[caption id="" align="aligncenter" width="299" caption="Ilustrasi SBY dan PERPU. sumber photo: www.reformata.com"][/caption] PILKADA melalui DPRD telah merampas hak pilih rakyat atas pemimpinnya sendiri. Elite politik dengan seribu dalih telah melegalitas perampasan ini, dan membawa negara berjalan mundur dalam berdemokrasi. Tapi ini juga akibat kesalahan kita memilih wakil yang bisa dipercaya bukan memperdaya.
Sementara Presiden SBY, yang melalui mendagri mengajukan RUU PILKADA hingga disetujui DPR, malahberbalik arah dan berkata kecewa atas usulnya yang disetujui. Partai Demokrat yang dikomandoinya setali tiga uang, memilih Walk Out dan memuluskan pengesahan PILKADA oleh DPRD. Memilih PILKADA langsung, hanya jadi panggung yang menyakiti hati rakyat. Hak yang terhilang.
Kenyataan pahit atas harapan besar dibangunnya komunikasi antara presiden terpilih dan yang digantikan. Komunikasi basa basi yang tak memberi hasil apapun juga, kecuali balada kekecewaan. Tradisi baru transisi yang dibuat hanya mewariskan kecurigaan, tak tampak jiwa negarawan.
SBY sebagai presiden mengeluarkan PERPU sebagai pengganti UU yang diusulkannya. Kemarahan rakyat yang diluar dugaan adalah penyebab utama lahirnya PERPU. Ini bukan perjuangan, karena jalan peristiwanya jelas. Pertunjukan memasuki masa perpanjangan waktu saja.
Bagaimana jika PERPU diterima atau ditolak DPR. Siapa yang untung dan siapa yang buntung? Mari kita kalkulasikan. Jika ditolak DPR, maka SBY bisa berkata bahwa perjuangannya untuk rakyat telah dihadang DPR. SBY bersih dari permasalahan PILKADA oleh DPRD. Apakah presiden mengganggap rakyat bodoh, sehingga rakyat akan menerima semuanya dengan legawa. Hanya Tuhan dan tuan presiden yang tahu.
Bagaimana jika diterima? Pahlawan, itulah kata yang dinantikan. Ya, SBY akan jadi pahlawan pejuang PILKADA langsung, dan DPR dalam hal ini KMP adalah penjahatnya. Apakah KMP rela diposisikan seperti itu? Jawabannya tergantung negosiasi transaksi politik antar partai. Sementara rakyat tak masuk hitungan, kecuali kemarahannya yang mungkin diperhitungkan. Semoga rakyat menyadari modal yang dimilikinya agar diperhatikan oleh para elite.
Jadi sangat jelas, diterima atau ditolaknya PERPU tak menguntungkan rakyat. Jika diterima, rakyat juga tak untung, karena yang akan diterimanya adalah hak nya sendiri. Apalagi jika ditolak. Dalam hal ini nasib rakyat yang jadi permainan. Mahasiswa sebagai anak bangsa, anak rakyat, pasti cukup cerdas untuk berhitung dan menghindarkan diri dari godaan materi yang mungkin mengalir deras.
Sementara mafia, perampok kekayaan Indonesia, pasti kerja keras dan siap dengan dana tak terbatas. Peta politik akan jadi penentu masa depan mereka. Hanya mahasiswa dan seluruh rakyat Indonesia yang bisa membasminya. Rakyatlah yang paling berhak atas kekayaan negeri tercinta. Mafia telah mencuri apa yang bukan haknya.
Siapa untung? Jelas sekali. Termasuk mafia juga akan mengeduk untung besar jika target mereka terwujudkan. Siapa yang buntung, jelas rakyat Indonesia, yang telah memberikan kepercayaan kepada partai politik, namun kini tak lagi bisa dipercaya. Padahal era baru pemerintahan, baru saja dimulai. Gong belum berbunyi, semua sudah berlari, aturan dipermainkan, kekuasaan dan keuntungan menjadi tujuan. Hanya rakyat yang bisa memutuskan, mau kemana dibawa negara ini. Selamat terbangun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H