Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 73

6 Februari 2015   06:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:44 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14217582741237221344

Kisah sebelumnya : (Bagian 72)

(Bagian 73)

Setelah ditunggu hingga satu jam, Cinta dan Carmen tak juga datang. Perangkat komunikasi keduanya juga di-non-aktif-kan. Maka, daripada kelaparan, Maura mempersilahkan semua untuk makan siang lebih dulu. Tanpa perlu menunggu disuruh dua kali, semuanya yang memang sudah lapar menyerbu meja makan. Meja tempat mereka memang dipisahkan dari meja keluarga di ruang tengah. Menunya sama, hanya saja porsinya lebih sedikit.

Saat makan, Maura dan Jonathan beberapa kali meminta izin untuk bolak-balik ke ruang tengah dan ruang tamu dimana masih ada keluarga mereka yang lain. Bagaimanapun, mereka harus jadi tuan rumah yang baik.

Tiba-tiba saja, smartphone Alya berdering.

“Alya, hape lu bunyi tuh!” Maura yang pertama sadar.

Karena sedang makan, Alya kelabakan mencari di mana gerangan letak tasnya yang tadi digeletakkan begitu saja di salah satu kursi. Ia meletakkan piringnya dan mencari-cari di dalam tas tangannya. Sayang karena terlalu lama, dering itu sudah berhenti begitu ia berhasil mendapatkan gawainya.

Mencari daftar missed call, Alya terkejut sekaligus senang melihat siapa yang menelepon.

“Hei semua! Ini Cinta telepon, gue telepon balik ya…,” ujar Alya. Maura dan Milly pun mengerumuninya. Tentu saja Basuki dan Jonathan tidak ikut. Mereka malah asyik berbincang soal bisnis. Cuma dua kali nada panggil, telepon langsung diangkat.

“Halo…,” sapa suara di seberang sana.

“Halo Cinta, di mana lu?” sapa Alya begitu telepon terdengar suara Cinta mengangkat telepon.

“Lu udah sampe Ya?”

“Udah… dari tadi keleus…”

“OK. Rumahnya yang pager ijo bukan sih? Yang banyak mobil? Gue kok gak yakin ya?”

“Iya. Bener. Lu udah di depan?”

“Iya… udah. Bentar gue parkir kalo gitu… Oh… lho sama Mas Bas?”

“Iya. Kenapa?”

“Enggak, gue liat mobilnya. Gue kan apal nomernya…”

“Ya udah, kita tungguin di depan deh… Parkir ati-ati…”

“Sip!”

Maura, Milly dan Alya pun bak anak kecil setengah berlari pergi ke depan rumah. Mereka hendak menyambut Cinta di depan pagar. Sekaligus untuk membuat Cinta yakin bahwa ia tidak salah rumah.

Dari kejauhan, Cinta tampak melambaikan tangan. Karena mobil tamu keluarga Maura cukup banyak, maka Cinta pun terpaksa parkir agak jauh. Tak sabar menunggu Cinta mendekat, ketiga sahabatnya berlari menyambutnya. Mereka lantas berpelukan dan menandak-nandak di taman kompleks yang berjarak beberapa meter dari rumah Maura. Kelakuan ketiganya bak masih anak SMA. Sayangnya, Cinta tampak kurang bersemangat. Ia melayani seadanya saja antusiasme ketiga sahabatnya.

Alya merangkul Cinta di kanan, sementara Milly di kirinya. Maura memeluknya dari belakang. Berempat mereka menuju ke rumah Maura. Setiba di teras samping, Basuki dan Jonathan menyambut Cinta. Maura mempersilahkan Cinta mengambil makanan, sementara Alya dan Milly pun meneruskan makan mereka yang belum selesai. Maura sendiri hanya makan sedikit dan sudah selesai sedari tadi.

Cinta meminta waktu kepada yang lain untuk bicara berdua dengan Alya. Karena mengerti posisi keduanya, maka Maura mengajak Milly untuk pindah tempat duduk di depan kolam ikan.

Sambil menyuap saladnya perlahan, Cinta membuka percakapan dengan suara lirih, “Alya… lu kok gak bilang sama Mas Bas sih?”

Alya heran sendiri dengan pertanyaan sahabatnya, “Lho, kenapa gitu? Lu gak nanya kan? Lagian Maura juga gak ngelarang toh?”

“Iya sih… Cuma tadi gue kepikiran aja ngajak Borne…,” Cinta tampak menerawang.

“Ah, gila lu! Kan justru dia yang jadi sumber masalah lu sama Carmen?” sergah Alya.

“Yaaa… Dan tadi untuk pertama kalinya gue berantem sama dia,” suara Cinta tampak seperti menyesal.

“Nah lho! Lu ngomong apa sama Borne?” Alya ingin tahu.

Cinta menatap mata sahabatnya dalam-dalam. Lalu ia berkata, “Gue bilang, kalau gue lebih memilih sahabat gue daripada pacar.”

Spontan, Alya menepuk jidatnya, “Aduh! Kenapa gitu sih lu? Gue kirain lu jago soal cowok!”

