Mohon tunggu...
Bhayu M.H. Ketum NuN
Bhayu M.H. Ketum NuN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bhayu M.H. sebagai Ketua Umum M.P. N.u.N.

Netizen untuk Negeri atau disingkat N.u.N. adalah komunitas lintas-agama, lintas budaya, lintas suku bangsa yang didirikan pada 4 Desember 2016. Niat kami adalah ikut berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Fokus perjuangan kami adalah melawan intoleransi dan separatisme. Di account ini, Bhayu M.H. bertindak selaku Ketua Umum Musyawarah Pendiri (M.P.) dari N.u.N. Sekaligus merangkap sebagai Koordinator Utama Badan Pengelola Harian (Kortama B.P.H.). Pembuatan account ini adalah untuk membedakan antara Bhayu M.H. sebagai pribadi -yang mana accountnya sudah lebih dulu ada di Kompasiana- dengan sebagai Ketum N.u.N. Apalagi sejak Kemenkumham resmi mensahkan N.u.N. sebagai badan hukum perkumpulan pada 31 Mei 2021, maka setiap pernyataan Bhayu M.H. sebagai Ketum M.P. merangkap Kortama B.P.H. N.u.N. terbuka bagi publik serta dapat dikutip oleh media massa. Maka, diperlukan pembedaan tersebut sebagai bentuk kehati-hatian.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

9/11, Afghanistan dan Indonesia

11 September 2021   19:52 Diperbarui: 12 September 2021   00:27 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://spectatorworld.com/

Pelakunya diklaim adalah I.S.I.S.-K, semacam sayap I.S.I.S. di Khurasan. A.S. kemudian membalas dengan serangan udara menggunakan drone nir-awak pada hari Minggu (29/8). Serangan itu diklaim menargetkan mobil berisi bom bunuh diri. Walau kemudian ternyata juga menewaskan seorang operator yang bekerja untuk militer A.S. dan seorang pekerja kemanusiaan.

Amerika Serikat menggelar "Global War on Terrorism". Sayangnya, niat yang terkesan mulia itu tercederai banyak hal. Seperti dilansir oleh Michael Moore, banyak kebohongan dalam administrasi pemerintah A.S. Terutama tuduhan kepemilikan "Weapons of Mass Destruction" (W.M.D.) terhadap Irak yang tak pernah terbukti.

Hingga kini, terorisme masih menjadi masalah kita semua. Dipandang dari sisi negara-negara demokratis pada umumnya, tentu teroris jelas bengis. Akan tetapi, kita juga harus mampu menyelami alam pikiran teroris. Karena bagi mereka, tindakannya dapat dibenarkan.

Untuk bisa mengalahkan teroris, tidak cukup dengan perang belaka. Karena akar masalahnya -sependek pengamatan saya- adalah masalah kesejahteraan dan perspektif keadilan. Ada sekelompok masyarakat yang tidak mendapatkan keduanya. Lantas sebagai "kambing hitam" paling mudah adalah menyalahkan mereka yang dianggap "merampas hak" mereka.

Persoalan ini tentu akan terlalu panjang bila dibahas di tulisan ini. Di sini, saya hanya mengingatkan, bahwa meskipun jauh, baik peristiwa 9/11 di A.S. maupun berkuasanya Taliban di Afghanistan, bisa berdampak bagi Indonesia. Setidaknya, kita bisa melihat meningkatnya "ghiroh jihad" bagi sekelompok penganut Islam garis keras di sini. Tak sedikit yang memandang "terusirnya" A.S. dari Afghanistan dan berkuasanya kembali Taliban di "negeri para mullah" itu sebagai fajar baru kebangkitan Islam di dunia. 

Apalagi ada yang "cocoklogi" dengan hadits eskatologis yang diriwayatkan Tirmidzi: "Bendera hitam akan muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem. Di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya." Ini seolah legitimasi bagi ISIS-K, dengan mengklaim diri sebagai pasukan penyelamat dunia Islam.

Meskipun geografis, budaya, dan sosiologis Indonesia berbeda dengan Afghanistan, kita tetap harus waspada dan ekstra hati-hati. Karena negara kita yang terdiri dari multi agama, ras, suku, dan golongan, sangat rentan dipecah-belah. Kita harus berpegang teguh pada Pancasila yang terbukti mampu menyatukan kita semua yang beragam menjadi satu bangsa.  

Bagi Muslim, Islam wasathiyah haruslah dijadikan jalan hidup. Karena Islam sejatinya ramah, bukan marah. Apalagi Islam di Nusantara yang terbukti mampu berasimilasi dengan budaya lokal yang telah ada sejak purbakala. Hingga Indonesia kini menjadi negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang menjadi contoh toleransi dalam kemajemukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun