Pada tanggal 25 November 2016 Presiden Joko Widodo hadir membuka secara resmi pameran Indonesian Franchise & SME Expo (IFSE) 2016. Dalam upacara pembukaan pameran yang dihadiri oleh delegasi dari 26 negara anggota World Franchise Council (WFC) dan Asia Pacific Franchise Confederation (APFC) itu Presiden menyampaikan pidato singkat yang mendapat apresiasi dari undangan yang hadir dan juga para delegasi yang datang dari luar negeri.
Kehadiran Presiden menjadi istimewa bagi masyarakat waralaba Indonesia, karena sejak waralaba mulai diterapkan di Indonesia lebih dari 25 tahun yang lalu, dan sejak pemerintah mulai membina praktek waralaba dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah pada tahun 1997, baru saat ini kegiatan waralaba di Indonesia dihadiri oleh Presiden.
Pidato yang sangat singkat, tidak lebih dari 10 menit itu padat dan menyentuh hal-hal esensial yang sangat penting bagi masyarakat waralaba Indonesia. Beberapa delegasi asosiasi waralaba asing memberi komentar bahwa Presiden Jokowi sangat memahami waralaba. Hal tersebut dinilai positif karena dapat membangkitkan citra positif terhadap waralaba Indonesia, yang pada ujungnya mereka akan memperhitungkan bisnis waralaba Indonesia dalam percaturan waralaba global.
Saya mencatat setidaknya ada 6 hal esensial dari pidato Presiden yang perlu menjadi perhatian dan harus ditindaklanjuti oleh masyarakat waralaba Indonesia. Berikut ulasan saya tentang 6 hal tersebut:
1. Waralaba cocok untuk Indonesia
Pada kalimat pembuka pidatonya, Presiden telah secara tegas menyatakan bahwa konsep waralaba sangat cocok untuk negara Indonesia. Dijelaskan bahwa masyarakat Indonesia sudah terbiasa memiliki bisnis sendiri dengan membuka warung, toko, restoran dan sebagainya. Apa yang dinyatakan Presiden ini sangat sesuai dengan prinsip penerapan waralaba yang memungkinkan seseorang dapat memiliki bisnis sendiri dari menggunakan brand dan sistem yang terbukti efektif, serta telah terbukti menguntungkan.
2. Waralaba adalah kekuatan ekonomi baru
Menurut Presiden, waralaba adalah kekuatan ekonomi baru, karena sebuah bisnis yang diwaralabakan dapat memperbanyak jumlah gerai secara cepat. Saat ini banyak waralaba yang memiliki gerai ratusan bahkan ribuan gerai, yang tentu dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Operasi bisnis tersebut dapat mendorong perputaran ekonomi yang besar, misalnya dari pasokan bahan baku. Dicontohkan dalam pidatonya, jaringan restoran waralaba dengan 180 gerai membutuhkan pasokan berton-ton alpukat setiap hari. Jaringan gerai waralaba yang tersebar ke seluruh pelosok tanah air juga akan membangkitkan volume perputaran ekonomi yang tersebar ke pelosok-pelosok juga.
3. Waralaba indikator tingkat kemajuan kota
Presiden menyatakan bahwa pada kalangan muda modern, muncul standar baru dalam mengukur tingkat kemajuan kota. Ketika di satu kota sudah ada gerai waralaba merek terkenal, maka “seolah-olah” kota tersebut menjadi kota berstandar internasional, padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Presiden mengharapkan supaya brand nasional Indonesia dapat memenuhi kota-kota di Indonesia yang akan meningkatkan citra kemajuan kota tersebut.
Yang terjadi di Indonesia dalam 15 tahun terakhir, masuknya waralaba ke kota-kota papan kedua di Indonesia juga mempengaruhi modernisasi bisnis-bisnis lokal yang sudah melegenda. Karena harus bersaing dengan brand-brand waralaba dari kota lain, bisnis-bisnis lokal tersebut akhirnya melakukan modernisasi juga. Hal ini menunjukkan bahwa waralaba memang efektif menjadi agen modernisasi bisnis, baik bagi bisnis yang diwaralabakan, maupun bisnis-bisnis lain yang terhubung dengan bisnis waralaba ataupun yang harus bersaing dengan bisnis waralaba.
4. Tidak hanya menguasai pasar domestik, waralaba juga harus menyerang keluar
Dalam dialog dengan salah satu pemenang Penghargaan Waralaba Indonesia (PWI), Coffee Toffee, Presiden menanyakan jumlah gerai yang ada di luar negeri. Pertanyaan itu dijawab bahwa Coffee Toffee masih fokus di pasar domestik. Disampaikan Presiden bahwa memang benar pasar domestik Indonesia sudah sangat besar. Tetapi walaupun demikian tetap tidak boleh lupa untuk menyerang keluar juga, harus ekspansi ke luar negeri. Kemudian Presiden memberikan tantangan bahwa tahun depan harus sudah memiliki cabang di luar negeri.
Memang benar hal tersebut. Waralaba juga banyak digunakan untuk mendatangkan devisa dengan ekspansi jaringan ke luar negeri. Waralaba memudahkan ekspansi ke luar negeri. Banyak kendala-kendala: legal, fiskal maupun teknis perdagangan antar negara dapat dilewati. Bahkan ketika ekspansi ke luar negeri tidak memungkinkan diikuti dengan transaksi barang dan jasa, devisa tetap bisa mengalir dalam bentuk royalti. Jaringan gerai di luar negeri juga membuka peluang ekspor barang dan tenaga kerja.
Yang paling strategis, ketiga sebuah bisnis sudah memiliki jaringan di luar negeri, daya saing bisnis tersebut di dalam negeri juga ikut terangkat, dapat bersaing dengan brand-brand global yang sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia.
5. Bisnis yang sukses harus dikembangkan secepat-cepatnya
Dalam pidatonya Presiden juga menyinggung beberapa brand kuliner yang saat ini sedang ramai-ramainya dibicarakan orang. Menurut Presiden, bisnis yang sudah diterima pasar tersebut seharusnya secepat-cepatnya mengembangkan jaringan gerai. Indonesia dengan 34 provinsi dan 516 kabupaten/kota merupakan potensi yang sangat besar untuk mengembangkan waralaba.
Apa yang disampaikan Presiden ini sangat sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai negara besar, baik dari sisi luas wilayah maupun jumlah penduduknya. Bisnis yang baik seharusnya dapat segera diakses dinikmati oleh seluruh warga Indonesia. Untuk itu perlu membuka jaringan outlet di berbagai wilayah Indonesia, dan untuk itulah waralaba adalah solusi yang tepat.
6. Waralaba memperkuat ekonomi kerakyatan
Menutup pidatonya, Presiden menyampaikan harapannya agar waralaba Indonesia dapat tumbuh semakin baik, karena pertumbuhan waralaba akan memperkuat ekonomi kerakyatan di Indonesia. Ini menjadi hal yang sangat penting, karena di dalam pandangan Presiden waralaba memiliki posisi istimewa dalam membangun ekonomi kerakyatan, di mana ekonomi kerakyatan merupakan salah satu visi Presiden dalam Nawa Cita.
Memang waralaba sangat dekat dengan ekonomi kerakyatan. Kenyataannya sistem waralaba telah terbukti mampu membuat bisnis UKM secara cepat berkembang menjadi besar, bersaing sejajar dengan bisnis yang sudah lama atau yang dibangun dengan kekuatan modal besar. Waralaba melibatkan banyak warga masyarakat, secara gotong-royong bersama-sama mengembangkan sebuah jaringan bisnis. Selain itu waralaba juga menjadi alternatif sangat baik untuk menggalang kekuatan modal masyarakat luas, sehingga menjadi sumber modal selain dari perbankan.
Itulah keenam hal esensial di atas yang saya catat dan saya pandang penting untuk diperhatikan dan ditindaklanjuti bukan hanya oleh para pelaku bisnis waralaba, tetapi juga seluruh stakeholder waralaba di Indonesia. Harapan saya perspektif Presiden RI tentang waralaba yang positif tersebut dapat menjadi semangat baru yang pemacu perkembangan sektor ini waralaba di Indonesia. Pada akhirnya Indonesia akan menjadi pemain waralaba tangguh, tidak hanya di pasar domestik, tetapi juga di kawasan regional Asia maupun secara global.
Bije Widjajanto