“Ya enggak lah… Kalau udah ngalamin sendiri, gue goblok juga ternyata…,” Cinta mengomentari dirinya sendiri.

“Iyaaa… Padahal kan selama ini lu yang justru sering ngasih nasehat ke orang lain… Secara lu jam terbangnya paling tinggi kan?” seloroh Alya.

“Jam terbang apaan? Lu kata gue pilot?” Cinta mulai tampak naik sedikit mood-nya mendengar seloroh sahabat terdekatnya itu.

“Eh, sori kalo gue kepo… terus lu ngomong apa lagi sama Borne?” tanya Alya.

“Ya nggak kepo lah… orang guenya juga mau cerita kok… Tadi itu, gue cerita mau ngajak dia ke sini… Tapi dia kan tau kalo Carmen ternyata suka sama dia. Dia bilang gak mau bikin suasana jadi gak enak. Terus gue marah gitu… Gue bilang lu jadi cowok masih aja cemen, gak kayak Rangga. Masa’ udah berani ngejadiin gue pacar malah gak berani ngadepin sohib gue?” cerita Cinta panjang.

“Ha? Lu ngomong gitu? Duh, tega amat sih lu!” komentar Alya.

“Iya sih… Emang omongan gue kebangetan… Abis… gue bête gak dibelain sama dia..,” Cinta kembali menatapi halaman samping rumah Maura yang tertata indah.

“Terus… terus… dia ngomong apa?” Alya ingin tahu reaksi Borne.

“Yaaah… dia kedengeran kecewa gitu. Gue gak bisa liat mukanya sih, tapi ngomongnya itu…,” kalimat Cinta menggantung.

“Ngomong apa dia?” Alya penasaran.

“Yaaa… dia ngomong kalo dia emang gak bakalan pernah bisa nyaingin Rangga sampe kapan pun di hati gue…,” ujar Cinta, matanya tampak berkaca-kaca saat mengatakan itu.

“Duh… dalem… terus gimana?” Alya tambah ingin tahu kelanjutannya.

“Terus…?” Cinta menatap mata sahabatnya, lalu menangis pelan, “Dia nutup teleponnya. Gue coba terus nelepon dia sampe tadi mau ke sini, teleponnya di-off-in. Padahal dia gak pernah nge-off-in telepon selama ini.”

Cinta meminta pendapat Alya, “Menurut lu, gue jahat ya Ya?”

Alya menghela nafas sambil menepuk bahu sahabatnya, “Yaaahhh… agak berlebihan aja sih menurut gue.”

“Berlebihan? Reaksioner maksud lu? Ato emang lu mau bilang gue jahat cuma gak tega?” desak Cinta.

Alya tidak menjawab pertanyaan itu dan malah mengangsurkan tissue. Cinta menerimanya dan mengusap matanya yang basah dan sedikit lender di hidungnya. Ia lantas membuang tissue itu ke tempat sampah di samping kursi panjang yang mereka duduki.

“Gue bisa putus sama Borne nih cuma gara-gara ini. Tapi gue gak mau berantem sama Carmen cuma gara-gara cowok doang juga! Gimana dong?” Cinta tampak bingung.

Alya hati-hati memberikan saran. “Enggg… boleh nggak gue minta Maura sama Milly gabung ke sini?”

Sejak Cinta mulai menangis, sebenarnya kedua sahabatnya itu sudah mencuri-curi pandang. Tetapi merea sangat menghargai privasi sehingga tidak berani mendekat tanpa diundang. Alya memandang ke arah mereka, lalu Cinta juga ikut menatap, lalu mengangguk. Alya pun memanggil keduanya dengan lambaian tangan yang segera disambut dengan senyum lebar oleh Maura. Sementara Milly tampak mengikuti dengan langkah hati-hati di belakangnya. Ia tahu kalau Cinta tahu bahwasanya Milly lebih dekat kepada Carmen. Ia kuatir Cinta malah melampiaskan kekesalannya kepada dirinya.

(Bersambung…)

Catatan Khusus:

Kisah “Ada Asa Dalam Cinta: Episode 1” ini akan segera berakhir… beritahukan teman-teman Anda agar segera turut membacanya di Kompasiana ya… ;)

Segera setelah pemuatan di Kompasiana ini berakhir, akan masuk tahap penyuntingan (editing) akhir dalam proses pencetakan menjadi buku. Versi buku akan berbeda dalam beberapa detail dibandingkan versi di Kompasiana ini. Karena itu, tetap beli bukunya nanti saat sudah terbit ya :)

Catatan Tambahan: Karena sempat terjadi kegagalan pengunggahan beberapa kali, maka untuk memenuhi target pemuatan, mulai hari ini Minggu, 1 Februari 2015 hingga Jum’at, 6 Februari 2015 serial novel AADC akan dimuat dua kali sehari.

———————————————————————————————————————-

Cerita bersambung ini dimuat setiap hari di laman penulis http://kompasiana.com/bhayu

Untuk membaca kisah seluruh bagian yang lain, dapat mengklik tautan yang ada dalam daftar di:

Ada Asa Dalam Cinta (Sinopsis  & Tautan Kisah Lengkap)

———————————————————————

Foto: Antono Purnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu M.H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun