Terus terang kami jenuh menahan kesabaran. Bergelantungan di gerbong kereta, menggadai nyawa demi menghemat ribuan rupiah, yang kami pikir lebih berguna untuk pendidikan anak kami.
Pemerintah yang terhormat, kami rakyat, kami butuh angkutan umum murah yang tertib, supaya kami tidak berdesak-desakkan di atas gerbong kereta api.
Terus terang kami lelah dalam kemiskinan. Berdesak-desakan saling sikut merebut pekerjaan yang hanya berkembang di kota-kota besar.
Terus terang kami menangis dalam diam. Menghitung penghasilan kami, yang sering ada di bawah pendapatan minimum. Setiap hari kami berdoa agar mujizat terjadi pada apa yang kami miliki, nasi menjadi gurih, jengkol menjadi daging, dan air putih menjadi susu.
Pemerintah yang terhormat, kami ingin hidup tertib, kami ingin hukum ditegakkan secara konsisten, bukan panas-panas tahi ayam. Hukumlah jika kami melanggar peraturan, karena dengan ketegasan anda kami menjadi patuh. Namun anda sebagai pemerintah harus pula memperhatikan kami, memberikan sarana transportasi yang memadai yang terjangkau oleh penghasilan kami, berikanlah yang terbaik menurut standar apa kata dunia, supaya kami dapat memuji kebaikanmu Pemerintah.
Kami ada 32,7 juta sebagai rakyat kecil yang miskin, kami mungkin terlihat bodoh atau lebih sering mungkin tak terlihat oleh mu. Tapi kami dapat melihatmu dengan jelas, sekalipun kami sengaja menutup mata, dada kami bergetar, semakin lama semakin kuat, sehingga mengguncang tubuh kami, dan makin lama kami semakin banyak yang terguncang. Kami menghindar dari kecemburuan sosial, kami juga tidak menyukai anarkis, atau kerusuhan sosial, tapi kami bertanya, pemerintah.., perubahan apa yang sudah kamu lakukan. Bertahun-tahun, kami masih bergelantungan saja di gerbong kereta, kamu tidak berbuat apa-apa yang membawa pada perubahan yang berarti.
Kami rakyat kecil, kami juga takut mati, tetapi kami lebih takut lagi kalau keluarga kami mati semua, jika kami tidak punya makanan. Mungkin kamu juga sering melihat anak-anak kami di lampu merah, mereka mengemis, apa yang mereka makan memang tidak cukup. Mereka mencari tambahan, bahkan sampai lupa akan rumah, keluarga serta sekolahnya. Kami adalah bentuk keluarga yang tersingkir dari bentuk keluarga impian Indonesia. Sejujurnya, kami bahkan tidak pernah tahu mimpi itu seperti apa. Kehidupan kami bergumul dengan kemiskinan, ketika kami tidur, yang kami mimpikan adalah kehidupan kami sendiri.
Pemerintah, kami juga rakyatmu, kamu tidak bisa mengabaikan begitu saja. Sejak negeri ini berdiri, kamilah yang dijadikan sasaran tembak, dari waktu ke waktu dalam setiap kampanye, kemiskinan yang kami hadapi dipaparkan, diaduk sedemikian rupa dalam pidato-pidato tokoh politik, menjadi produk yang laku dijual bagi simpati konstituen. Tetapi setelah pemerintah satu beralih ke pemerintah berikutnya, kemiskinan kami tetap tidak berubah, yang ada kami tidak punya mimpi buruk lagi, karena semua mimpi kami sama buruknya dengan kenyataan yang kami jalani dari hari ke hari.
Pemerintah, kami rakyatmu, jangan alihkan pandanganmu karena kami miskin, atau karena kami penyanyi jalanan, atau karena kami mengemis, atau karena kami bergelantungan di gerbong kereta.
Kami juga bisa lelah, ketika kami pulang ke rumah, kami juga manusia yang ingin tidur nyenyak. Tetapi rumah kami tidak layak huni, kumuh dan jorok. Di sini jamban ada di atas kali, airnya bau terkadang pun dipakai untuk mencuci. Pemerintah, jangan palingkan wajahmu, lihat dengan seksama, datanglah dan lakukanlah perubahan sebagaimana janji-janji mu.