Saya sendiri tidak mengenal siapa itu Moeldoko yang kita kenal sebagai Panglima TNI Republik Indonesia. Tapi saya sangat mengenal gaya hedonis para kaum menengah dan kaum atas negeri ini. Jika pun kita ingin berbicara kaum bawah atau masyarakat marginal negeri ini, saya pun khatam dan bisa mengatakan jika sebagian besar sisa atas pendapat mereka pasti digunakan untuk konteks komsumtif, entah HP, Rokok dan atau sekedar kuliner murah-murah tentunya. Gilanya lagi!, mereka tidak perduli kecilnya penghasilan mereka dengan mengutamakan kredit motor ditambah punya anak lebih dari 2 (dua) tanpa merasa bersalah apalagi mengerti kenapa mereka melakukan itu, karena semuanya demi gaya dan status sosial diantar mereka sendiri. Miris tho?
Jika berbicara Kaum menengah negeri ini, ini linear dengan membicarakan diri saya sendiri. Kaum menengah negeri ini tidak kalah gila dengan kaum bawah. Dengan penghasilannya yang cukup, mereka bisa menghabiskannya dengan sangat liar, seperti KPR rumah tinggal dengan menghabiskan hampir 50% dari pendapatannya dan atau meng-kredit mobil yang membuat mereka mengeluh setiap harinya karena uang penghasilannya terus merasa kurang. Belum lagi memaksakan kredit gadget terbaru dan memaksakan liburan ke luar negeri menggunakan uang bonus dan atau KPA dari bank tertentu. Dan ketika ada hal-hal yang urgensi tinggi, seperti salah satu anggota keluarga sakit, tidak malu-malunya mereka meminjam uang ke saudara dan atau temannya dengan tidak lupa membawa gadget terbaru, mobil terbaru dan atau pakaian ber-merk.
Intinya mereka upgrade semua apa yang mereka punya ke hal-hal baru, entah itu model rumah, jenis mobil, keluaran gadget baru (TV, HP dan AC) juga tidak lupa merasa sukses jika di media sosial mereka upload kesuksesannya di segala bidang, entah punya suami/ istri yang baik rupa, baru memiliki dan atau renovasi rumah barunya, baru saja memiliki gadget terbaru dan atau meng-upload betapa pintar dan sehatnya anak-anak dan semua saudara dan atau teman yang mereka miliki.
Kaum menengah kita tidak sama sekali tertarik dengan iqra, ta'lim, ijtihad, i'tiba dan atau hal-hal lainnya yang berbau ke-ilmuan. Tapi ya sudahlah, mengikuti Nabi Isa AS, saya hanya dapat berdoa, "Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (5:118)."
Nah jika kita berbicara kaum atas negeri ini, perspektif saya ingin bercerita jika secara akhlak, kaum bawah dan menengah negeri ini setali tiga uang dengan kaum atas negeri ini, yaitu meletakkan nilai-nilai kebendaan jauh dari nilai rasa (hati) dan nilai jiwa (ilahiah). Dan jika boleh saya memasukkan, walaupun Moedoko adalah seorang pegawai negeri, namun secara pangkat dan kedudukan, beliau masuk dalam golongan kalangan atas negeri ini. Dia terbiasa bertemu orang-orang kelas wahid negeri ini dari berbagai kalangan tentunya, baik birokrasi, agama, sosial budaya dan atau pengusaha. Kok rasanya ya tidak mungkin dan atau malah saya mengatakan "tidak wajar" jika seorang Moeldoko menggunakan barang yang terkenal dengan nama KW atau "palsu". Apa kata teman-teman kelas wahidnya jika memang dia menggunakan barang palsu? Apa pula pikir bawahannya jika komandannya yang dipuja dan dihormatinya lebih memilih jam palsu? Padahal dengan uang yang katanya berjuta itu, dia bisa memilih seiko, QnQ dan atau merk lainnya yang tentunya tidak kalah bagus dan baiknya dari sisi penampakan dan kualitas.
Jika saja dia mau jujur, jika saja dia memang benar-benar jujur, kirim semua jam-jam-nya (katanya ada 4 jam) ke pihak yang benar-benar bisa menilai apakah barang itu asli atau palsu. Implikasi dari keduanya tetap ada, jika palsu, ternyata kita punya pemimpin TNI dengan karakter yang cengeng dan pula palsu tentunya. Jika asli, wahhhh, tentunya sudah tidak kaget lagi, karena sudah biasa seorang pejabat kelas wahid negeri ini punya berbagai benda atau barang yang kelas wahid pula. Hanya tinggal apakah jam-jam tersebut di dapat dengan secara legal atau sebaliknya, dalam perspektif saya, itu pun mudah ditelusuri, iya tho?
Akhir kata, saya sudah sangat maklum dengan mengerti kondisi para kaum atas negeri ini yang jauh dari fitrahnya, yang jauh dari mengerti dan paham jika semua kehebatannya baik jabatan atau benda dan atau keluarga hanyalah titipan dari SANG MAHA ESA yang seharunya dapat digunakan sebaik-baiknya di jalan Allah, karena fitrah kita adalah, " Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (57:21)." Namun tidak lupa untuk meminjam akhlak nabi Ibrahim AS, kita sebaiknya mendo'akan keselamatan seluruh negeri ini sesuai dengan firmanNYA, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali (2:126)." Subhanallah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H