Aku suka sih dengan kepribadianku, tapi semakin beranjaknya usia entah kenapa aku membencinya. Teman-teman semakin menjauhiku dan bahkan aku tidak punya cerita apapun.
Sedihnya, banyak teman yang membullyku. Mereka berpikir aku hanyalah patung di kelas yang susah untuk menggerakkan tubuh dan mulut. Aku hanya bisa menangis
Waktu aku duduk dibangku SMA, aku kira pikiran burukku akan terjadi. Aku berpikir susah untuk mendapatkan teman. Sehingga membuat Jantungku berdebar kencang saat awal masuk kelas.
Aku duduk sambil terbujur kaku di kelas dan hanya melihat keramian perkenalan. Semua anak saling berkenalan kecuali aku. Peengen sih berkenalan, tapi bingung gimana cara ngomongnya.
Suatu ketika ada anak yang mengajakku berkenalan.
"Hai, namamu siapa dan dari sekolah mana?"
Mataku tiba-tiba membuka lebar dan tersenyum. Dalam hati berkata "kamu kok ganteng sih". Pertanyaan yang dia katakan telah mengubah persepsiku. Mulutku sontak tersenyum lebar dan menggerakannya.
Dengan kepribadianku yang seperti ini membuatku malu dengannya. Aku takut nggak bisa ngomong apa-apa dan aku takut dia mengenal pribadiku yang sesungguhnya. Apalagi aku dengannya baru saja mengenal.
Aku mencoba untuk merubah diriku dengan menjadi pribadi yang lain. Mencoba untuk berada di tengah keramaian, mencoba untuk banyak berkomunikasi dengan orang lain dan mencoba untuk pergi ke tempat yang tidak pernah aku kunjungi. Perubahan itu aku lakukan supaya aku bisa mendekatinya.
Wajahku tidak bisa berhenti mengatakan jika aku menyukainya. Senyumnya yang manis, matanya yang indah dan otaknya yang cerdas membuatku tersipu malu. Aku terus mencoba untuk menyemangati diriku "Ayo, kamu pasti bisa berubah. Jangan hanya membungkam saja, katakan sesuatu padanya".
Pada jam istirahat tiba-tiba dia pergi ke bangkuku dan memberikanku surat . Dia langsung berlari kencang setelah menaruh surat itu di atas meja. Tanganku bergetar dan tidak sabar untuk membukanya. Surat itu bertuliskan
"nanti kita bertemu di cafe dekat sekolah"
Secara tidak langsung aku melompat-lompat kegirangan dan banyak teman di kelas yang bertanya "kenapa-kenapa, ada apa denganmu."
Temanku tiba-tiba datang dan ingin melihat surat itu, tapi aku langsung menyembunyikannya. Banyak yang bertanya tentang isi surat itu dan aku menjawab "sudah, jangan kepo" dan menjulurkan lidah. Setelah menerima surat aku pergi dengan teman-temanku ke kantin. Ternyata dia juga ada di sana, aku duduk dan kita sama-sama menatap. Aku mencoba untuk mengalihkannya dan berbincang dengan temanku. Waktu di kelas, nggak tau kenapa tiba-tiba kakiku bergetar terus, karena nggak sabar mendengar lonceng berbunyi.