Mohon tunggu...
Bidan Care / Romana Tari
Bidan Care / Romana Tari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bidan Romana Tari [bidancare] Sahabat bagi perempuan dan keluarga, saling memperkaya informasi kaum perempuan dibidang kesehatan dan pengalaman sehari - hari dalam hidup,\r\n\r\nMari hidup sehat dan kreatif dalam hidup bersama bidancare

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Harga Pangan Stabil, Gisi Rakyat Tercukupi Bukan Sekedar Basa Basi

16 Oktober 2011   00:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:54 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Hari Pangan Sedunia tahun 2011 ini mengangkat tema " Food Prices From Crisis To Stability " . Sebuah niat luhur yang sesuai dengan tema Internasional tersebut, maka di tingkat Nasional pada peringatan Hari Pangan ke 31 ini mengusung tema:  "Menjaga Stabilitas Harga  dan Akses Pangan Menuju Ketahanan Pangan Nasional ". Bila menelusur ke belakang sejak pertamakali tema hari pangan diluncurkan  tahun 1981 hingga  sekarang maka lebih banyak tema yang mengacu pada Ketahanan Pangan. Pertanyaannya mampukah Indonesia menjawab tantangan tersebut? Masih segar dalam ingatan saya ketika pada era Soeharto. Nyaris hampir setiap berita TVRI ada tayangan tentang panen raya dan keberhasilan mendongkrak usaha pertanian  lokal bahkan swasembada beras. Terlepas dari soal dibalik itu ada aksi " tipu - tipu " dengan drama KELOMPENCAPIR. Bahkan bagaimana saya sendiri yang kala itu masih kanak - kanak, terheran - heran dengan aksi para " pakde"petani yang sibuk mengangkut tanaman padi berbulir padat menguning untuk dipindahkan dalam satu lahan khusus. Dimana lahan itu menjadi tempat Almarhum ibu Tien Soeharto melakukan ani - ani atau memetik padi bersama Sang Presiden. lalu di Shoting berulang kali. Menggelikan memang bila ingat semua itu. Belum lagi bila melihat para petani dengan contekan  " hapalan " nya melaporkan bahwa hasil panennya berlimpah dan berpenghasilan meningkat berkat adanya pinjaman modal dari yang mulia bapak Presiden. Bagi yang tinggal di perkotaan tentu hal seperti ini tidak bisa menyaksikan secara langsung. Saya di besarkan didaerah Sumatera selatan, tepatnya di daerah Ogan Komering Ulu. Disana sumber penghasil beras yang lumayan sukses kala itu.Dengan sistem irigasinya yang luar biasa berupa bendungan air atau DAM yang dibuat sudah sejak jaman Jepang. Ada 30 bendungan ( BK ; Bendungan Komering yang berpusat di Perjaya sekarang ) . Semua itu masih ada hingga kini. Satu kenangan yang indah, sejauh mata memandang hanya tanaman padi saja yang tampak. Namun walau sarat dengan aksi tipu - tipu dibalik drama panen raya, saya masih lebih senang melihat tayangan tentang pertanian yang sukses di era orba, daripada menyaksikan reshuffle kabinet episode pertama, dua, tiga dan seterusnya. Kisah tentang panen raya di era Soeharto membuktikan bahwa Soeharto sungguh mempunyai kekuasaan untuk mengangkat pamornya sebagai seorang presiden . Ia mampu untuk membuat para petani bersibuk ria memberikan image positif bagi sang pemimpin negara. Walaupun akhirnya harimau mati  meninggalkan belang, begitu pula sang Presiden  mati  meninggalkan hutang. Kekuatan sebuah Negara tercermin dari kemampuan swasembada pangan yang mampu menghidupi kebutuhan rakyatnya. Seelok apapun pakaian kebesaran sang raja (baca : membangun citra diri ), apalah artinya bila rakyatnya masih ada yang kelaparan. Mengganti baju baru setiap ada yang robek bukanlah solusi yang baik. Bagaimana merawat baju baru dan belajar menyulam baju robek itu yang penting. Artinya bila  kegagalan   sang pemimpin  terus menerus ditutupi dengan berbagai isu baru, reshuffle kabinet, dan sebagainya ini justru menjadi musibah bagi rakyat. Maka jangan heran jika  berita rakyat kelaparan masih terus menghiasi koran - koran. Sebuah harapan , seharusnya  pemerintah dan rakyat  bersama - sama  menyingsingkan lengan memikirkan upaya swasembada pangan agar  dapat terwujud. Membaca rubrik berita nusantara di Kompas, kamis 1 September 2011. Menarik bagi saya " Kebijakan Beras Tidak Lagi Efektif. Disebutkan bahwa Bulog tetap mempertahankan pola lama untuk meredam laju kenaikan  harga. Bulog mengandalkan kualitas beras medium sebagai senjata stabilisasi harga. Akibatnya intervensi Bulog melalui pasar beras murah acapkali gagal. Kondisi ini salah satunya yang bisa  menjelaskan mengapa produksi beras surplus tetapi harga beras dipasar tetap naik ", Bila kita baca selengkapnya pada berita tersebut dapat dilihat bahwa selera masyarakat untuk mutu beras yang baik makin meningkat. Imbasnya tentu soal kenaikan harga beras yang menyulitkan sebagian rakyat yang tidak mampu. Maka tidak mengherankan bila masih mendengar ada berita kelaparan, gisi buruk dan sebagainya. Kemampuan ekonomi rakyat yang belum merata menimbulkan kesenjangan dibidang ketahanan pangan. Sulitnya lagi rakyat saat ini terbiasa makan nasi. Padahal seharusnya pemerintah bisa membantu dan memotifasi rakyatnya untuk meningkatkan produksi dan kualitas sumber bahan pangan lokal.Lebih giat lagi mempromosikan keanekaragaman sumber bahan makanan pokok selain beras. Misalnya singkong, jagung,sagu, umbi- umbian dan sebagainya. Selain itu juga perlu mendidik rakyatnya tentang bagaimana memenuhi kebutuhan makanan sehat bergisi seimbang dengan variasi bahan makanan lokal. Daripada uang negara digunakan untuk hal - hal yang mubazir. Akan  lebih baik untuk memberi contoh kepedulian pada sesama dengan solidaritas pangan. Menyelenggarakan pasar beras murah, mendukung modal usaha pertanian lokal non beras sebagai  sumber makanan pokok sehingga tidak perlu import beras  berkualitas dari  negara tetangga. Hal lain yang perlu dicermati di daerah - daerah pengembangan pertanian pangan semakin tergusur oleh tanaman industri ( misalnya  tanaman sawit dan karet ).Sehingga lahan yang produktif untuk tanaman pangan berubah menjadi tanaman industri. Di daerah pinggiran perkotaan yang merupakan lahan pertanian berubah menjadi gedung - gedung dan pemukiman. Hal ini juga berdampak terhadap peningkatan produksi pangan. Di sisi lain kesulitan  pupuk an organik  dan peningkatan tehnologi pertanian menjadi tantangan tersendiri bagi para petani. Jika ini semua dapat dibenahi, saya  tetap optimis  bahwa Harga Pangan Stabil , Gisi  Rakyat tercukupi Bukan Sekedar Basa Basi. Kita belum terlambat. Selamat HARI PANGAN SEDUNIA Bidan Romana Tari Gambar diunduh dari Google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun