Mohon tunggu...
Bibi Young
Bibi Young Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Penulis yang sibuk mengurus anak dan suami serta sesekali membersihkan rumah.

Selanjutnya

Tutup

Money

Neraca Perdagangan Negara Surplus, Kita Mesti Bagaimana?

21 Oktober 2020   16:50 Diperbarui: 21 Oktober 2020   17:02 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sektor perdagangan jadi suplai energi di tengah lesunya perekonomian nasional. Ibarat berada di ruang pengap, jendela yang terkunci sekian lama tiba-tiba terbuka dan menghembuskan angin yang menyentuh wajah kita. Segar dan melegakan. Meski belum bisa membantu keluar dari zona pengap, setidaknya ada pemicu bangkitnya semangat dan melanjutkan hidup dengan sehat.

Lima bulan berturut-turut mengalami surplus neraca perdagangan merupakan hal biasa, bukan sebuah prestasi karena memang demikian mestinya. Di tahun 2020 sampai September kemarin negara kita mencapai 7 kali surplus neraca perdagangan. 

Angkanya lumayan, mencapai USD 14 miliar. Ibarat orang dagang, jumlah barang yang kita jual lebih banyak dibanding barang belanjaan. Untung? Bisa disebut demikian.

Tentu kita tidak mau tahu berapa bulan atau berapa kalipun negara ini mengalami surplus neraca perdagangan. Asal perut tidak keroncongan, kerjaan dan gajian lancar, ditambah sesekali bisa liburan itu sudah sangat membahagiakan.

Tapi beginilah cara kita bernegara, kondisi perekonomian nasional bergantung pada laku individual seluruh warganya. Seperti kain, yang saling merajut antara satu benang dengan benang yang lain. Jika satu saja benang ambyar, keindahan satu lembar kain akan pudar.

Tulisan ini bukan dalam rangka demi status viral apalagi sekadar ingin mendapat pujian atau hujatan. Bukan untuk golongan cebong atau kadrun. Bukan hanya untuk muslim, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu, Konghucu atau Penghayat. 

Selagi dia bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa Indonesia dan berbahasa persatuan yang satu Bahasa Indonesia, tulisan ini saya tujukan. Bahwa dari sektor perdagangan, optimisme bangkitnya negara kita dari keterpurukan karena Pandemi ini bisa dimulai.

Dengan surplusnya neraca perdagangan, tingkat produksi kita berada pada jalur positif. Dengan surplusnya neraca perdagangan kita, kepercayaan negara lain kepada kita pada jalur positif. Dengan surplusnya neraca perdagangan kita, aura positif di negara kita masih ada. 

Dan aura positif negara inilah yang mesti terus kita tumbuhkan. Dan karena itulah tulisan ini sampai kepada Anda sekalian, untuk saling menularkan optimisme. 

Memang masih banyak indikator lain untuk memperbaiki kondisi ini, tapi syarat dasar yang mesti dimiliki adalah optimisme dari seluruh Rakyat Indonesia.

Tetap bekerja yang masih bekerja, jangan bikin rusuh yang sedang terkena PHK, berbagai bantuan disiapkan pemerintah. Bagi pelajar dan mahasiswa, lanjutkan belajar dan jangan terprovokasi untuk bikin onar. Para politisi, intelektual, pengusaha, konglomerat dan pejabat, niatkan seluruh yang kalian perbuat demi rakyat, jangan demi kepentingan sesaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun