Mohon tunggu...
Bigman Sirait
Bigman Sirait Mohon Tunggu... -

Pengamat Sosial, Etika, & Kepemimpinan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ditemukan Siluman Anggaran

10 Maret 2015   15:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:51 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="459" caption="ilustrasi Siluman Anggaran, sumber foto reformata.com"][/caption]

Keributan antara DPRD DKI dengan Pemda DKI soal APBD masih terus bergulir. Rakyat dipaksa menjadi penonton, namun yang menjadi alasan adalah demi rakyat. Aneh tapi nyata, itulah gambarannya. Entah berapa lama keributan ini akan berlanjut, sementara logika penyelesaian masalahnya sangatlah sederhana. APBD yang diajukan oleh Pemda sudah semestinya detail dan terinci dalam bilangan satuan jumlah dan harga. Ini sudah jadi rumusan umum dalam hal pembuatan budget yang bisa dipertanggungjawabkan dimanapun, oleh siapapun. Itu sebab kebiasaan memasukkan anggaran tak terduga diwaktu lampau tak lagi punya tempat dalam anggaran biaya masa kini. Dan, jika ada anggaran belanja sudah pasti ada anggaran pendapatannya. Semua ini hanyalah soal angka yang tak memerlukan tafsir. Ini ilmu pasti bukan ilmu sosial. Begitulah sederhananya permasalahan anggaran.

Mengapa menjadi ribut? Karena masalah sudah bergeser ke soal isu adanya dana siluman. Ada dua kemungkinan disana. Siluman pertama; Anggaran ditambahkan sehingga membengkak dari anggaran yang diajukan. Tapi ini mudah dikenali. Siluman kedua; Anggaran tetap secara jumlah, tidak ada yang berubah. Namun dalam satuan jenis, anggaran bergeser. Contoh; anggaran untuk pembangunan sekolah sebesar 1M, ternyata telah dirubah menjadi 500 juta. Sementara yang 500 juta berubah menjadi anggaran pembelian UPS, yang sejatinya tidak diperlukan dan terbilang amat sangat mahal. Ini siluman yang lebih canggih. Namun tetap saja, karena soal angka, mudah meneliti dan menghitungnya. Yang mana yang terjadi? Tak jelas, karena tak pernah diperjelas secara terbuka.

Sementara hal sederhana ini yang semestinya mudah sekali diluruskan oleh Kementerian dalam negeri, ternyata tak tampak pelurusannya. Mediasi tak membandingkan anggaran versi DPRD dan Pemda, mana yang detail, terukur, dan jelas pertanggungjawabannya, sehingga tak mudah disilumankan. Persoalan bergeser keurusan pribadi, gaya kepemimpinan, padahal yang menjadi masalah inti adalah anggaran. Mana anggaran yang benar, tak kunjung tuntas, sebaliknya caci makilah yang terdengar sangat jelas. Rakyat mengurut dada, terasa penyesalan mendalam mengapa memilih mereka. Ini juga harus jadi pembelajaran politik agar rakyat tak mudah dirayu dengan janji kampanye. Kenali wakil yang anda rindukan, tak hanya intlektual, tapi moral dan mentalnya. Sekalipun dia saudara dekat, abaikan jika tak memenuhi syarat.

Mengapa penyelesaian sederhana ini jadi rumit? Namanya juga siluman yang bisa ada dimana-mana. Bisa oknum di DPRD, di Pemda, di Kemendagri, atau sindikasi diantara para oknum. Belum lagi oknum supplier yang tentu tak rela kehilangan peluang. Mereka bergerilya menambah kusutnya masalah sederhana. Operasi senyap, tak nampak tapi jelas ada. Siluman hanya takut pada kebenaran. Karena itu capailah penyelesaian efektif dengan gelar anggaran secara terbuka, suapaya rakyat tahu. Jangan ada yang bersembunyi dibalik undang-undang atau turunannya. UU dibuat untuk ditaati, bukan disiasati. Dan tujuannya murni untuk kepentingan rakyat. Siapa yang berani gelar anggaran? Rakyat menanti! Namun jangan terlalu berharap, karena kebenaran sangat tak disukai. Dalih akan dibangun oleh yang tak benar, adu mulut lebih keras ketimbang adu data.

Tapi lewat peristiwa ini rakyat semakin terlatih mengenali mana pemimpin sejati dan mana “pemimpin” siluman. Telah ditemukan “siluman”, mari telanjangi dengan kebenaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun