Mohon tunggu...
habib hanafi
habib hanafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hubungan internasional universitas sriwijaya

saya mahasiswa unsri yang mencoba menulis sesuatu

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Realisme Sebagai Salah Satu Teori Hubungan Internasional Yang Gagal

26 September 2024   21:42 Diperbarui: 26 September 2024   21:42 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Seperti yang sudah kita ketahui Bersama, salah satu teori dari banyaknya teori-teori hubungan internasional yaitu teori realisme. Disini kita akan mengkritik salah satu teori hubungan internasional ini, kita akan mengulik Sejarah asal usul dan pngertian dari teori realisme ini.

Teori realisme dalam hubungan internasional berasal dari kata "realisme" yang berasal dari bahasa Perancis "ralisme," yang kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Inggris sebagai "realism." Serta dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) realisme memiliki arti sebagai paham atau ajaran yang selalu bertolak dari kenyataan, serta aliran kesenian yang berusaha melukiskan (menceritakan sesuatu sebagaimana kenyataannya). Jadi secara dasar, teori realisme ini memiliki arti sebagai suatu ajaran yang tidak sejalan dengan kenyataan.

Teori realisme ini juga memiliki Sejarah yang bisa terbilang cukup Panjang, berbagai sejarahnya yaitu sebagai berikut:

1. Akar Historis

  • Thucydides: Sejarah teori realisme dapat ditelusuri kembali ke tulisan-tulisan Thucydides, seorang sejarawan Yunani yang dikenal sebagai "bapak sejarah ilmiah". Dalam bukunya, Sejarah Perang Peloponnesia, Thucydides menganalisis konflik antara Sparta dan Athena, menekankan bahwa kekuasaan dan kepentingan nasional adalah faktor utama dalam hubungan antarnegara. Ia berargumen bahwa sifat manusia yang egois dan kepentingan pribadi mendasari perilaku negara.
  • Niccol Machiavelli: Pemikir Renaissance ini juga berkontribusi pada dasar-dasar realisme dengan karyanya The Prince, di mana ia menekankan pentingnya kekuasaan dan pragmatisme dalam politik. Machiavelli berpendapat bahwa pemimpin harus mengutamakan keamanan negara di atas moralitas konvensional.

2. Realisme Klasik

  • Perkembangan Awal: Realisme klasik muncul sebagai pendekatan formal dalam hubungan internasional pada awal abad ke-20, terutama setelah Perang Dunia I. Konsep-konsep dari pemikir seperti Thomas Hobbes, yang menyoroti sifat manusia yang egois dan konflik sebagai bagian dari kehidupan politik, menjadi dasar bagi pemikiran realis.
  • Hans Morgenthau: Setelah Perang Dunia II, Hans Morgenthau menjadi salah satu tokoh utama dalam pengembangan teori realisme modern. Dalam karyanya Politics Among Nations (1948), Morgenthau menekankan bahwa semua tindakan politik diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuasaan. Ia menganggap bahwa moralitas politik harus dipahami dalam konteks kepentingan nasional.

3. Neorealisme

  • Kenneth Waltz: Pada tahun 1979, Kenneth Waltz memperkenalkan neorealisme atau realisme struktural, yang berfokus pada struktur sistem internasional daripada sifat manusia. Waltz berargumen bahwa anarki sistem internasional memaksa negara untuk bertindak demi kelangsungan hidup mereka, dan interaksi antarnegara ditentukan oleh struktur kekuatan global.

4. Variasi Realisme

  • Realisme Neoklasik: Muncul sebagai respons terhadap neorealisme, menggabungkan elemen-elemen dari realisme klasik dan neorealisme dengan mempertimbangkan faktor-faktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri.
  • Realisme Kiri: Beberapa akademisi juga mengembangkan pandangan "realisme kiri", yang menggabungkan analisis realis dengan kritik moral terhadap kekuasaan negara.

Berdasarkan dari Sejarah diatas kita dapat mengetahui bahwa teori realisme ini merupakan teori yang bersifat anarkis, egois, dan merasa berkuasa diatas segalanya. Realisme juga cenderung terlalu fokus pada negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional dan mengabaikan peran aktor non-negara seperti organisasi internasional, perusahaan multinasional, dan kelompok teroris. Dalam dunia yang semakin kompleks, di mana aktor non-negara memainkan peran penting dalam dinamika politik dan ekonomi global, pendekatan ini dianggap tidak memadai untuk menjelaskan seluruh aspek interaksi internasional. Realisme juga dianggap tidak memadai dalam menjelaskan perubahan besar dalam politik internasional, seperti berakhirnya Perang Dingin dan munculnya kerjasama internasional yang lebih erat di berbagai bidang. Teori ini sering kali gagal untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang mendorong negara untuk bekerja sama, seperti kebutuhan untuk menangani masalah global seperti perubahan iklim dan terorisme. Jadi walaupun teori realisme dianggap sebagai teori yang memadai dan berkuasa pada awalnya nyatanya teori realisme tidak dapat menjadi teori yang pas seiring berjalannya waktu, pada akhirnya teori realisme ini tidak dapat menjadi Solusi dari berbagai permasalahan yang ada dalam hubungan internasional, dan dengan begitu terbentuklah teori-teori lain yang dianggap lebih sesuai dan kompeten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun