Isamu Akasaki, Hiroshi Amano dan Shuji Nakamura. Mereka bukan sanak bukan saudara bukan pula teman tapi ketika dinobatkan sebagai pemenang nobel perdamaian sebagai penghormatan puncak dunia atas prestasi mereka, saya ikut merasakan kegembiraan. Bisa jadi karena saya adalah pengguna langsung dari hasil penelitian beliau. Sekedar informasi,merekaadalah penemu LED warna biru. Oh ya, LED adalah komponen yang bisa mengeluarkan cahaya. Kalau dijelaskan secara teknik tentu akan membosankan karena sudah menjadi hukum alam tulisan teknik hanya dikonsumsi oleh orang teknik, padahal harapan saya tulisan ini menarik untuk dibaca siapa saja.
Saya mengenal LED sekitar tahun 80an. Warnanya hanya 3 macam: merah,hijau dan kuning.Karena sifatnya mengeluarkan cahaya maka penggunaannya tidak jauh-jauh dari spektrum cahaya.Mulai dari yang sederhana misalnya untuk menandakan proses sedang berjalan sampai pada hal yang membuat daya tarik secara visual. Mungkin karena hanya 3 warna, penggunaan LED terkesan stagnan, terbatas hanya itu-itu saja.padahal menurut teori yang saya baca apapun jenis warna selalu dihasilkan dari 3 warna dasar yaitu RGB (Red-Green-Blue).Jika waktu itu hanya merah, hijau dan kuning artinya ada mata rantai yang terputus yaitu warna biru (sementara warna kuning dihasilkan dari perpaduan merah hijau).Sampai akhirnya di tahun 90an Akasaki, Amano, dan Nakamura menemukan LED warna biru.Saya masih ingat harga dari LED biru 50 kali lipat dari harga LED biasa. Dan karena harganya yang tak masuk akal saya memilikinya hanya untuk gengsi-gengsian saja (masih muda waktu itu.Hehe..). Kurang lebih tahun 95an saya menemukan (membeli maksudnya) LED warna putih, harganya kalau di kurs kan sekarang 30 ribu per biji. Praktis tak ada yang diharapkan untuk berinovasi dari harga setinggi itu.
Dan tahu nggak,sekarang harga LED putih berapa? Hanya gopek.Seribu dapat dua.Mungkin kalau saya meng-analogikan komponen elektronik itu sepert iobat generik dan obat branded/paten. Di saat hak paten masih di pegang oleh pencipta maka variabel penentu harga mahal,banyak sekali namun ketika jangka waktu hak paten sudah habis maka harga langsung anjlok bahkan siapapun boleh membuatnya. Sebenarnya bukan penciptanyayang bikin mahal tapi perusahaan tempat pencipta bekerja. Seperti yang say a baca di KOMPAS, Nakamura hanya mendapat bonus Rp 2,3 juta setelah menciptakan LED biru, beruntung di tahun 2004 Pengadilan Tokyo memerintahkan perusahaan tempatnya bekerja untuk membayar ganti rugi ketidakadilan sebesar 1 milyar lebih.
Sulit membayangkan andai Thomas Alva Edison masih hidup. Masih ingat di tahun 1879 beliau menemukan lampu pijar atau popular di sebut bohlam dan langsung diproduksi massal.Hampir seluruh dunia sangat bergantung dengan lampu bohlam ini.Namun sekarang pastilah akan merasa tersaingi,dan dengan kelemahan yang dimiliki oleh bohlam bisa jadi di abad 21 kelak bohlam hanya menjadi cerita saja. Terbukti sekarang perkembangan LED putih sudah tak bisa terbendung lagi. Bukan saja terbatas pada keindahan visual semata tapi kebutuhan akan penerangan pun sudah mulai dikuasai oleh penemuan LED putih. Artinya jika membahas penerangan pastilah membahas kebutuhan hidup orang banyak. rumah, jalan, motor, mobil dan lain-lain pastilah akan membutuhkan LED putih ini,karena banyak kelebihan yang di tawarkan, salah satunya adalah hemat energi. Arus kecil cahaya terang. Begitulah teknologi LED, ketika dibutuhkan oleh segelintir orang maka sulit untuk menembus dunia.Tapi ketika dinikmati oleh semua rumah di dunia ini maka dengan cepat akan mengangkat derajat penciptanya. Berkat mereka dunia akan dengan senang hati melepas ketergantungan terhadap bohlam, alat penerang yang boros energi. Pantaslah kalau mereka dijuluki “Para Pembawa Terang Abad Ke-21”.Mereka adalah orang-orang hebat yang rendah hati.“Saya tak pernah berpikir sukses atau gagal.Saya sekedar melakukan apa yang ingin saya lakukan. Saya beruntung didukung oleh sahabat-sahabat saya” begitu komentar menanggapi penemuannya. Mereka pun berpesan kepada peneliti-peneliti muda untuk tidak terkecoh dengan penelitian yang lagi trend yang terkesan bergaya. “lakukan apa yang kalian suka jika itu memang benar-benar yang ingin kalian lakukan”. Lanjutnya.
Walaupun saya bukan peneliti, saya pun benar-benar melakukan apa yang ingin saya lakukan. Latar belakang pendidikan saya yang non teknik (BisnisManajemen) tidak menyurutkan saya untuk tetap konsisten dengan elektronika terapan.Beruntung ada sekolah teknik yang tidak meragukan kemampuan saya untuk berbagi ilmu elektronika terapan walaupun disiplin ilmu yang saya miliki bertolak belakang.
Sebagai pengajar elektronika terapan dari sebuah SMK swasta,dalam melakukan kegiatan praktik selalu tak melupakan LED sebagai bahan praktek, baik sebagai mayor maupun minor. Sudah bukan jaman pelajaran praktek di sekolah masih berkutat di silabus.Karena prinsip dari sekolah teknik di jaman sekarang adalah ber manfaat. “Ketahuilah bahwa tujuan utama edukasi, atau apapun, adalah melakukan sesuatu untuk membantu orang lain. Itu menjelaskan semuanya” kata Amano.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H