Mohon tunggu...
Baitul Izzah
Baitul Izzah Mohon Tunggu... -

mahasiswi UIN maliki malang '13

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

LOMBOK...?

5 Mei 2015   19:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:21 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indah, seorang gadis mungil yang cantik jelita. Dengan cara bicara yang masih belepotan, dia terus mengoceh kesana kemari tanpa kenal lelah. Memang dasar anak kecil yang barubisa berbicara dengan pelafalan kurang jelas. Meskipun demikian, indah tampak selalu gembira dengan kata per kata yang keluar dari mulutnya.

Untuk ukuran seorang anak kecil seperti indah, pada umumnya anak-anak tersebut mulai bisa mencerna mengingat dengan memori yang kuat apapun yang mereka dengar, mereka lihat, dan mereka lakukan. Karena, memori anak sangat kuat untuk mengingat saat mereka belum menginjak usia Sekolah Dasar.

Suatu hari indah sedang makan dengan lahap di meja makan. Kemudian, ibunya datang membawa beberapa butir lombok untuk kemudian di ulek. Sekejap perhatian indah tertuju pada lombok-lombok yang berwarna-warni antara hijau, merah, dan orang itu. Dia ingin tahu, benda apakah yang meliki bentuk mungil dan berwarna-warni itu? Kenapa kemudian sang ibu menghancurkannya? Apakah benda itu memiliki salah?. Akhirnya dengan segala rasa penasaran yang berkecamuk di fikirannya, indah menghentikan makannya dan bertanya pada ibunya.

“ibu, apa itu? Kenapa kok dihancurkan, kan dia punya warna-warna yang bagus dan bentuk yang kecil?” rasa penasaran indah yang tak terbendung itu membuat dia menanyai ibunya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Tapi, ibunya hanya tersenyum saja melihat anaknya yang aktif bertanya. Selanjutnya sang ibu dengan nada hati-hati menjawab segunung pertanyaan dari sang anak itu. “ini namanya lombok sayang...rasa pedas sekali. Makanya indah tidak boleh makan lombok ini, jadi ibu hancurkan saja lomboknya. Karena kalau nanti sampai indah makan, indah bisa nangis karena sangat pedas”. Kata sang ibu. Namun, itu tak membuat indah merasa puas. Dia bertanya lagi, “tapi, kok ibu sama ayah boleh makan lombok itu?” tanyanya dengan nada tak kalah penasaran. “karena ibu dan ayah sudah besar dan tidak lagi menangis ketika makan dengan lombok. Kalau indah dan kakak kan masih kecil, jadi belum boleh makan dengan lombok”. Kata sang ibu yang menjelaskan dengan sabar.

Beberapa hari kemudian, indah tertidur dengan nyenyak dipangkuan ibunya sembari menghisap gelas dot (gelas yang berisi susu dengan sedotan yang dirancang khusus di ujungnya) saat mendengarkan rekaman kakaknya ketika mengikuti lomba pidato di salah satu lembaga pendidikan. Saat itu sang kakak berkata “laaambek...” (bahasa madura yang bermakna: zaman dahulu) kemudian dengan spontan indah melepas hisapan tersebut dari mulutnya, lalu dengan mata tetap terpejam dia berkata “pedaaassss...” yang setelah itu dilanjutkan kembali aktivitasnya semula. Sang ibu pun kaget dengan sikap indah saat itu dan tak bisa berbuat apa-apa selain tersenyum bangga dengan kekuatan memori yang dimiliki anaknya tersebut.

Itu merupakan salah satu contoh nyata yang terjadi pada diri saya sendiri ketika saya masih berusia sekitar 3 tahun lebih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun