Mohon tunggu...
Bibi Young
Bibi Young Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Penulis yang sibuk mengurus anak dan suami serta sesekali membersihkan rumah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meluruskan Kiblat Partai Ka'bah

9 Desember 2020   13:47 Diperbarui: 9 Desember 2020   14:00 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan umum tahun 2019 jadi titik nadir bagi Partai Persatuan Pembangunan. Bagaimana tidak, sepanjang sejarah partai selama 47 tahun, partai yang dua kali berganti logo tersebut baru kali ini hanya menempatkan 19 kadernya di Senayan. Capaian terakhir Partai Persatuan Pembangunan ini adalah warning besar bagi elit-elit PPP, di pusat maupun daerah, bahwa kiblat partai ini mesti kembali diluruskan setelah sekian lama bengkok karena lemahnya kepemimpinan. 

Gini aja deh, jangan jauh-jauh 47 tahun silam kita merunut sepak terjang PPP. Jika dihitung pasca reformasi, capaiannya tidak jauh menyedihkan. Dari 58 capaian kursi di DPR RI, kini hanya bisa meraih 19. Naif, sangat naif. 

Jika melihat sejarah partai tua di Indonesia, ada tiga yang langsung kita sebut. Golkar, PDIP dan PPP. Dari ketiga partai itu, hanya PPP yang bernasib tragis. Kenapa bisa demikian? Karena kiblat yang dilahirkan pucuk pimpinannya salah arah. 

Jika ada yang mengatakan keterpurukan PPP karena dua ketua umumnya secara berurutan tersandung korupsi, maka yakinlah, orang dengan jawaban seperti itulah yang melemahkan PPP. Dialah kader-kader yang salah arah kiblat politisnya. Jika dibandingkan dengan tragedi yang dialami Golkar dan PDIP, apa yang menimpa PPP tidak ada apa-apanya. Silakan cari perbandingan kenelangsaan tiga partai tua itu. 

Mari kita ambil memori politik pasca reformasi. Begitu PDIP naik ke kursi tertinggi Republik ini, PPP lah yang ketiban pulung untuk menempati kursi nomor dua sebagai Wakil Presiden. Tidak tanggung-tanggung, sang Ketua Umum PPP sendiri yang menempati sampai 2004. Pada Kabinet Indonesia Bersatu, PPP dapat "jatah" 2 kursi menteri. Bahkan di jilid dua kabinet Indonesia Bersatu, PPP dapat tiga jatah kursi menteri. 

Nampaknya kursi empuk kekuasaan mengalihkan perhatian dan kepedulian para elit PPP dari kadernya di kota maupun pedesaan. Jika pada pemilu 2004, ketika Hamzah Haz memegang kendali PPP, 58 kursi Senayan berhasil diraih dan menjadi partai keempat peraih suara terbanyak. Ketika Hamzah Haz dan orang-orangnya mulai "disingkirkan" bahkan "diasingkan" dari partai ka'bah, mulailah kiblat partai ini jadi berkelak-kelok. 

Hasilnya, pemilu 2009 partai ini turun dua tingkat dan menempati posisi ke 6 peraih suara terbanyak. Tahun 2014, kembali merosot ke posisi 8. Dan puncaknya, setelah Ketua Umum diciduk KPK, geger genjik tak berujung perebutan kursi ketua umum, dilanjut sang ketua umum diciduk KPK lagi, pada 2019 partai ini merosot sedalam-dalamnya dengan hanya menjadi partai buncit di Senayan. 

Penulis masih ingat betul hiruk pikuk tetangga ketika pemilu tiba. Semua serba hijau, ketika kampanye, motor dicat hijau, rumah, pakaian sampai badan tak luput dari cat berwarna hijau sebagai bentuk dukungan pada PPP. Bahkan sangat banyak pemuda yang rela mencukur rambutnya dan hanya menyisakan rambut dengan gambar bintang, yang ketika itu masih sebagai logo PPP. 

Tapi hiruk pikuk itu kian meredup dari satu pemilu ke pemilu selanjutnya. Alasannya sederhana, mereka tak lagi mengenal siapa tokoh PPP. Semua jadi elit, mereka terlalu jauh dan susah dijangkau. Jangankan mendengarkan, ngajak bicara saja tidak pernah. Penulis hanya bisa mengatakan, kiblat PPP telah melenceng terlalu jauh. Maka sebagai karma, PPP dijauhi rakyat. 

Api tak selamanya membara, angin tak selamanya ribut. Badai di lautan akan berlalu ketika mendung berlalu. Dan mendung-mendung hitam di PPP sudah waktunya berlalu. Dan sudah waktunya PPP berbenah, menata arah kiblat yang salah. Jika sejarahnya PPP adalah partainya rakyat, kembalikan itu kepada rakyat bukan orang-orang yang gemar menjerat. Maka sosok yang tahu dan paham apa yang diinginkan rakyatlah yang pantas memegang pucuk pimpinan PPP saat ini. 

Kurang dua Minggu, Muktamar IX PPP bakal digelar. Para elit, kader sampai simpatisan mesti satu suara, kembalikan kiblat PPP pada arah semestinya! Jangan sampai tokoh-tokoh yang terbukti gagal membangkitkan PPP diberi kesempatan lagi untuk memimpin partai mulia ini. Jangan sampai orang yang kiblatnya salah, kita jadikan imam, kita jadikan penunjuk arah! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun