Mohon tunggu...
zahwan zaki
zahwan zaki Mohon Tunggu... Administrasi - Alumni IAIN SAS Babel (Pendidikan) dan Alumni STIA-LAN Jakarta (Bisnis)

Hobi melakukan perjalanan ke tempat yang belum pernah ditempuh dan terus mencoba menggerakkan pena, menulis apa yang bisa ditulis, paling tidak untuk bisa dibaca segelintir orang.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Petani Karet: Sampai Kapan Derita Kami Berakhir?

14 Juni 2020   15:26 Diperbarui: 16 Juni 2020   04:41 1650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi Petani Karet/greenpeace

Hampir setiap bicara dengan Emak, tidak lupa saya tanyakan, “Hari ini emak ngeret karet dak (nyadap getah karet gak)? Terus, harge e berape mak? Emak pun menjawab, Alhamdulillah kalo agik sihat agik ade tenage, tetep ngeret karetlah, walaupon harge e murah”.

Karet Mata Pencaharian Penduduk Desa Kami

Setahu saya, sejak saya kecil dulu, sekarang umur saya sudah 38 tahun, mayoritas mata pencairan penduduk Desa Payabenua adalah petani karet / penyadap getah karet/ pekebun.

Termasuk orang tua saya, emak dan bapak belum pernah berhenti menyadap getah karet hingga sekarang. Dalam seminggu, paling liburnya hanya dua hari untuk kebun karet yang sama, beda lagi kalau petani karet memiliki banyak kebun karet, paling liburnya satu hari dalam seminggu, itu pun karena hari Jum’at. 

Bukan hanya di Desa kami, hampir seluruh Desa yang ada di Kecamatan Mendo Barat Kabupaten Bangka mata pencahariannya adalah petani karet. Untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari sangat mengandalkan dari hasil karet itulah, bayangkan saja kalau harga karet murah, betapa terdampaknya terhadap periuk nasi mereka. 

Foto: Emak Saya & Abang Gaza di Kebun Karet (Dok. pribadi)
Foto: Emak Saya & Abang Gaza di Kebun Karet (Dok. pribadi)

Saya juga dulu menyadap getah karet, jadi tahu betul bagaimana rasanya jadi petani karet. Kalau getah karetnya banyak, terus harganya mahal, girangnya bukan main. 

Tapi, kalau batang karet lagi musim becukur atau daunnya sedang meranggas, jangan harap getah karet akan banyak, itu pun syukur masih mau menetes, kalau sudah begitu ditambah harga karet murah, bertambahlah derita kami petani karet.

Harga Karet :

Entahlah, setahu saya harga karet tidak pernah bagus semenjak tujuh tahunan yang lalu. Saat ini harga per kilo gram karet di tingkat pengepul karet, dengan rentang harga 2.500 sd 5.000 rupiah per kilo gram. 

Untuk karet yang disadap dan dijual harian, harganya paling murah, cuma dihargai Rp.2.500 - Rp. 3.000 per kg. Beda dengan karet yang dijual setelah agak kering, bisa dihargai Rp.4.000 - Rp.5.000 per kg.

Butuh 3 kg sampai 4 kg karet untuk membeli satu kg beras. Harga karet saat ini jauh dari kata normal, jauh dari harga standar yang diinginkan oleh petani karet. Paling tidak harga karet itu 10.000 per kg, atau sama dengan 1 kg beras. Rata-rata dalam satu hari petani menghasilkan karet kurang lebih 10 kg, kalau harga jual 3.000 rupiah per kg, maka petani karet hanya menghasilkan 30.000 rupiah saja. Itu belum biaya tawas dan operasional lainnya. Memang benar-benar menderita para petani karet kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun