Mohon tunggu...
Bica Aryheita
Bica Aryheita Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Seorang Introvert

1 Maret 2020   18:58 Diperbarui: 1 Maret 2020   19:05 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu aku kecil, mamaku bingung sih sama gerak gerikku. Nggak di sekolah, nggak dirumah, diem terus. Di TK pun temen-temenku, asyik banget main tapi yang kulakukan hanyalah diam.

Setiap di kelas, guruku selalu bertanya "Kamu nggak main? Ayo main sana dengan temanmu", Tapi yang kulakukan hanya diam saja dan melamun.

Di kelas aku selalu buat jengkel guruku sih. Kalau diajak main berkelompok aku selalu cemberut. Padahal bukan karena nggak suka tapi aku memang capek. Sehabis dari sekolahpun, biasanya aku langsung tidur atau bermain dengan temanku, namanya Aswin.

Aswin teman dari aku kecil. Dia suka banget tarik rambutku, bahkan katanya mama, aku pernah dijambak sampai rambutku ditangannya sudah satu kepalan tangan. Mama sampai marah ke aku karena aku tidak membela diri.

Teman yang paling nyaman dan tahu tentang kepribadianku cuman dia. Caranya yang unik selalu membuatku tertawa. Aku sempat berpikir "kenapa dia nggak satu sekolah sama aku."

Aku selalu melamun, suka menyendiri, dan takut untuk bertemu orang banyak. Sampai-sampai orang bilang aku "sombong".

Hampir semua evaluasi di rapotku berkata "jangan suka melamun dan coba untuk berinteraksi dengan teman sekelasmu". Aku hanya tersenyum kaku dan dalam hati berkata "bagiku ini susah". Bicara sama orang lain itu nggak gampang untukku. Memang sih, pikiranku berisik tapi susah untuk menggerakkan mulutku.

Di kelas biasanya aku paling suka duduk di bangku paling ujung belakang dekat dengan jendela. Aku paling suka mendengar suara burung yang berterbangan sambil berimajinasi.

Teman sekelas menganggap aku "freak", karena aku suka senyum sendiri di kelas. Aku hanya bisa tertawa mendengar itu. Padahal aku tersenyum karena sedang berimajinasi di kelas.

Aku suka menyendiri bukan karena aku "sombong" tapi aku lelah saat ditengah orang banyak. Tak peduli orang menganggapku apa, tapi inilah hidupku. Tak peduli orang menggapku "freak" karena itulah caraku untuk menikmati hari-hariku.

Setiap pulang sekolah yang kulakukan hanyalah bermain dengan kertas kosong dan pensil sambil duduk ditempat yang tenang. Taman dekat rumah adalah tempat favoritku untuk bermain.

Aku suka sih dengan kepribadianku, tapi semakin beranjaknya usia entah kenapa aku membencinya. Teman-teman semakin menjauhiku dan bahkan aku tidak punya cerita apapun.

Sedihnya, banyak teman yang membullyku. Mereka berpikir aku hanyalah patung di kelas yang susah untuk menggerakkan tubuh dan mulut. Aku hanya bisa menangis

Waktu aku duduk dibangku SMA, aku kira pikiran burukku akan terjadi. Aku berpikir susah untuk mendapatkan teman. Sehingga membuat Jantungku berdebar kencang saat awal masuk kelas.

Aku duduk sambil terbujur kaku di kelas dan hanya melihat keramian perkenalan. Semua anak saling berkenalan kecuali aku. Peengen sih berkenalan, tapi bingung gimana cara ngomongnya.

Suatu ketika ada anak yang mengajakku berkenalan.
"Hai, namamu siapa dan dari sekolah mana?"
Mataku tiba-tiba membuka lebar dan tersenyum. Dalam hati berkata "kamu kok ganteng sih". Pertanyaan yang dia katakan telah mengubah persepsiku. Mulutku sontak tersenyum lebar dan menggerakannya.

Dengan kepribadianku yang seperti ini membuatku malu dengannya. Aku takut nggak bisa ngomong apa-apa dan aku takut dia mengenal pribadiku yang sesungguhnya. Apalagi aku dengannya baru saja mengenal.

Aku mencoba untuk merubah diriku dengan menjadi pribadi yang lain. Mencoba untuk berada di tengah keramaian, mencoba untuk banyak berkomunikasi dengan orang lain dan mencoba untuk pergi ke tempat yang tidak pernah aku kunjungi. Perubahan itu aku lakukan supaya aku bisa mendekatinya.

Wajahku tidak bisa berhenti mengatakan jika aku menyukainya. Senyumnya yang manis, matanya yang indah dan otaknya yang cerdas membuatku tersipu malu. Aku terus mencoba untuk menyemangati diriku "Ayo, kamu pasti bisa berubah. Jangan hanya membungkam saja, katakan sesuatu padanya".

