Mohon tunggu...
Bijogneo Bijogneo
Bijogneo Bijogneo Mohon Tunggu... profesional -

Menulis, membaca, mengomentari, dikomentari, ok-ok saja. http://bijogneo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komisi Tiga Si Macan Ompong

1 Februari 2011   21:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:59 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12965956601087485218

Indonesia kita memang unik. Ada banyak peristiwa unik yang membuat warna Indonesia melebihi pelangi. Kelebihan warna bukan menjadi lebih indah tapi justru membuat Indonesia tampak semakin gelap. Kemungkinan hanya terjadi di Indonesia dimana ada terdakwa korupsi 19 miliar rupiah yang dilantik di penjara sebagai pejabat Walikota. Kemungkinan juga hanya ada di Indonesia dimana 19 politisi dari beberapa partai yang masing-masing disogok 500 juta rupiah, semuanya lantas diseret ke penjara. Dipastikan hanya ada di Indonesia yang petinggi masing-masing agama berkomplot kemudian menuduh presidennya bohong. Satu lagi yang pasti juga hanya ada di Indonesia adalah ketua PSSI yang napi, tetap menjalankan tugas dari penjara, keluar penjara masih menjabat ketua PSSI, didemo turun pun tidak mempan, akhirnya diyakini kalau dia memiliki ilmu kebal (malu dan sebagainya).

Untuik warna-warna lain yang hanya terjadi di Indonesia, saya yakin anda pun mampu menyebutkannya. Mulai dari penghuni lapas yang bisa pelesiran, punya sel penjara yang seperti hotel, sampai dengan mafia pajak dan mafia hukum yang sangat membuat kita sendiri, apalagi para turis manca negara ikut berdecak kagum. Warna-warna ini menjadi semakin serampangan dengan ramainya intrik-intrik politik berupa tayangan realitas berbentuk konspirasi oleh kelompok-kelompok di jajaran legislatif, eksekutif dan penegak hukum.

Kata konspirasi memang sangat kental dengan perjalanan sejarah bangsa ini. Sejak jaman dulu sudah dikenal melalui kisah Ken Arok yang berkonspirasi dengan Empu Gandring untuk membunuh Tunggul Ametung. Di masa penjajahan Belanda pun demikian. Untuk menghajar satu kerajaan yang tidak mau tunduk, Belanda berkonspirasi dengan kerajaan lain untuk menghancurkannya. Jadi tidak heran jika pada tingkat tertentu pejabat teras memang  lihai dalam berkonspirasi. Menggelitik juga untuk dipertanyakan, apakah bentuk-bentuk konspirasi ini memang dipelajari juga di LEMHANAS saat mempersiapkan pejabat teras ini sebelum menjabat pucuk pimpinan pemerintahan.

Kisah Bibit-Chandra yang kasus hukumnya digantungkan, diduga banyak orang merupakan hasil konspirasi untuk melemahkan KPK. Lagi-lagi menjadi sebuah konspirasi di Komisi III, selain Demokrat, PKB dan PAN yang tidak masalah dengan kehadiran Bibit-Chandra, partai-partai lain seperti Golkar, Gerindra, PDIP dan sebagainya, menolak kehadiran mereka berdua dalam rapat dengar pendapat DPR dan KPK. Dengan alasan status hukum mereka yang belum jelas. Diduga ini merupakan sikap balas dendam atas 19 rekan mereka yang diseret ke penjara karena kasus kasus penyuapan.

Jika Busyro mengatakan ketua KPK ada 5 dan semuanya harus hadir saat rapat dengan DPR, sampai kapan Bibit-Chandra akan tetap diusir dan rapat terus ditunda? Kelakuan Komisi III ini kelakuan macan ompong yang toh akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa juga. Ingatlah baik-baik jika anda semua itu dibayar menggunakan uang dari pajak rakyat. Jadi bekerjalah dengan benar, arif dan bijaksana. Bersikap wajar-wajar sajalah, jangan mengada-ada, tidak usah over acting, jika tidak diperlukan. Sikap over acting itu semakin menambah warna saja, itu akan membuat semakin gelap wajah Indonesia.

Kalau rakyat bilang hanya KPK yang menjadi harapan untuk penegakkan hukum, ya kalian DPR harusnya sependapat dengan kemauan rakyat. Jangan seenaknya mau buat rel sendiri hanya karena solideritas dengan teman sejawat se partai yang terkait masalah hukum yang terbukti oleh KPK di penjarakan... Jika memang tidak murni niatnya untuk membela rakyat, sebaiknya yah turun atau mengundurkan diri saja kalian.

Kunjungi : Bijogneo Politik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun