Literasi adalah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi "membaca, berbicara, menyimak dan menulis" dengan cara berbeda sesuai dengan tujuannya. Â Education Development Center menyatakan bahwa literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis. Â Namun lebih dari itu, literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Â Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.(disperpusip.tegalkab.go.id,2021). Â
Mengajar membaca, menulis dan berhitung atau biasa disebut Calistung, adalah kegiatan mencerdaskan anak-anak. Â Implikasi dalam pengajaran calistung sangat bermanfaat baik dalam pendidikan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak akan menikmati masa bermain dan belajar dengan baik dengan bimbingan guru atau orang tua. Â Hal tersebut sulit didapatkan oleh anak-anak yang ada di daerah khususnya di pedalaman Tanah Papua. Â Dengan kondisi alam dan budaya yang berbeda dari daerah lain di Indonesia, jumlah suku di Papua diperkirakan mencapai 255, yang masing-masing mempunyai bahasa dan kebudayaan sendiri. (https://www.kompas.com). Dalam kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan bahasa sukunya oleh sebab itu banyak orang tua tidak bisa berbahasa Indonesia. Orang tua tidak bisa mengajar anak membaca, menulis dan berhitung. Anak-anak Papua harus berusaha sendiri untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan. Â Akhirnya sering terjadi anak-anak usia sekolah dasar tidak mau masuk sekolah karena belum bisa membaca. Â Di sekolah ada guru yang mengajar anak-anak tersebut tetapi sesampainya di rumah tidak ada bantuan dari orang tua untuk kembali mengajar apa yang sudah diberikan guru di sekolah. Â
Kondisi lainnya adalah kerap terjadi disorganisasi keluarga. Â Anak-anak dibesarkan tanpa kasih sayang orang tua. Bapa/mama meninggalkan rumah, anak-anak hidup dengan kerabat atau mereka hidup di jalanan. Rokok, minuman keras, narkoba sangat akrab dengan kehidupan anak-anak di Papua. Â Bahkan sejak usia sekolah dasar anak-anak sudah mengenal barang-barang itu. Â Di tambah lagi dengan aibon, anak-anak menghirup bau yang memabukkan dari lem aibon.Â
Sementara negara ini ada di era 4.0 dan diperkirakan akan memasuki era society 5.0 pada tahun 2045, bagaimana kita melihat anak-anak Papua yang mengalami ketertinggalan dalam pendidikan? untuk calistung saja susah apalagi belajar komputer dan lainnya. Melihat kondisi ini saya tidak menyetujui adanya Ujian Nasional. Â Anak-anak lain bisa mendapatkan fasilitas belajar yang baik, pengajar yang handal, bagaimana dengan anak-anak di Papua? terlalu banyak kendala yang di alami anak-anak Papua dalam pendidikan. Â Kalaupun sekarang banyak anak-anak Papua yang pintar, itu memang tidak dapat dibantah. Â Kalau anak-anak Papua mendapatkan kesempatan yang besar dengan fasilitas belajar yang lengkap dan guru-guru yang kompeten di bidangnya, pasti semakin banyak anak-anak pintar dari Papua.Â
Anak-anak Papua, jangan pernah berhenti berharap, semangat dan kejarlah cita-citamu. Â Tuhan memberikan berkat-Nya sehingga kalian akan berdiri dengan tegak melihat hari depan yang penuh harapan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H