Mohon tunggu...
masnib
masnib Mohon Tunggu... lainnya -

Lebih atau kurang rezeki harus dirayakan dengan secangkir kopi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Orang-Orang di Belakang MCI (Meme Comic Indonesia)

3 Agustus 2015   16:16 Diperbarui: 3 Agustus 2015   16:16 3925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 Kisah para pengelola suatu perusahaan rerata adalah kisah mainstream yang sering saya dengar baik dalam kisah langsung si pelaku ataupun sebatas yang saya baca dari buku-buku biografi para tokoh. Biasanya pesan dari buku semacam ini adalah untuk sukses harus selalu begini dan begitu, menghindari ini dan itu, dan sebagainya dan sebagainya. Mudah bagi saya untuk membayangkan betapa sibuknya para pengelola bisnis tersebut, mulai dari meeting, koordinasi di lapangan sampai merayakan kesuksesan di suatu cafe misalnya. Memang harus begitu kalau ingin sukses di dunia nyata.

Namun seiring kemajuan berpikir, kini dunia nyata sudah menemukan pasangannya yaitu dunia maya. Dunia yang membuat orang-orang up to 40 sering geleng-geleng kepala bukan karena ketidaktahuan tapi lebih karena tidak disangka-sangka. Termasuk saya yang secara tidak sengaja membaca buku karya Widya Arifianti ini. (dikutip dari halaman terakhir, Cewek yang lahir 22 tahun silam ini dalam biografi singkatnya ingin merayakan hidup dengan menulis setiap harinya. Sewaktu kecil senang menulis buku harian. Tapi seringkali kecolongan dibaca orang. Kini ia memutuskan untuk menulis buku beneran yang semoga bisa dibaca banyak orang. Tak hanya menulis buku, lulusan ilmu komunikasi UI juga menjadi copy writer untuk sebuah advertising agency, Pensil Media). 

IF YOU KNOW WHAT HAPPENED in MCI (Meme Comic Indonesia) karya mbak Widya ini benar-benar membuat saya berpikir ulang tentang prinsip orang tua yang selalu merasa di atas anak-anak muda dengan alasan hanya karena pernah muda. Oh ya, sudah tahu meme comic? (Sukurlah kalau sudah tahu, itu artinya sense of humor sampean masih ada) Tak perlulah mengulas sejarah lahirnya MCI karena tulisan ini bukan tentang MCI tapi mengulas betapa tak terbayangkan oleh saya bagaimana mengelola “badan usaha” dengan jutaan likers (Likers mirip dengan client atau nasabah atau konsumen yang selalu diukur secara kuantitas. Semakin banyak likers tentu akan semakin menambah penghasilan/ CENDOL dalam bahasa mereka).Ditambah lagi dengan bumbu-bumbu low profile nya para pengelola (mereka menyebutnya ADMIN), semakin menambah iri saya saja. Anak saya saja akan bercerita panjang lebar ketika Instgram nya di like beberapa orang tak dikenal.  Gak usah jauh-jauhlah, status FB saya di like atau di komen melebihi biasanya saja saya langsung bercerita ke istri. Sungguh bertolak belakang dengan admin P sang pelopor/pendiri  MCI yang tak pernah bercerita ke bapak ibunya meski  ratusan ribu likers sudah di tangan. Orang tua hanya melihat sering internetan. Sampai pada suatu saat sang ibu memberi ultimatum untuk berhenti berinternetan karena nilai kuliahnya tak sesuai angan-angan sang ibu:

Dear Admin...

Jika kalian membaca postingan ini, mungkin aku sudah tidak lagi bisa online internet. Dengan surat ini, aku mau memberi tahu kalau aku harus keluar dari MCI. Nilaiku akhir-akhir ini jelek. Sumpah jelek banget. Orang tuaku sudah mendesak aku untuk berhenti online dan fokus belajar. Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka akan mencabut internet kalau aku tidak menuruti kemauan mereka.

Makanya mulai detik  ini dst..dst...

Tak lupa admin P juga menambahkan humor:

Mungkin jika kita semua bertemu suatu hari nanti, aku sudah dikaruniai pacar cantik dan tampangku sudah berubah jadi ganteng.

Selamat tinggal.

Admin P.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun