Tepat pertengahan 2009 sembilan lalu sebuah kisah diceritakan, tentang sepasang kekasih Carl Frederickson dan Ellie, mereka dipertemukan sejak kanakkanak oleh imajinasi yang liar, imajinasi yang tak mengenal dimensi dan batas,mungkin sebab itu imajinasi mereka saling bertautan membentuk bulir bulir embun yang menumbuhkan kisah mereka menjadi semacam oak yang berakar kuat . mereka menulisi buku kisah petulangan hingga ke jenjang pernikahan.
Setelah menikah, Kebahagiaan kisah mereka harus terhenti sejenak, ketika dokter menyatakan Ellie tidak dapat hamil, musik melambat dan Sedih. tapi itu tak berlangsung lama, mereka berencana menghapus kesedihan itu dengan berpetualang bersama, menuju paradise fall tempat petualang idola mereka Charles Muntz pergi. Mereka mulai menyisihkan tabungan untuk menyiapkan perjalanan, tapi halangan selalu saja datang, sedikit demi sedikit uang tabungan mereka terpakai, hingga mereka menjadi kakek dan nenek, impian itu belum terwujud. Carl tak tinggal diam, sadar dengan umur mereka yg terus menua ia mengusahakan berbagai cara hingga anak panah kebahagiaan melesat kepadanya. Carl akhirnya punya tiket menuju Amerika selatan, impian menuju paradise fall pun di depan mata. Carl pulang hendak memberi kejutan bagi Ellie istrinya tapi takdir lagi lagi berkata lain, paradise fall jatuh terhempas lalu pecah tepat di dada Carl, Ellie meninggal.
Hari-hari selanjutnya Carl hanya punya beberapa aktivitas rutin, duduk di depan rumahnya menyaksikan mega proyek kota disekelilingnya yang juga bakal merobohkan rumahnya, memeriksa kotak surat, dan menonton TV. Hingga suatu pagi Carl bangun dan mendapati Russel, seorang anak pramuka yang siap membantunya untuk mendapatkan Pin membantu orang tua. Kisah berlanjut dengan sebuah insiden yang mengharuskan Carl Tinggal di panti jompo dan menyerahkan hak rumahnya pada pimpinan mega proyek kotanya.
Sadar dengan kondisi yang dihadapinya, kehilangan rumah, dan kehilangan kesempatan mewujudkan mimpinya bersama Ellie membuatnya harus berfikir ekstra, semalaman ia berfikir dan bekerja untuk tidak kehilangan kedua-duanya. Esok paginya sebelum masuk ke dalam mobil menuju panti jompo, ia minta izin masuk kembali kerumahnya, tapi setelah menunggu beberapa lama ia tak keluar juga, petugas penjemput mulai resah, lalu tiba-tiba tanah disekitarnya bergetar, balon-balon gas helium muncul dari cerobong asap rumahnya, satu, dua, tiga, hingga sepuluh ribu balon. Rumahnya bergerak perlahan, kemudian meninggi, tekanan sepuluh ribu balon gas helium membuat keretakan pada bagian bawah rumahnya, hingga terlepas dan terbang.
Carl tersenyum, petualangan menuju paradise fall akan kita mulai..
Akhir pekan lalu sebuah kisah yang hampir sama kembali menghiasi ranah perfileman tanah air, bioskop penuh sesak, orang-orang rela antri dengan waktu yang cukup lama untuk menyaksikan Film itu. Bahkan dengan harga tiket yang sedikit mengocek kantong, kisah ini bukan animasi seperti kisah Carl dan Ellie yang menerbangkan rumahnya untuk melengkapi kisah petualangannya. Kisah ini tentang Habibi dan Ainun yang menerbangkan mimpi mereka. Menerbangkan mimpi rakyat Indonesia untuk punya transportasi murah kereta terbang yang menghubungkan tujuh belas ribu pulau dengan pesawat buatan sendiri.
Tahun 1692 habibi dan ainun yang berteman sejak smp ini bertemu lagi di bandung, sadar teman smp yang pernah di oloknya dengan Gula jawa, gendut, hitam jelek itu telah berubah menjadi gula pasir, putih dan cantik. Tanpa menunggu waktu yang lama Habibi menikahinya mereka kembali ke Jerman. Tapi mewujudkan Mimpi memang tak semudah yang dibayangkan, punya kereta terbang sendiri yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia itu memang bukan perkara mudah, namun pergulatan dalam mewujudkan mimpi itulah yang membuat cinta mereka semakin erat, dingin salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, bisa terobati dengan eratnya cinta yang terbangun diantara keduanya.
Dan pada tanggal 10 agustus 1995 mimpi itu terwujud, pesawat N250 yang diberi sandi Gatotkaca memulai terbang perdananya, itu adalah pesawat regional komuter turboprop rancangan asli anak negeri. Tapi mimpi besar ini tak bertahan lama, hanya berselang dua tahun setelahnya mimpi menjadi negara yang mandiri, punya pesawat terbang buatan anak negeri harus musnah, krisis ekonomi 1997 memaksa proyek ini ditutup. Dan mimpi hanya membeku di balik hanggar.
Tapi bagi saya mimpi mereka tak berhenti disitu, Carl dan Habibie meski keduanya beda dimensi tetap menjadi semacam trigger bagi mimpi-mimpi yang telah dan akan saya gambar dikanvas imajinasi, hanya menunggu waktu untuk siap dilesatkan.
Atau bagi kita kisah Carl dan Habibie hanya sekedar tontonan pengisi waktu senggang saat weekend? Entahlah...
Thanks for the adventure, got a new one! ellie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H