Pada jam istirahat tiba-tiba dia pergi ke bangkuku dan memberikanku surat . Dia langsung berlari kencang setelah menaruh surat itu di atas meja. Tanganku bergetar dan tidak sabar untuk membukanya. Surat itu bertuliskan

"nanti kita bertemu di cafe dekat sekolah"
Secara tidak langsung aku melompat-lompat kegirangan dan banyak teman di kelas yang bertanya "kenapa-kenapa, ada apa denganmu."

Temanku tiba-tiba datang dan ingin melihat surat itu, tapi aku langsung menyembunyikannya. Banyak yang bertanya tentang isi surat itu dan aku menjawab "sudah, jangan kepo" dan menjulurkan lidah. Setelah menerima surat aku pergi dengan teman-temanku ke kantin. Ternyata dia juga ada di sana, aku duduk dan kita sama-sama menatap. Aku mencoba untuk mengalihkannya dan berbincang dengan temanku. Waktu di kelas, nggak tau kenapa tiba-tiba kakiku bergetar terus, karena nggak sabar mendengar lonceng berbunyi.

Saat lonceng berbunyi dan aku berjalan ke cafe itu. Dalam perjalanan, aku mulai bingung. Aku bingung harus ngomong apa dan tiba-tiba aku merasa energiku terserap. Tiba-tiba aku menjadi lemas untuk berjalan dan tubuhku mengeluarkan keringat.

Setibanya di cafe, aku melambaikan tangan padanya dan say hi. Dia mulai mengajakku berbicara dan bertanya padaku. Pikiranku mulai berbisik lagi dan mulutku tidak mau berkata apapun. Aku mencoba untuk memotivasi diriku dan mengatakan dalam hati
"ayo, berbicaralah sesuatu. Jangan diam saja kamu!"

Aku sedih sekali, padahal itu moment yang pas supaya aku bisa mengenalnya. Padahal aku sudah menyiapkan banyak pertanyaan dan pembicaraan yang ingin aku ucapkan. Tapi aku kesal, kenapa bibirku hanya membungkam saja.

Dia pun mulai kesal dan bertanya
"kamu kenapa? Kamu sakit?"
"nggak, aku nggak sakit kok, hanya saja.."
"kenapa, kamu ada masalah?"
"Aku nggak papa kok, cuman aku nggak bisa lama-lama disini. Aku sudah dijemput mamaku di depan."
"oh, ok. Hati-hati ya, mau aku antarkan sampai depan?"
"nggak perlu kok. Makasih ya sudah mengajakku kesini dan bercerita."
"sama-sama, sampai jumpa besok"

Rasanya malu dan menyesal karena aku telah membohonginya. Nggak tahu kenapa tiba-tiba ketakutanku mulai muncul lagi. Mulutku seolah seperti terikat rantai dan susah untuk menggerakkannya.

Sampainya dirumah yang kulakukan hanyalah menangis dan merasa diri tidak berguna. Aku sangat malu dengan kepribadianku. Aku ingin sekali merubahnya dan membuangnya. Mengapa bisa semua usaha yang kulakukan sia-sia saja.

Keesokan harinya, bertekad untuk menjauhinya. Meskipun kata temanku dia menyukaiku namun aku berpikir jika aku nggak layak. Sampai akhir duduk dibangku SMA pun dia masih mengejarku.

Aku mencoba untuk melupakannya dengan pergi untuk study ke tempat yang jauh.  Jujur aku lelah dengan kepribadianku dan mencoba untuk menutupinya dari orang-orang. Aku berpura-pura untuk merasa nyaman ditengah keramaian, aku berpura-pura untuk membawa suasana keramaian dan aku berpura-pura menjadi orang yang fun di depan temanku. 

Setiap malam aku hanya berpesan pada Tuhan, supaya dia bisa melupakanku dan mendapatkan orang yang lebih baik dariku. Beberapa bulan kemudian aku mendengar kabar jika dia sudah memiliki pacar. Perasaan senang dan sedih bercampur aduk, aku yakin itu yang terbaik untuknya.

Selama 2 tahun berkuliah, lama-lama aku lelah. Aku capek kalau harus menyembunyikan segalanya. Tubuhku seperti berat untuk berjalan.

Pagi hari, di teras rumah, aku menemukan surat dan terdapat bunga mawar.
Surat itu bertuliskan "untuk orang yang aku sayangi sejak SMA".
Sontak aku berpikir "apakah ini darinya, tapi mana mungkin. Aku kan tidak memberitahukan alamat ini padanya"
Aku menggerakkan kepalaku ke kanan dan kiri, namun tidak aku tidak melihatnya.

Keesokan harinya aku menemukan box yang berisi surat dan foto waktu aku masih SMA. Aku langsung berlari dan mencari siapa pengirim box ini. Tapi aku tidak menemukan siapapun. Aku kembali kerumah dengan rasa menyesal dan melihat surat-surat.

Surat-surat itu bertuliskan hal yang sama, namun seperti biasa tidak ada nama pengirimnya. Selama satu minggu, surat dan foto ini terus berdatangan namun tetap tidak ada nama pengirimnya.

