Mohon tunggu...
feddy thamrin
feddy thamrin Mohon Tunggu... -

pegaawai

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Secara Perlahan tetapi Pasti Reformasi Telah Mati di Direktorat Jenderal Pajak

5 Maret 2014   00:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Knp saya bilang reformasi telah atau pelan2 mati di djp.
Karena sebagai institusi pemerintah yg menghimpun penerimaan negara yg mrncapai 80% dari total penerimaan negara seharusnya djp mampu berubah.. tetapi kenyataannya tidak.. !!
Hanya sistem yg berubah tetapi orang2 nya tidak... karena target penerimaan negara yg di bebankan juga tidak pernah tercapai...!!
Sebagus apapun sistem yg dibuat.. apabila orang2 yg menjalankan sistem tersebut tdk berubah maka tetap saja sistem tersebut hanya sebagai simbol.. sebelum reformasi seluruh pegawai pajak di ikutkan diklat SAM.. seorang pimpinan pajak pernah ber kata di diklat tersebut agar paraKnp saya bilang reformasi telah atau pelan2 mati di djp.
Karena sebagai institusi pemerintah yg menghimpun penerimaan negara yg mrncapai 80% dari total penerimaan negara seharusnya djp mampu berubah.. tetapi kenyataannya tidak.. !!
Hanya sistem yg berubah tetapi orang2 nya tidak... karena target penerimaan negara yg di bebankan juga tidak pernah tercapai...!!
Sebagus apapun sistem yg dibuat.. apabila orang2 yg menjalankan sistem tersebut tdk berubah maka tetap saja sistem tersebut hanya sebagai simbol.. sebelum reformasi seluruh pegawai pajak di ikutkan diklat SAM.. seorang pimpinan pajak pernah ber kata di diklat tersebut agar para pegawai dapat menjadi agen2 perubahan. . Memang pegawai saja kah yg di tuntut menjadi agen perubahan.? Sementara pimpinannya tidak.?
Tidak adanya sanksi terhadap pimpinan apabila target tidak tercapai.. tetapi apa yg ada di djp skrg.. para pimpinan yg tidak tercapai penerimaannya dapat duduk tenang krn posisi nya aman.. blum lagi apabila ada pimpinan yg tidak bisa kerja.. bahkan mengoperasikan komputer pun tidak tahu.. inikah yg di namakan modernisasi..? Apa fungsinya direktorat KITSDA itu... yg ada cuma mencari kesalahan pegawai... bagaimana dgn fungsi sumber daya aparatur.? Bukannya fungsi itu yg meneliti pegawai yg tepat untuk suatu jabatan.. apa gunanya sistem kepegawaian di pajak (SIKKA).. gak ada gunanya sistem itu.. krn tetap semuanya berdasarkan sistem dikenal atau tidak..skrg di djp tidak ada lagi istilah the right man in the right place.. semua berdasarkan asas dikenal.. sehingga banyak org yg tidak bisa kerja yg seperti nya lagi trend di djp yg di promosikan... rasanya sebagai pegawai pajak. . Rugi sekali mencari penerimaan negara.. tapi uang tersebut hanya untuk membayar tunjangan yg besar untuk orang yg tidak bisa kerja..
Direktorat jenderal pajak membutuhkan orang seperti jokowi atau dahlan iskan... orang2 yg berani mencopot bawahan2 yg tidak bisa kerja..
Coba adakan lelang jabatan di direktorat jenderal pajak.. pasti banyak yg akan copot jabatannya.. krn banyak yg komputer saja tidak bisa..
Banyak pegawai muda yg bagus di djp..
Sangat di sayangkan apabila semangat mrk

hilang jika mendapat Atasan Yang tidak bisa kerja.. saya alami sendiri krn saya pernah mendapat atasan yg tidak mengerti komputer sama sekali.. bagaimana penerimaan mau tercapai kalo seorang atasan tidak bisa bekerja..
Motto kemenkeu yaitu sinergi... saat ini seakan tidak berlaku di djp.. pendapat saya .. sinergi itu artinya untuk semua pegawai.. baik itu pimpinan dgn bawahan ataupun sesama pimpinan atau bawahan.. tetapi apa yg terjadi di djp... Memang pimpinan-pimpinan di kantor pusat DJP adalah orang2 pintar yg lulusan luar negeri.. tetapi apakah mrk tahu kondisi di lapangan..? Coba pegawai kantor pusat DJP itu di lempar ke daerah shg mrk tau bagaimana kondisi di daerah.. Banyak koq kepala kantor yg lulusan luar negeri tapi gak bisa mencapai target penerimaan.. ingat.. sehebat apapun pimpinan.. tp apabila anggotanya tidak bekerja maka tidak akan bisa mencapai tujuan organisasi.. ataukah gedung kantor pusat DJP itu sudah terlalu tinggi sehingga tidak bisa lagi melihat kebawah.? Ingat INdonesia ini bukan cuma jakarta.. tetapi banyak daerah2 dgn karakteristik yg berbeda yg harus di hadapi pegawai pajak.. Harus ada sebuah revolusi di DJP.. apabila DJP ingin menjadi institusi yg berwibawa dan di segani sehingga para pegawai pajak tidak malu untuk mengakui bahwa dia bekerja di DJP apabila ada org yg bertanya anda bekerja dimana.jenderal pajak di media selalu mengatakan jumlah pegawai pajak kurang... tetapi beliau ini lupa. . Banyak pegawai yg mampu bekerja tetapi terlupakan krn tidak dikenal... pimpinan cuma memikirkan pencitraan..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun