Sungguh sangat menarik mencermati hasil Lembaga Survey akhir-akhir ini khususnya dalam PILKADA Jakarta ini. Silih berganti PASLON saling menyusul karena ada dalam jumlah besar pemilih yang menurut hasil survey tersebut belum menentukan sikap preferensinya dalam pilkada Jakarta ini. Yang lebih menarik lagi adalah besarnya pemilih yang belum menentukan sikap preferensinya adalah lebih besar prosentasinya dari suara yang diperoleh PASLON dalam survey tersebut.
Berkembanglah istilah - istilah yang berkaitan dengan tipikal populasi pemilih dalam Pilkada Jakarta. Ada istilah SWING VOTERS, SILENT VOTERS, UNDECIDED VOTERS, dan lain sebagainya. Â Dengan besarnya porsi pemilih yang belum menentukan sikap ini maka timbul pertanyaan apakah strategi kampanye dari PASLON itu telah efektif dalam menyampaikan pesannya kepada para pemilih Pilkada Jakarta ini.
Padahal sudah terlihat bagaimana strategi yang telah dilakukan dari mulai makan nasi uduk sebelum kampanye, menunjukkan kisah seorang Ibu yang memperoleh kredit dari bank lalu ada penggusuran sehingga kehilangan pasarnya, memperkenalkan program plus dan entah berapa plus lagi yang akan ditambahkan, lalu dengan saling melaporkan ke aparat penegak hukum, menjanjikan sejumlah uang untuk setiap RT dan RW kalau terpilih nanti, mengerahkan sejumlah massa untuk show of force untuk menunjukkan berapa jumlah pendukungnya dan lain sebagainya.
Di satu pihak PASLON Sang Petahana dalam Pilkada Jakarta dengan begitu mudahnya menunjukkan hasil karya dan prestasinya karena memang begitu banyak dan tersebar dimana-mana apa-apa yang telah dikerjakan. Mulai dari yang sekarang kali / sungai  bersih airnya sehingga bisa dipakai berenang dan bermain oleh anak-anak, taman-taman yang bersih nan asri yang nanti akan bertambah lagi di bekas lokalisasi Kalijodo yang tampaknya akan ada potensi kemacetan disekitarnya karena begitu nyamannya fasilitas taman yang dibangun, pasukan orange yang selalu standby untuk menjaga kebersihan di setiap pelosok sudut ibukota dan akan selalu siaga di tempat genangan air bila turun hujan sehingga bisa dihindarkan adanya genangan air yang akan menambah kemacetan, belum lagi suasana Kantor Kelurahan dan Kantor Kecamatan bak bagaikan Lobby Kantor Bank yang tidak kalah nyamanny, dan lain sebagainya dan lain sebagainya dan lain sebagainya....
Sedangkan untuk mahalnya harga sembako dan parahnya kemacetan di Jakarta kalau ada Paslon yang dengan mudahnya menawarkan program kerjanya untuk mengatasi masalah tersebut maka patut dipertanyakan kualitas dari hasil analisanya atau bahkan proses analisanya. Soal harga adalah soal penawaran dan permintaan yang akan membentuk harga atas satu komoditas tertentu. Karenanya jumlah penduduk Jakarta yang besar maka ini akan menghasilkan permintaan yang besar dan karena Jakarta tidak dapat menghasilkan komoditas tersebut maka Jakarta harus mendatangkan komoditas tersebut dari luar Jakarta. Maka ditawarkan untuk dibangun gudang-gudang untuk menyimpannya dan bahkan ada yang menawarkan untuk dibolehkannya membuka peternakan di wilayah Ibukota ini. Yang belum disampaikan adalah kalau ternyata komoditas itu sangat sedikit di produksi di Indonesia maka gudang-gudang itu akan dipenuhi dengan barang impor tentunya untuk menekan harga.
Untuk mengatasi kemacetan malah ada yang menawarkan untuk membatasi lalu lalangnya mobil yang berharga Rp 3 milyar keatas. Usulan ini mungkin didasari apabila nanti mobil mahal tersebut kesenggol atau tertabrak mobil lainnya maka pasti akan berhenti di tengah jalan karenanya hal ini makin memperparah kemacetan saja.. Logis juga usulannya ini. Tapi mungkin lupa bahwa untuk  mendorong pertumbuhan ekonomi Pemerintah itu masih mengandalkan sektor konsumsi termasuk sektor otomotip yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian. Jadi tidak heran kalau produsen mobil akan selalu memproduksi yang digolongkan mobil murah sehingga ada potensi untuk menambah kemacetan. Sedangkan Sang Petahana dengan gencarnya tanpa berkoar-koar membangun underpass atau flyover maupun simpang susun  perlintasan antar jalan yang ada.
Diantara tipikal pemilih yang harus mendapat perhatian adalah silent voters dan swing voters. Silent voters dapat didefinisikan adalah pemilih yang telah menentukan preferensi akan pilihannya dengan mantap dan tidak mungkin berubah sedangkan swing voters adalah pemilih yang sudah menentukan preferensinya tapi belum begitu mantap pilihannya sehingga bisa berpindah preferensi pilihannya. Untuk swing voters maka dengan strategi penyebaran informasi yang gencar maka diharapkan  bisa menetapkan pilihannya dengan mantap. Sedangkan untuk silent voters untuk menjaga pilihannya maka harus dilakukan usaha yang terus menerus dan berkesinambungan untuk menjelaskan hasil kerjanya maupun program kerjanya.
Untuk silent voters maka perlu dipertimbangkan strategi one on one meeting atau forum group diskusi atau semacam multi level markening untuk menyampaikan informasi lebih intens sehingga pilihan preferensinya makin mantap. Untuk itu perlu alamat yang jelas baik di dunia maya maupun di dunia nyata sehingga bisa dihubungi untuk melakukan perjanjian jadwalnya. Â Jadi wahai SILENT VOTERS...dimana kau berada, aku ingin jumpa !!!
Salam perubahan untuk peningkatan kesejahteraan yang lebih baik.......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H