Siapa anak negeri ini yang tak kenal Soekarno? Setiap pelajar di Indonesia pasti pernah mengenyam pelajaran sejarah, apa pun bentuknya. Dengan demikian sudah pasti mereka mengetahui Soekarno, Presiden pertama Indonesia sekaligus proklamator kemerdekaan negara ini. Namanya bahkan menggema ke seantero dunia. Kemerdekaan Indonesia kemudian menjadi inspirasi negara-negara di Asia-Afrika untuk membebaskan diri dari kolonialisme dan imperialisme. Apalagi ketika Indonesia mengadakan Konferensi Asia-Afrika yang menegaskan posisinya sebagai pemimpin Gerakan Non-Blok.
Soekarno sebagai tokoh besar dalam sejarah telah cenderung menjadi mitis. Kisahnya seolah mitologis, padahal seharusnya sebagai bagian sejarah ia dilandasi fakta dan data. Dan film ini berupaya mengetengahkan sisi-sisi kehidupan si Bung Besar dengan cara seobyektif mungkin.
Film diawali dengan bersama-sama meminta penonton berdiri untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, yang tampaknya dibuat seadanya sebagai tambahan karena cuma menampilkan animasi bendera merah-putih dan subtitle syair lagu saja. Film dibuat dengan urutan kronologis beralur maju. Hanya sedikit di bagian awal film yang sempat flash-back ke masa kecil Soekarno saat masih bernama Kusno, termasuk prosesi pergantian namanya menjadi Soekarno. Untuk kemudian alurnya terus maju hingga ke akhir film.
Sinopsis
(spoiler alert!)
Ceritanya sendiri seperti ‘buku sejarah’ belaka. Penggambaran mengenai kehidupan Soekarno terkait dengan masa perjuangan pra-kemerdekaan Indonesia. Adegan dimulai dengan situasi di tahun 1934 saat serdadu marsose pemerintah kolonial Belanda Dutch East Indies menangkap Soekarno dan beberapa rekannya yang tengah berada di rumah Ketua PNI (Partai Nasional Indonesia) Jawa Tengah, dokter Sujudi.
Adegan lantas flash-back ke masa kecil Soekarno, dimana saat itu ia yang masih bernama Kusno sakit-sakitan. Ayahnya Raden Soekemi Sosrodihardjo sampai menjalankan ‘laku tirakat’, tidur di bawah ranjang anak lelakinya. Tujuannya adalah agar penyakit itu ‘pindah’ ke tubuhnya. Akhirnya menurut kepercayaan Jawa, nama Kusno dipandang tidak cocok bagi anak itu. Dengan upacara ‘ruwatan’, maka ia pun diganti namanya menjadi Soekarno. Nama ini terinspirasi dari nama tokoh Kurawa yang sesungguhnya berhati mulia, Adipati Karna.
[caption id="attachment_310026" align="alignright" width="389" caption="(Foto 1) Soekarno berpidato di depan rakyat."]
Cerita maju terus ke masa kecil Soekarno yang sempat menjalin “cinta monyet” dengan seorang gadis cilik Belanda bernama Mien Hessel. Namun, justru di sinilah rasa nasionalismenya tumbuh saat ia diusir oleh ayah Mien karena dianggap tidak sederajat. Ketika ia mengikuti rapat-rapat Sarekat Islam yang dipimpin oleh bapak kost-nya Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Cokroaminoto) ia makin tertarik pada ide kebangsaan. Soekarno muda pun mulai belajar berpidato sendirian di kamarnya. Segera, di usia 24 tahun ia telah mulai berpidato di berbagai tempat. (lihat foto 1).
Beranjak dewasa, Soekarno mulai aktif di politik. Ia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai basis organisasinya bersama sejumlah rekan, termasuk Gatot Mangkoepradja. Ia kemudian ditangkap dengan tuduhan menghasut dan berhaluan komunis. Ia, Gatot, dan dua rekan lainnya dipenjara di Banceuy, Bandung. Di saat inilah ia kemudian menyusun pledooi (pembelaan)-nya yang terkenal: “Indonesia Menggugat”. Soekarno tetap dijatuhi hukuman penjara empat tahun, namun dua tahun kemudian dibebaskan. Terutama karena gejolak di dalam negeri Belanda sendiri yang mengecam hukuman itu sebagai bertentangan dengan kemanusiaan dan demokrasi.
