Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pernikahan Tak Seindah Pacaran

10 Januari 2015   19:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:25 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14208679001697703365

[caption id="attachment_389825" align="aligncenter" width="350" caption="Ilustrasi: Pernikahan ala negeri dongeng (Sumber: tvtropes.com)"][/caption]

Seringkali, kita melihat dongeng atau film yang intinya "happily ever after". Setelah proses mendapatkan seorang kekasih yang mengharu-biru, diakhiri prosesi pernikahan megah dan lantas bahagia selamanya.

Faktanya, di kehidupan nyata, ceritanya jauh berbeda. Tentu ini mengesampingkan golongan atas dan para selebritis yang kisahnya memang bak negeri dongeng. Tetapi kita bisa melihat di infotainment, bahwa mereka pun kawin-cerai.

Terserah mau diingkari atau tidak, uang adalah masalah utama. Bukan cinta. Kita tidak bisa makan cinta sehari-hari. Segala hal perlu uang, tidak cuma makan-minum, pakaian dan rumah yang kebutuhan primer, tetapi juga pendidikan dan kesehatan. "Money talks". Suka atau tidak.

Bila uang ada, kita bisa menyewa jasa orang lain untuk membantu kehidupan rumah tangga. Mulai dari asisten/pembantu rumah tangga, penjaga bayi atau baby sitter, hingga satpam atau supir. Makin banyak uang, apalagi kalau orangtua atau mertua kita memang orang berada, makin sedikit urusan pekerjaan rumah tangga yang perlu kita tangani sendiri. Oleh karena itu jangan heran, di televisi seringkali ada artis yang baru menikah dan punya anak bayi malah asyik jalan-jalan berdua. Mereka mempromosikan "pacaran setelah menikah". Terlihat indah, tapi ingat, itu hanya bisa bila kita -frankly speaking- kaya.

Teman-teman saya yang tidak begitu, boro-boro sempat "pacaran di mall", mengurus rumah saja kewalahan. Banyak pihak istri yang sarjana terpaksa berhenti bekerja demi mengurus bayi dan rumah. Sudah begitu, masih saja kerepotan karena tanpa pembantu. Beberapa rumah teman saya yang saya kunjungi, begitu berantakannya dan terlihat sekali sang istri kelelahan mengurusnya. Itu kenyataan, bukan dongeng.

Tetapi cara mendapatkan uang juga penting. Saya mengamati sendiri, dari mereka yang saya kenal langsung hingga sekedar bersinggungan, bahwa uang yang didapat dengan tidak berkah akan bermasalah di kemudian hari. Percaya atau tidak, super-boss yang saya ceritakan di artikel saya di Kompasiana "Pelacur di Siang Hari" tentu punya uang banyak, tetapi toh kehidupan pernikahannya tidak juga seindah dongeng.

Selingkuh adalah godaan utama bagi suami atau istri yang memiliki uang. Saya bilang istri juga, karena istri yang bekerja jelas merasa punya "power" lebih. Apalagi kalau dalam Islam, suami harus menafkahi keluarga. Sementara bila istri juga bekerja, maka uangnya milik sendiri. Sehingga istri yang bekerja atau berpenghasilan sendiri juga rentan selingkuh. Selingkuh saat sudah menikah "sakitnya tuh di sini (hati) dan di sini (dompet)". Karena saat terpaksa bercerai, maka harta yang sudah dikumpulkan susah-payah harus dibagi, bahkan bila pasangan hidup yang salah sekalipun. Jauh lebih sakit dan merepotkan bila diselingkuhi saat sudah menikah daripada saat masih pacaran.

Pasangan yang baru menikah, biasanya akan dikejutkan dengan "benturan budaya". Hal-hal kecil seperti keluar dari kamar mandi tanpa busana, tidur mengorok, memakai sandal di dalam rumah, bisa memicu pertengkaran. Tetapi ini sebenarnya mudah diatasi dengan komunikasi yang baik, dilandasi rasa toleransi dan saling pengertian.

Makin lama menikah, romantisme biasanya akan makin mengendur. Justru di saat itulah biasanya godaan datang. Terutama bagi pihak lelaki karena merasa punya uang dan kuasa. Sementara istri di rumah sibuk mengurus anak dan rumah, ia di luar rumah bisa bertemu para wanita menarik yang justru mendambakan pria mapan (baca: kaya).

Di atas itu semua, justru harus diperhatikan adalah faktor pesta pernikahan. Seperti tulisan yang sempat jadi Trending Article kemarin, di Arab (penulisnya menggeneralisasi Arab, bila membaca tulisan sepertinya Arab Saudi, bukan semua jazirah Arabia, tetapi ada komentar penulis sendiri yang bersangkutan mengatakan "Arab itu luas". Ambigu.) mempelai sampai berhutang hanya untuk mengadakan pesta pernikahan.  Realitasnya, saya juga melihat ada beberapa orang di sekitar saya 'nekat' begitu. Berhutang untuk menikah. Padahal, kalau dalam Islam, haram hukumnya. Mahar tidak boleh dihutang. Karena itu Islam memudahkan mahar, hanya dengan sebutir kurma bisa melamar seorang wanita. Atau "mengajari membaca Al-Qur'an" sehingga ada film "Kupinang engkau dengan Bismillah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun