Mohon tunggu...
masnib
masnib Mohon Tunggu... lainnya -

Lebih atau kurang rezeki harus dirayakan dengan secangkir kopi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Badan Usaha Korban Sertifikasi

4 Agustus 2014   20:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:26 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14071338611471489509

[caption id="attachment_336343" align="aligncenter" width="300" caption="Contoh Hasil Unit Produksi Berlebel Lembaga"][/caption]

Trend iklim persaingan yang semakin tajam dalam menjaring siswa sudah mendekati titik jenuh. Tidak menjadi masalah kalau sekolah tersebut adalah sekolah negeri yang dibiayai oleh pemerintah, tetapi untuk sekolah swasta yang kelangsungan hidupnya bersumber pada penerimaan dari siswa tentu terasa berat. Sekolah negeriyang semestinya menjadi mitra kerja kini sudah beralih status menjadi kompetitor baru. Ini tentu gara-gara setifikasi dimana penerima sertifikasi harus memenuhi persyaratan jam mengajar yang telah ditentukanagar dapat terus menerima tunjangan serifikasi yang nilainya sangat signifikan. Jika perbandingan jumlah siswa dengan guru ideal, bolehlah guru sertifikasi merasa nyaman tetapi kalau yang terjadi sebaliknya maka guru sertifikasi harus kesana kemari mencari tambahan jam mengajar di sekolah sekolah lain termasuk sekolah swasta. Ada yang di untungkan tentu ada yang dirugikan. Menejemen sekolah tentu diuntungkan karena bisa memangkas biaya operasional rutin dengan berbondong bondongnya guru sertifikasi masuk sekolah swasta. Yang dirugikan tentu guru swasta dimana harus berbagi jam mengajar dengan guru sertifikasi. Sebagian sekolah negeri terkadang juga punya perasaan dengan memecah kelas yang rombongan kelasnya gemuk dimampatkan menjadi langsing sampai batas minimal dibolehkannya kelas beroperasi. Kelas bertambah jam mengajarpun bertambah. Aman. Sebagian sekolah negeri yang lain mempunyai cara yang lain lagi yaitu dengan menambah pagu untuk peserta didik baru.Cara cara halus yang sebenarnya secara pelan pelan membunuh kelangsungan sekolah swasta. Akibatnya Buyarlah sudah estimasi dan kalkulasi yang di rancang sekolah-sekolah swasta dalam menjaring peserta didik baru. Bukan cerita baru kalau sekolah dengan gedung yang representatif hanya mampu menjaring belasan peserta didik baru bahkan spanduk bertuliskan bebas uang ini itu dan masih ditambah gratis seragampun masih tak mampu untuk memalingkkan wajah mereka. Anggapan bahwa kualitas sekolah yang menentukan berhasil tidaknya menjaring siswa potensial tentu akan menjadi perdebatan panjang lengkap dengan argumen yang masuk akal juga.

Kini sekolah-sekolah swasta mulai mencari celah untuk kelangsungan hidup mereka. Celah yang tidak melenceng dari tujuan dasar pendidikan.

Adalah UU nomer 16 tahun 2001 dan disempurnakan menjadi UU nomer 28 tahun 2004. Yang menjadi dasar untuk menciptakan nafas bisnis dalam dunia pendidikan.Pasal 3 ayat 1 tertulis: “Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha”. Bisa jadi kedepan hanya sekolah yang mempunyai badan usaha lah yang tetap eksis. Tak mungkin lagi berharap dari penerimaan anak didik baru.Memang ada sebagian nada sumbang yang antipati dengan bisnis dilingkungan sekolah tetapi yakinlah bahwa nada nada sumbang itu sengaja di hembuskan oleh orang-orang mapan yang tidak menjiwai tentang wira usaha dan toh mereka hanya kasak kusuk saja. Abaikan.

Badan usaha yang sangat dikenal di lingkungan sekolah adalah KOPSIS. Koperasi Sekolah. Badan usaha ini praktis hanya melayaniinternal sekolah jarang ada yang meningkat derajatnya menjadi grosir. Jadi bukan badan usaha sepertiini yang di maksud dalam UU di atas. Memang tidak ada penjelasan lebih lanjut dari ayat-ayat sesudahnya tetapi kalau dikaitkan dengan kelangsungan sekolah-sekolah swasta tentu badan usaha yang di maksud adalah badan usaha yang murni profesional yang segmen pasarnya universal. Bahkan unit produksi yang biasa ada di lingkungan SMK masih kurang profesional karena masih membawa nama lembaga. Kalau badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang nyata nyata mengejar ROI (Return On Invesment) saja boleh mendirikan yayasan pendidikan Mengapa tidak boleh yayasan pendidikan mendirikan minimal Usaha Dagang (sukur-sukur punya PT)

Akhirnya semoga top menejemen di lingkungan sekolah-sekolah swasta mulai menata diri menghadapi iklim yang kompetitif. Alam akan menyeleksi sendiri siapa yang berhak hidup, siapa yang boleh hidup dan siapa yang numpang hidup.

Selamat Siang Kompasioner…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun