Banyak media mewartakan, bahwa Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan agar beras jagung bisa menjadi opsi menu dalam program makan gratis Prabowo-Gibran.
Pernyataan itu. Menurut saya kurang tepat karena Muhadjir tidak paham bahwa produksi jagung di Indonesia jumlahnya masih kurang untuk kebutuhan Nasional kita. Baik untuk konsumsi manusia maupun ternak ayam dan lain lain yang ada di Indonesia. Kebutuhan Nasional jagung kita sekitar 15.7 Juta Ton per tahun, sedangkan hasil produksi pertanian jagung kita sebesar 13.79 Juta Ton di tahun, berarti kita harus impor sekitar 1.2 Juta Ton Jagung setiap tahunnya.
Harusnya, sebagai Menko PMK tau. Â Harga jagung di Indonesia sangat ironis, karena menjadi yang termahal di dunia yaitu sebesar Rp. 5000 - Rp 8.000 Kg bahkan lebih, yang dijual ke konsumen. Dengan refrensi harga jagung termahal di dunia sesuai data dari website Tridge.com, Yaitu di Negara Ukraina seharga 270 USD per ton, atau Rp. 4.372 per Kg.
"Ini yang seharusnya diperjuangkan oleh MENKO PMK bahwa harga pokok pangan seperti jagung ini harus murah. Apalagi Kementrian Pangan kan sering mengadakan Studi Banding dan tentunya harusnya paham bahwa harga jagung Internasional saat ini tidak lebih dari Rp. 2000, atau tepatnya Rp. 1760 rupiah per liter atau per Kg, sesuai dengan data dari Website Business Insider. Tapi, harga jual di Indonesia, sangat mahal, bahkan ada yang diatas Rp8.000/kg"
Bila harga jagung bisa diturunkan, maka makanan seperti ayam dan telur akan menjadi murah. Kita tau kan bahwa sebagian besar masyarakat Jawa dan Sumatera yang merupakan penduduk terbesar di Indonesia, gemar mengkonsumsi ayam dan telur. Inilah yang harusnya kita dorong agar kita mendapatkan harga lauk pauk yang murah terutama untuk Program Makan Gratis.
"Dan seharusnya Menko PMK perlu melakukan kajian dengan turun ke Masyarakat, menanyakan kepada anak anak apakah anak anak itu familiar dan suka makan nasi jagung. Jangan sampai program makan gratis yang kita inginkan untuk makan dan nutrisi yang cukup untuk anak anak, menjadi percumah karena tidak diminati oleh anak anak sekolah. Yang saat ini mereka banyak makan dengan menggunakan nasi putih, bukan nasi jagung
Menko PMK,perlu melakukan kajian juga tentang kesulitan memproduksi bahkan memasak beras jagung. Yang menurut informasi, memasak beras jagung butuh kesabaran dan waktu yang cukup lama agar mendapatkan hasil tanakan yang sempurna. Dan itu prosesnya jauh lebih lama daripada menanak nasi putih. Kita tau kan bahwa harga LPG naik terus. Selain itu ada informasi dari ibu ibu bahwa nasi jagung tidak bisa bertahan lama, lebih mudah busuk daripada nasi putih biasa. Jadi Apakah diversifikasi pangan dari nasi putih ke nasi jagung itu lebih efektif dan efisien?
"Bila memang Pemerintah ingin melakukan Diversifikasi pangan dari beras ke jagung, dan hasil kajian anak anak mau mengonsumsi nasi jagung, maka tugas Pemerintah adalah memproduksi tambahan Pertanian Jagung di Indonesia, agar jumlah impor jagung kita tidak menjadi lebih banyak. Dan sekaligus Pemerintah harus mendorong harga pangan terutama Komoditas Jagung agar bisa lebih murah, untuk yang di konsumsi di Indonesia khususnya untuk Program Makan Gratis untuk anak sekolah, untuk mendekati harga Internasional yang saat ini jauh lebih rendah daripada harga jagung per Kilogram yang ada di Indonesia".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H