[caption id="attachment_186500" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Kompasiana (shutterstock)"][/caption] Menjadi bidan kadang berhadapan dengan pasien lebih lama dari dokter. Kesempatan ini tak jarang membuat bidan atau perawat terlibat dalam percakapan dengan pasien tentang "curhatan" mereka soal pemeriksaan dokter. Beberapa kali saya juga menemukan ada pasien yang sengaja periksa bukan hanya pada satu dokter, dia bahkan punya lebih dari dua dokter kandungan untuk periksakan kehamilannya. Baru minggu ini saja saya sudah bertemu empat pasien yang second opinion. Waduh pikir saya, pelayanan di dunia medis ini makin menarik saja, sebagian ada pasien yang punya dokter dobel tapi ada pula sebagian lain yang periksa ke bidan saja tidak mampu bahkan kadang periksa antenatal ( kehamilan) jadwal datangnya "bolong - bolong", untung sekarang ada jampersal, jadi mereka taat periksa hamil karena persalinannya ditanggung gratis. Ketika saya tanya ibu Farah, 25 tahun ( nama samaran). " Bu, untuk apa periksa kehamilan ke beberapa dokter kandungan, apa nggak malah bingung?" "Sttt...diam - diam lho sus..rahasia, ntar dokternya tersinggung, Soale aku takut pas lahiran tiba - tiba dokternya pergi terus aku yang nolongin siap? Kalau dititipin aku nggak kenal sama dokternya" Kasus lain ada yang begini: " Lho bu, periksanya kog sudah lengkap ada USG nya. Ibu sebelum ini periksa ke dokter mana?" " Oh ke dokter" H" bu bidan , tapi tempatnya rame banget. Antriannya panjang untuk periksa. Kadang aku mau tanya- tanya dah tegang duluan soalnya dokter buru - buru. Akhirnya sampai lupa mau tanya apa. Kata teman sih di sini dokternya mau jelasin, cuma alatnya kurang canggih nggak ada USG empat dimensinya, secara.., aku kan ya pingin share ke BB sama teman temanku tentang perkembangan si adek. Hmm kesimpulannya jadi saya cuma mau tanya - tanya aja, nggak apa kan sus? " Ada juga yang alasan sekedar mencoba saja. Sebut saja Mira ( 30 tahun) " Dokter kandungan saya baik, ramah dan sabar. Tapi kalau pas lahiran hanya bisa di rumah sakit " B" katanya harus caesar. Teman - teman saya di kelas ibu hamil cerita ada dokter yang lagi terkenal. Lalu saya iseng coba ke sana siapa tahu bisa normal, eh ternyata posisi anak saya tetap melintang jadi harus caesar. Ya cuma cari - cari pendapat lain saja bu bidan hehehehe" Yah seninya jadi bidan kalau sudah menghadapi pasien yang biasa " doctor shopping". Itu baru pasien yang periksa dari dokter ke dokter, ada juga dari bidan ke bidan, dari dokter ke bidan dan sebaliknya. Pernah dalam keadaan yang menyedihkan pasien periksa ke dua dokter dan satu bidan, lalu karena pekerjaanya wiraswasta menuntut sering perjalanan Malang - Surabaya , maka dia punya dokter di dua tempat dan karena bingungnya malah lupa kapan waktunya kontrol, terbalik - balik jadwal periksanya. Nah pada saat cukup bulan dia meremehkan pesanan untuk kontrol. Alasannya karena tiga hari yang lalu hasil rekaman NST normal ( rekaman detak jantung bayi ). Lalu apa yang terjadi, bayinya sampai lewat seminggu belum lahir dan dia lupa kontrol lagi, saat datang bayinya sudah meninggal di dalam kandungan. Second opinion memang hak pasien dan kadang ada juga yang sangat terbantu berkat second opinion, misalnya dinyatakan sakit tertentu tapi setelah periksa di dokter lain ditemukan diagnosa yang pasti. Bisa dimaklumi keinginan para pasien memang beragam, terutama bagi pasangan yang ingin hamil pasti juga usaha ke beberapa spesialis kandungan. Ada beberapa pasien yang merasa bersyukur dan beruntung telah menggunakan second opinionnya. Misalnya ternyata bukan menderita penyakit kanker, berhasil mendapatkan kehamilan, diagnosa yang sebelumnya kurang tepat atau bisa juga berkat second opinion akhirnya mendapat pengobatan yang lebih cepat dan bagus pelayanannya. Nah,yang terakhir ini memang menjadi "PR" tersendiri untuk tenaga medis. Namun demikian menggunakan pilihan second opinion ini sebaiknya harus dengan bijaksana. Memilih tenaga kesehatan baik dokter, bidan dan perawat adalah hak pasien untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakitnya. Sesuai dengan undang - undang kesehatan no 29 tahun 2004, salah satunya termasuk mencari pendapat lain tentang kesehatan dan kondisi tubuhnya. Beberapa hal yang sering muncul menjadi alasan adalah ketidak mengertian pasien atas penyakit atau keadaan kesehatannya, tenaga kesehatan yang kurang informatif, tidak bisa berdiskusi dengan dokternya, manajemen pelayanan kesehatan kurang profesional, tidak puas dengan terapi yang diberikan, keinginan yang kuat dari pasien untuk mendapat harapan lain atas keadaan penyakit yang diderita, kesalahan persepsi pasien atas penjelasan tentang penyakitnya. Sekalipun second opinion adalah hak pasien, namun ada beberapa saran berikut yang perlu menjadi pertimbangan. Misalnya dalam keadaan yang beresiko dengan keselamatan dan perlu tindakan segera, jangan melakukan penundaan untuk mencari second opinion. Misalnya ibu hamil dengan tekanan darah tinggi dan diduga keracunan kehamilan ( Preeklampsia berat) dan dianjurkan segera operasi, pasien hamil dengan kondisi bayi yang mengalami penurunan detak jantung akibat kehamilan lewat waktu, pasien yang masih bayi atau Balita yang membutuhkan pertolongan segera, misalnya panas tinggi, kejang demam. Lalu apa yang perlu diperhatikan masyarakat awam tentang second opinion ini?'
- Sebelum berobat atau periksa bisa mencari informasi dan terpercaya tentang pilihan tenaga pelayanan yang profesional dalam bidangnya , mencari informasi ini bisa melalui pengalaman beberapa teman, atau sumber terpercaya.
- Informasikan keadaan kesehatan dan semua yang perlu disampaikan pada dokter atau bidan, jangan ada yang dirahasiakan agar mendapat pengobatan dan pemeriksaan yang sesuai
- Pasien juga punya kewajiban taat pada pengobatan dan pesan untuk kontrol kembali. Kadang terjadi berobat sekali saja inginnya langsung sembuh, padahal berobat itu butuh proses.
- Lalu yang terakhir jangan lupa antara dokter dan dokter, bidan dan bidan mereka punya ikatan dan perkumpulan, jadi ada semacam etika profesinya mereka akan menginformasikan agar pasien kembali bila memang kasusnya perlu dilanjutkan pada dokter sebelumnya.
Memang akan lebih baik bila pasien atau keluarganya mencari referensi yang terpercaya sebelum periksa ( kecuali kondisi gawat darurat ) dan memilih tenaga kesehatan dengan bijak daripada berganti - ganti dan periksa ke banyak tempat. Semoga bermanfaat. Jagalah kesehatan sebelum sakit Salam hangat Bidan Romana Tari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H