Soekarno kembali ke politik, tapi kemudian ditangkap lagi dan lantas diasingkan ke Ende, lalu dipindahkan ke Bengkulu. Karena tidak memiliki podium dan massa, maka Soekarno memilih menjadi guru relawan di sekolah Muhammadiyah. Di sinilah ia kemudian jatuh hati pada salah satu muridnya, anak tokoh lokal Hassan Din. Namanya: Fatmawati. Padahal, saat itu Soekarno masih beristrikan Inggit Garnasih, istri keduanya setelah menceraikan istri pertamanya Siti Oetari.
Di saat ‘galau’ dengan masalah rumah tangganya, terutama karena Inggit belum mampu memberikan anak, ekskalasi politik memanas. Perang Dunia II mencapai Asia dengan masuknya Jepang ke dalam kancah perang dengan membom pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii. Jepang memberikan istilah sendiri untuk Perang Dunia II di teater Pasifik sebagai “Perang Asia Timur Raya”. Kekuatan Jepang dengan cepat melumpuhkan satu demi satu negara di Asia, terutama di Asia Timur dan Tenggara. Indonesia yang waktu itu dikuasai Belanda ikut jatuh, menyusul kalahnya Amerika Serikat dan Inggris di Singapura dan Filipina.
Pasukan Belanda pimpinan Letnan Kolonel Hoogeband yang berpangkalan di Bengkulu sempat akan memindahkan Soekarno ke Jawa untuk kemudian akan diungsikan ke Australia. Tapi terlambat karena Jepang keburu mendarat. Terjadi kekacauan, perampokan dan penjarahan terutama terhadap orang-orang Belanda dan keturunan Tionghoa. Beberapa petinggi tentara Belanda di sana kemudian dieksekusi oleh tentara Jepang. Soekarno sendiri digambarkan sempat menyelamatkan pedagang Tionghoa yang dirampok oleh tentara Jepang.
Berbeda dengan Belanda, Jepang bersikap baik kepada Soekarno. Ia dibawa kembali ke Jawa. Tujuan Jepang adalah memanfaatkan Soekarno untuk menarik hati rakyat agar mendukung program 3 A: Jepang Cahaya Asia, Jepang Sahabat Asia, Jepang Pelindung Asia. Ini adalah program propaganda perang negeri matahari terbit itu. Apalagi ia sempat diperbolehkan membentuk PETA (PEmbela Tanah Air) dan PUTERA (PUsat TEnaga Rakyat), serta mengibarkan bendera merah-putih dan menyanyikan Indonesia Raya di seluruh Jawa. Tapi, Soekarno sedih karena Jepang malah menggunakannya untuk mencari tenaga kerja paksa romusha. Di film ini digambarkan bahwa foto Soekarno sedang menjadi ‘mandor’ memang sengaja dibuat Jepang sebagai alat propaganda.
Walau begitu, Soekarno merasa bisa memanfaatkan situasi ini untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sutan Sjahrir keras menolak, untung ada Mohammad Hatta yang bijak menjadi penengah. Akhirnya disepakati dua jalan, Soekarno dan Hatta mencari peluang kooperasi dengan pemerintah Dai Nippon, sedangkan Sutan Sjahrir memimpin kelompok pemuda berada di garis keras.
Di tengah situasi genting, Soekarno mengalami masalah rumah tangga. Ia ingin menikahi Fatmawati, tapi tidak mau menceraikan Inggit. Masalahnya, Inggit tidak mau dimadu dan Fatmawati sudah dilamar orang lain. Akhirnya, Inggit mengalah dan meminta diceraikan. Soekarno pun menikahi Fatmawati dan tak lama kemudian istrinya itu hamil. Soekarno pun tak lama kemudian digembirakan dengan lahirnya putra pertamanya, yang diberi nama Guntur Soekarnoputra.
Tanpa diduga, Amerika Serikat yang gusar pada kekalahan di Pearl Harbour menggunakan jalan pintas yang kejam untuk mengakhiri perang: menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Jepang menyerah kalah. Siaran radio luar negeri yang dilarang berhasil didengarkan oleh beberapa tokoh, terutama Sjahrir. Ia membujuk Soekarno dan Hatta agar mengabaikan janji kemerdekaan dari Jepang, yang rencananya akan diadakan pada tanggal 22 Agustus 1945. Soekarno yang sempat diberikan penghargaan langsung oleh Kaisar Jepang Hirohito –yang bahkan rela turun dari singgasana untuk menyalami Soekarno, suatu hal yang amat sangat langka karena ia dianggap dewa di negerinya- masih mempercayai Jepang.
Saat Soekarno, Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh ‘tua’ masih mempertimbangkan beberapa hal, kelompok pemuda bergerak. Mereka menculik Soekarno, Hatta dan Fatmawati ke Rengasdengklok pada 15 Agustus 1945. Sjahrir terkejut dan marah. Meski berbeda pendapat dengan Soekarno-Hatta, ia menyatakan kedua tokoh itu sangat penting bagi pergerakan kemerdekaan. “Dua-tiga Sjahrir pun tak akan bisa menggantikan Soekarno!” katanya. Ia pun mendesak para pemuda untuk mengembalikan keduanya ke Jakarta.
[caption id="attachment_310027" align="aligncenter" width="612" caption="(Foto 2) Perumusan naskah Proklamasi."]
Sesampai di Jakarta, Laksamana Tadashi Maeda melaksanakan janji samurainya setelah dalam pertemuan sebelumnya sempat disindir Hatta. Ia meminjamkan rumahnya sebagai tempat merumuskan naskah proklamasi. Bahkan, tokoh-tokoh pergerakan sudah dikumpulkan sebelumnya dan menyambut Soekarno-Hatta saat tiba di rumah Maeda. Akhirnya, diputuskan tiga orang untuk menyusun naskah proklamasi: Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo (lihat foto 2).
Ketika naskah itu selesai ditulis tangan, Sayuti Melik ditugaskan mengetiknya. Suasana tegang terasa, terutama karena kuatir tentara Jepang akan ikut campur. Tapi karena jaminan Maeda, semua lancar dan aman. Esok paginya, Hatta pulang dulu untuk sahur, mandi dan berganti pakaian. Dalam film tidak digambarkan, tapi saat itu bulan Ramadhan. Soekarno yang kelelahan demam. Ia diperiksa dr. Soeharto. Tapi saat Bodancho PETA Latief Hendraningrat melapor semua sudah siap, Soekarno menolak membacakan proklamasi tanpa Hatta. Ketika akhirnya Hatta datang, acara pun dimulai dengan sambutan singkat dari Soekarno yang dilanjutkan pembacaan naskah proklamasi dan pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya. Beberapa malam sebelumnya, Fatmawati yang sedang mengandung menjahit sendiri dengan tangan bendera pusaka itu. Bendera nasional pertama yang dikibarkan di era Indonesia merdeka.
Kemerdekaan Indonesia disambut, peran Soekarno terus berlanjut. Dan bangsa ini terus memantapkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Soekarno akan selamanya dikenang sebagai Bapak Bangsa yang telah membawa Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Kritik Film
[caption id="attachment_310028" align="alignright" width="361" caption="(Foto 3) Detail ornamen yang apik"]
Cuma ada beberapa pertanyaan kecil di benak, seperti penggunaan stopmap yang tampak berkali-kali di film ini. Sepertinya model begitu baru ada di tahun 1960-an. Di film Soekarno ini juga tak tampak jelas ada penggambaran tahun berapa saat itu seperti dari kalender, kecuali satu scene saja diperlihatkan sepintas dari selebaran “Oetoesan Hindia”. Sebagian besar pengetahuan penonton soal tahun kejadian didapat dari keterangan di subtitle. Tampak jelasnya merek “Teh 2 Tang” saat Fatmawati membuatkan teh di dapur rumah juga agak mengganggu. Memang sih, sponsor. Desain kemasannya juga dibuat kuno, tapi, apa iya di tahun itu sudah ada? Juga buku-buku yang tampak kusam, kelihatan lawas betulan. Padahal, di tahun 1945, buku-buku itu masih relatif baru kan? Coba deh tengok film Hollywood ber-setting lama, justru ditampakkan ‘kebaruan’ segala sesuatu di era itu, bukannya era itu dilihat dari masa sekarang. Satu contoh yang paling bagus adalah penggambaran ulang Titanic saat masih berlayar, tampak jelas kemewahannya.
Banyaknya tokoh yang berseliweran di layar juga membingungkan penonton. Saya saja yang ‘khatam’ sejarah bangsa, harus menerka-nerka. Beberapa tokoh sejarah yang jelas disebut namanya selain Soekarno dan Hatta adalah Sutan Sjahrir, Ahmad Subardjo, Gatot Mangkoeprodjo, Haji Agus Salim, Haji Oemar Said Tjokroaminoto, Dr. Radjiman Wediodiningrat, dokter Sujudi, Latief Hendraningrat, Soekemi Sosrodihardjo ayah Soekarno dan tokoh pemuda Wikana. Tentu selain dua istri Soekarno di periode itu, Inggit Garnasih dan Fatmawati. Juga ada ‘pemeran pembantu’ seperti Omi (Ratna Djoeami), Riwu dan Hassan Din ayah Fatmawati, serta bayi Guntur Soekarnoputra. Sementara dari pihak ‘musuh’ ada Laksamana Tadashi Maeda, Marsekal Hitoshi Imamura, Kumakichi Harada, Nishijima, Letkol Hoogeband bahkan Kaisar Jepang Emperor Hirohito. Dari credit title, baru saya tahu ada nama-nama karakter sejarah lain seperti Ki Bagus Hadikusumo, Sujatmoko, Ki Hadjar Dewantara, Chaerul Saleh, Dr. Waworuntu, Musso, Sukarni, Subadio Sastrosatomo, Maskoen, bahkan Otto Iskandar Dinata (Otista), tapi saya tidak ngeh yang mana. Kecuali Sayuti Melik yang adegan ia mengetik naskah proklamasi dan dr. Soeharto yang adegan memeriksa Soekarno saat sakit menjelang proklamasinya cukup jelas, yang lainnya cuma muncul selintas saja tampaknya. Akan lebih baik bila ada keterangan subtitle saat tokoh-tokoh itu muncul untuk pertama kalinya di layar. Satu yang saya heran, Mr. Muhammad Yamin yang diberi peran penting di masa Orde Baru bahkan disebut sebagai perumus naskah Pancasila sama sekali tak ditampilkan. Saya juga sempat salah mengira salah satu pemuda sebagai Tan Malaka, namun di credit title ternyata Musso.
Melihat deretan tokoh sejarah itu, film ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia didirikan oleh banyak orang yang menyadari arti pentingnya bersatu. Soekarno dan Hatta juga ditampilkan beberapa kali berbeda pendapat, tapi mampu mengesampingkannya demi kepentingan bangsa yang lebih besar. Menariknya, tampak bahwa Kartosuwiryo ternyata pernah sama-sama indekost bersama Soekarno di rumah HOS Cokroaminoto. Di kemudian hari, ia memberontak kepada Republik Indonesia dengan memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII). Juga tampak ada pertentangan ideologis dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Tapi semua itu mampu mengerucut kepada satu tujuan: demi Indonesia Raya.
Penggunaan footage film dokumenter sejarah asli juga bagus. Mampu berpadu apik dengan film baru rekayasa sutradara Hanung Bramantyo ini. Adegan menjelang proklamasi juga cukup detail. Hanya saja saya mempertanyakan kenapa justru saat pembacaannya hanya tampak layar gelap disertai subtitle teks proklamasi disertai diperdengarkannya suara asli Soekarno? Apakah disensor atau kenapa? Kalau pun adegan pembacaan yang dibuat baru di film ini dianggap kurang sesuai, tampilkan saja foto asli proklamasi yang dibuat oleh Alex Mendur dari IPPHOS.
Toh, di balik semua kekurangan apalagi perseteruan dengan Rachmawati Soekarnoputri, film ini patut diacungi jempol. Karena di masa Orde Baru, hampir mustahil film ini dibuat. Ini karena sosok Bung Karno yang memang kontroversial. Ia dipuja, tapi juga dibenci oleh sebagian kelompok masyarakat, terutama pendukung Orde Baru. Secara apik film ini mampu masuk ke penuturan sejarah tanpa perlu memihak. Salut!
Catatan: Resensi ini dimuat juga di http://resensi-film.com.
Kunjungi untuk membaca resensi lebih dari 100 film di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H