- Pendahuluan
Laut China Selatan merupakan wilayah yang berbatasan dengan Vietnam, filipina, malaysia dan Brunei Darussalam dan termasuk Indonesia. wilayah ini menjadi perebutan antar negara asia tenggara dan China karena wilayah Laut china selatan memiliki jalur strategis di kawasan asia-pasifik terutama maritim dunia dimana jalur ini menghubungkan ekonomi dunia dan militer, adanya Cadangan minyak bumi berlimpah di kawasan ini menjadikan ajang perebutan antara Negara China dan negara asia tenggara lainnya. Akibat konflik di kawasan ini membuat negara adidaya Amerika Serikat ikut menanggapi pada tindakan China atas klaim di kawasan tersebut.
- Latar Belakang Konflik
Perebutan kawasan ini bermula berasal dari klaim china yang hampir sekitar 80%-80% mengklaim wilayah LCS sebagai milik mereka yang didasari dengan alasan historis dari Dinasti Han hingga Dinasi Ming dan Dinasi Qing pada abad 13 SM (CNN, 2022), alasan ini membuat china mengklaim bahwasannya kawasan tersebut milik negara China dan bukan Asia tenggara demi mempertahankan kawasan tersebut sebagai milik mereka, dan tentu saja klaim dari china tersebut dibantah oleh anggota ASEAN lainnya dan menyebut kepemilikan Laut Chian selatan didasari dari peraturan dan menganggap klaim china atas Laut China Selatan melanggar ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif).
Walaupun China mendapat kencaman dari berbagai negara dari asia tenggara terutama Vietnam, Filipina dan negara anggota ASEAN lainnya tentu tidak membuat Pemerintah China putus asa dan tetap berusaha mengklaim Sebagian wilayah kawasan Laut China Selatan dengan membangun Pulau-pulau buatan dan pangkalan militer sebagai bentuk klaim mereka pada negara sekitar LCS dan bahkan menghadang aktivitas memancing nelayan di sekitar wilayah LCS. Aktivitas china membuat negara ASEAN menjadi khawatir terhadap keamanan maritim mereka setelah China menerjunkan militer mereka di pulau-pulau buatan.
- Dimensi Geopolitik
Negara china mengklaim Sebagian wilayah nine-dash lines (Garis putus-putus) termasuk kepulauan-kepulauan ataupun terumbu karang di sekitar Laut china selatan seperti ketika China merebut terumbu karang Scarborough Shoal di filipina sebagai milik mereka (BBC Indonesia, 2024). Hingga kini pada tahun 2024 timbul perselisihan baru anatara China-Filipina di Sabina Soal setelah adanya saling tabrakan antar kapal Filipina dan china yang sedang melaut di sekitar Kepulauan Spratly, filipina menganggap China dengan sengaja menabrakan kapal filipina tersebut dan mengancam kapal mereka dengan ancaman senjata (BBC Indonesia, 2024). Ketegangan lain juga terjadi di kepulauan paracel dimana pulau paracel menjadi perebutan antar negara Vietnam dan China-Taiwan, selain itu pulau palace merupakan tempat tinggal penyu-penyu di pulau tersebut (Britannica, 2024). Filipina pernah membawa masalah kasus ini makhamah Arbitrase UNCLOS pada tahun 2013 hingga pada tahun 2016 PBB telah menyetujui jika klaim China di kawasan Laut China Selatan tidak berdasar (Adi, 2020). Akan tetapi China tetap tidak menghiraukan PBB dan tetap bersikukuh jika kawasan Laut China selatan tetap milik China. Kayanya sumber daya alam laut dan wilayah yang strategis menjadikan alasan china ingin mengusai seluruh kawasan tersebut walaupun itu akan melanggar aturan UNCLOS.
Tidak hanya filipina, indonesia pernah mengalami pertikaian dengan China di Kepulauan Natuna setelah banyaknya kapal asing China masuk di wilayah tersebut karena kepentingan mereka di Laut China Selatan membuat Indonesia turun tangan tetapi masih berpegang dengan sistem politik bebas-aktif guna menghindari konflik yang tidak diinginkan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo menyebut klaim China pada kepulauan Natuna sangat tidak berdasar terutama posisi pulau natuna lebih mendekati negara malaysia dan Vietnam dibandingkan China dan sangat tidak masuk akal jika negara tirai bambu tersebut mengklaim salah satu pulau di Indonesia (Tampi, 2017). Selain itu Pulau Natuna juga dikenal dengan kekayaan minyak dan gas mereka menjadikan alasan lain mengapa china memperebutkan kepulauan tersebut.
Seringnya pertikain di Laut China Selatan membawa perhatian di dunia termasuk negara Amerika Serikat yang memiliki sejarah konflik panjang dengan China dalam persaingan Ekonomi dan Ideologi bahkan filipina dan amerika serikat memutuskan ikut Kerjasama militer untuk menahan pengaruh China di Kawasan Asia Pasifik. Terlihat Amerika serikat di Manila ikut kompak dengan China dalam Latihan militer mereka di kawasan LCS (Kompas, 2024).
- Dampak Konflik
Dampak konflik Laut China selatan menyebabkan kerusakan beberapa terumbu karang di sekitar kawasan akibat proses pembuatan pulau oleh China sebagai bentuk “klaim” mereka atas di kawasan laut tersebut, ini juga memperparah ekosisistem di bawah laut yang dapat mengganggu hasil tangkap dari nelayan lokal. Konflik ini juga membuat banyak nelayan sering di cegat oleh pihak china untuk tidak memasuki wilayah “klaim” mereka yang dapat membuat hubungan antar negara renggang akibat tindakan atau aktivitas China di LCS. Tindakan tersebut membuat aktivitas maritim di LCS menjadi memburuk.
Selain itu konflik ini mengakibatkan negara besar seperti Amerika Serikat ikut terlibat setelah China mulai menunjukan agresifitas mereka di kawasan wilayah filipina. Amerika Serikat menunjukan dukungan mereka pada sekutunya filipina setelah insiden tabrakan antar kapal (CNN, 2024). Konflik ini membuat negara anggota ASEAN merasa khawatir pada ketegangan tersebut terutama ketegangan ini tidak hanya melibatkan beberapa anggota ASEAN lainnya tetapi termasuk negara luar seperti Amerika seikat agar dapat mengimbangi kekuatan mereka di kawasan laut china selatan, kondisi ini dapat membuat kedaulatan negara teracam jika China terus melanjutkan operasi mereka di kawasan LCS agar mendapatkan wilayah strategis maritim. Bahkan hubungan negara Vietnam dan China memburuk setelah adanya sengketa wilayah di sekitar perairan mereka, termasuk juga negara filipina yang gencar melawan klaim China dengan kerja sama mereka pada amerika serikat melalui pelatihan militer.
Kesimpulan
Konflik Laut China Selatan merupakan sengketa teritorial yang kompleks dan berkepanjangan, melibatkan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara serta China. Akar konflik ini berasal dari klaim tumpang tindih atas wilayah maritim dan kepulauan, terutama Kepulauan Spratly dan Paracel, yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas, dan perikanan. China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan berdasarkan "nine-dash line", sementara negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei juga memiliki klaim yang saling bertentangan. Konflik ini berdampak signifikan terhadap stabilitas regional, keamanan maritim, dan hubungan internasional di kawasan. Upaya penyelesaian konflik telah dilakukan melalui berbagai mekanisme, termasuk negosiasi bilateral, mediasi ASEAN, dan arbitrase internasional, namun belum mencapai resolusi yang memuaskan semua pihak. Keterlibatan kekuatan eksternal seperti Amerika Serikat semakin memperumit dinamika konflik. Meskipun demikian, upaya diplomatik dan kerja sama regional terus dilakukan untuk mencari solusi damai yang dapat menjaga stabilitas dan keamanan di Laut China Selatan, sambil tetap menghormati hukum internasional dan kepentingan semua pihak yang terlibat.