mungkin bisa dilakukan pendekatan dengan metoda umum yang sama, tetapi yang lain memerlukan pendekatan dengan metoda khusus karena berhubungan dengan masalah psikologis atau hal lainnya yang telah mempengaruihi atau menekan kreativitas anak. Karena itulah, di saat pembagian rapor seperti ini, seorang guru akan benar-benar memanfaatkan wawancara dan penjelasannya kepada orang tua murid. Khususnya bagi anak didik yang ia pastikan membutuhkan perhatiannya lebih dalam. Hasil wawancara dengan orang tua murid, akan digunakan oleh guru sebagai tambahan informasi yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan metoda pendekatannya.
Demikian juga orang tua perlu mendapat masukan atas apa yang ia tidak cakup dalam proses pendidikan anak di rumah. Atau bagaimana sebenarnya proses perkembangan anak di rumah yang belum di pahami guru di sekolah. Keterbukaan orang tua, serta sikap siap menyampaikan arahan guru kepada anak adalah peran penting untuk saling bahu-membahu memajukan pendidikan, kecerdasan, serta pembentukan sikap mental dan spiritual anak.
Sekolah adalah tempat dimana pendidikan dijalankan, fasiltas pendidikan, manajemen, serta aturan dan finansial merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan. Biaya sekolah yang standar bukan berarti tidak mampu merangkul kebutuhan minimum bagi peningkatan atau mutu pendidikan. Jika Guru, Orang Tua dan Sekolah ada dalam kesepahaman dalam kemajuan pendidikan dan moral Anak, maka semua itu menjadi ringan untuk dipikul bersama.
Apakah anda merasakan betapa indahnya nilai keterikatan ini? Saya yakinkan anda untuk tidak mengutus wakil anda untuk mengetahui evaluasi rapor anak anda, karena anda tentu tidak ingin kehilangan momen dimana suara anda sangat berarti bagi masa depan pendidikan dan sikap moral anak anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H