Akhirnya aku mencoba untuk begadang untuk memeriksa siapa yang mengirim box itu. Aku mencoba untuk menatap ke jendela dan menunggunya. Tiba-tiba ada suara

"klotak, klotak, klotak, klotak, klotak" suara hentakan kaki

Aku melihat jarak dekat, dia mengenakan jaket merah dan memakai masker diwajahnya. Seperti ada yang ditutupi dari orang itu. Dengan cepat aku membuka pintu, tiba-tiba dia lari begitu kencang. Tapi, aku tidak bisa mendapatkannya, aku sudah lelah karena dia berlari seperti singa.

Setelah kejadian itu, aku tidak mendapatkan surat lagi.
Pikiranku terus mengatakan "siapa yang mengirim surat ini. Apakah dia waktu SMA? Tapi mana mungkin, dia kan sudah punya pacar."

Setelah satu minggu terlewat sejak kejadian itu, aku mencoba untuk melupakannya. Saat bulan sudah menyinari langit, aku hendak pergi untuk membeli nasi goreng. Tiba-tiba ada bapak-bapak datang dan duduk disebelahku
"srek srek" bunyi kursi
bapak itu berkata "nak, bapak duduk disebelahmu ya?"
"silahkan pak" sambil tersenyum

Sambil menunggu nasi goreng dibuat, bapak itu tiba-tiba bercerita tentang masalahnya dirumah. Aku hanya diam dan mendengar sambil menikmati nasi gorengku. Selesainya bapak itu bercerita, dia menghampiri ibu penjual nasi goreng.
"berapa bu harga dua nasi goreng?"
"loh, bapak tadi kan hanya membeli satu porsi saja?" ibu itu bertanya dengan heran
"Nasi goreng yang dimakan kakak ini, biar saya yang bayar juga"

Aku kaget dengan perkataan bapak itu dan aku langsung mencegahnya
"tidak usah pak, terima kasih."
"tidak apa-apa, saya yang berterima kasih, karena kamu sudah mendengar cerita bapak yang panjang tadi. Terima kasih ya nak"
"sama-sama pak."

Dari kejadian ini aku mulai berpikir, nggak ada salahnya kalau aku introvert. Buktinya bapak yang tadi aja senang karena aku mau mendengar ceritanya tanpa menyela. Dulu memang aku ingin merubahnya tapi sekarang aku bangga dengan diriku.

Sinar matahari menyinari kamarku dan aku membuka jendela. Udara yang sejuk memasuki ruanganku. Saat aku melihat ke bawah, aku melihat box di teras rumahku. Aku langsung bergegas turun ke bawah.

Di dalam box aku menemukan bungkusan dan aku dengan cepat membukannya
"srek srek srek srek..." merobek kertas

Tiba-tiba aku menjadi patung saat melihat isi dari bungkusan itu. Ada gaun berwarna merah dan sepucuk surat yang bertuliskan
"besok jam 8 malam, temui aku di cafe luna dengan mengenakan gaun ini. Sampai jumpa besok. Salam dari pengagummu"

Bingung dan senang, semua bercampur aduk dalam pikiranku. Aku tidak sabar ingin mengetahui siapa yang mengirim surat ini. Keesokannya, saat gelap sudah menyelimuti, tepat pukul delapan malam aku sampai di cafe itu.

Tapi anehnya cafe itu tidak ada orang, hanya ada petunjuk tulisan yang mengarahkanku. Saat berjalan tiba-tiba aku mendengar lagu kesukaanku. Aku terus berjalan mengikuti suara lagu itu dan tiba-tiba aku meilhat lilin berbentuk hati.

"kletok kletok kletok" suara sepatu
Aku mencari dari mana suara sepatu itu. Tiba-tiba ada laptop yang menyala dan memutarkan sebuah film. Tapi, aku heran kenapa isi video ini tentang apa yang aku lakukan selama di SMA.

"kletok, kletok, kletok" suara sepatu itu tiba-tiba semakin mendekat dan sontak aku menoleh ke belakang.

"hah, kamu kan..." dengan wajah bingung
"kamu masih ingat aku kan?"
"ia, masih"
"aku tahu kamu menghindar dari aku, tapi pliss kali ini jangan. "

Dia tahu jika aku berbohong padanya saat itu. Semua hal yang aku lakukan untuk menghindarinya, dia pun mengetahuinya.
"aku mencintaimu apa adanya dan aku mau menerima segala kekuranganmu. Aku mohon jangan menghindar dari aku lagi. Aku menyukaimu"
Mendengar hal itu aku hanya bisa meneteskan air mata dan tersenyum dan aku menjawab
"ia, aku juga sudah lama menyukaimu"

Akhirnya kita berkomitmen untuk menjaga dan menerima kekurangan satu dengan yang lain. Aku bangga sekali dengan kegigihannya yang terus mencariku sampai kita bertemu sekarang. Dulu memang aku malu dengan kepribadianku, tapi aku berpikir untuk apa aku malu lebih baik aku mengembangkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun