Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 72

6 Februari 2015   04:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:44 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14217582741237221344

Kisah sebelumnya: (Bagian 71)

(Bagian 72)

Hari Natal tiba.

Sebagai seorang Kristiani yang taat, Maura pergi ke gereja dalam dua kali misa Natal. Misa malam Natal dan misa Hari Natal. Dan sama saja dengan hari besar agama lain, Natal pun menjadi momentum untuk berkumpul bersama keluarga dan handai-taulan.

Maura bukan anak tertua di keluarga ayahnya, maka biasanya ia yang berkunjung ke rumah saudara-saudaranya. Tetapi kali itu, ia membuka rumahnya untuk para sahabatnya. Kebetulan, tahun itu ia dapat giliran untuk menjadi tuan rumah bagi arisan keluarga besar. Maka, meskipun rumah Maura tidaklah besar, tetapi disulap sedemikian rupa agar bisa menampung sekitar 50 orang tamu. Beberapa perabotan Maura terpaksa dititipkan di rumah tetangga. Untunglah di kompleks tempat tinggalnya toleransi dan rasa guyub kental sehingga bila ada yang punya hajat bisa dengan mudah meminta tolong. Malah beberapa orang ibu-ibu tetangganya ikut repot pula di dapur. Memasak bagi hidangan Natal, padahal mereka Muslim.

Kehangatan kasih sesama umat manusia inilah yang coba ditawarkan Maura kepada para sahabatnya. Ia berharap momentum Natal itu bisa mendamaikan perselisihan yang terjadi antara Cinta dan Carmen. Kejadian yang memaksa Alya dan Milly pun jadi berpihak. Persahabatan lima wanita itu terancam pecah. Dan Maura yang tidak terlibat konflik sejak awal dan memang tidak dekat secara khusus dengan salah satu pihak merasa berkewajiban menjadi penengah.

Maura sendiri sudah mengatur agar para sahabatnya datang di saat keluarganya justru sudah selesai melaksanakan ibadah pengucapan syukur. Sehingga bagi mereka yang Muslim tidak perlu mengikuti ibadah. Carmen juga beragama Kristiani, hanya saja ia Protestan. Sementara Maura Katholik. Meski ada perbedaan dalam banyak hal, tetapi kesamaan sebagai pengikut Yesus Kristus membuat Maura tak terlalu kuatir pada Carmen. Ia justru takut melukai iman Cinta, Alya, dan Milly yang Muslim. Karena itu ia juga memberitahukan pada keluarga bahwa nanti akan ada sahabatnya yang Muslim datang. Ia meminta pengertian mereka untuk tidak mengajak mereka melantunkan do’a bersama sebelum makan atau bentuk ibadah lain.

Kalau untuk ruangan, Maura sudah mengatur agar sahabatnya bisa punya sudut sendiri untuk mengobrol. Meski ada kemungkinan keluarganya sudah banyak yang pulang, tetapi tentu sebagai tuan rumah Maura tak bisa mengusir mereka yang masih ingin santai dan mengobrol. Acara untuk keluarga memang sudah dimulai sejak pagi sekitar jam 9. Karena misa Hari Natal sendiri sudah sejak jam 6 pagi. Dan waktu pulang dari gereja sekitar jam 8 atau 9. Maka, acara keluarga diharapkan sudah selesai saat para sahabatnya datang jam 1 siang.

Selepas adzan dzuhur yang terdengar dikumandangkan dari masjid di kompleks Maura, ibu muda itu mulai mengkondisikan keluarga intinya. Suaminya diminta membantu menjaga kedua anak mereka yang masih kecil. Meskipun ada baby sitter, tetap saja perlu pengawasan dari keluarga. Maura ingin meskipun berada di rumahnya yang sudah berkeluarga dan sudah memiliki anak, ia tetap menjadi bagian dari geng sahabatnya yang masih lajang.

Terdengar suara ketukan di pintu depan, yang disambut oleh suami Maura yang sedang berada di ruang tamu. Suara itu terdengar ragu, karena memang tidak yakin berada di rumah yang benar.

“Selamat siang…Maaf Pak… apakah benar ini rumah… Maura, eh, Bu Maura….?”

“Hai. Selamat siang, betul. Ini rumah Maura. Dengan Bu siapa ya?” sapa hangat suami Maura.

“Eh, saya Milly. Tidak usah dipanggil Bu, Pak… Saya belum ibu-ibu… Bapak siapa kalau boleh tahu?”

“Hahaha… Saya Jonathan, suami Maura. Tidak usah panggil Pak juga kalau begitu… Sahabat Maura adalah sahabat saya juga… Mari masuk, Milly…,” Jonathan mempersilahkan Milly masuk. Di ruang tamu masih ada beberapa orang keluarga. Jonathan hanya memperkenalkan Milly sebagai teman Maura dan tidak meminta Milly menyalami mereka satu per satu. Ia langsung dibawa oleh Jonathan melewati ruang tamu, ruang tengah dan langsung ke teras samping yang menghadap ke halaman samping yang kecil namun indah terawat. Di sana, terdapat meja cukup panjang berisikan aneka hidangan. Milly dipersilahkan menunggu karena Maura masih berada di kamar salah satu anaknya.

Beberapa menit kemudian, Maura menemui Milly yang masih termangu sendirian. Pembantu sudah memberikan minuman yang diletakkan di meja kecil. Tetapi Milly belum menyentuhnya sama sekali.

“Milly! Kamu yang pertama dateng! Asiiik!”

Milly berdiri dan memeluk sahabatnya. “Selamat Natal ya Maura. Sori gue bingung musti bawa apa, jadi gue cuma bawa ini…,” Milly mengangsurkan seplastik jeruk kepada Maura.

“Wah, gak usah bawa apa-apa juga gak apa-apa. Ngerepotin aja… Tapi makasih ya… ini bakal asik nih… Bentar ya… gue kasih ini ke pembantu gue dulu… Eh, itu diminum dong…,” Maura pun meninggalkan Milly lagi untuk menyerahkan jeruk itu agar diwadahi.

Saat Maura masih di dapur, terdengar ada lagi yang datang. Lagi-lagi Jonathan yang menyambut dan mengantarkannya untuk datang. Ternyata Alya yang datang bersama Basuki. Maura memang lupa tidak memesankan agar datang sendirian saja. Melihat Alya datang bersama pasangannya, Milly langsung pucat-pasi. Ia kuatir kalau Cinta akan datang bersama Borne. Padahal, itulah sumber masalah mereka.

“Milly! Rajin amat udah dateng! Ikut masak?” tanya Alya berbasa-basi sambil menggoda.

“Masak? Milly gak bisa masak… bisanya makan…. Hehehe… Apa kabar Bu Basuki… Eh, belom ya?” Milly balik menggoda, mencoba meredakan kekuatirannya.

“Eh, ini anak, udah bisa ngegodain… Mana Maura?” Alya mencubit pipi Milly sekilas dan mengajak Basuki duduk di kursi dekat Milly, tentu saja setelah Basuki juga menyalami Milly. Berdua mereka ber-chit-chat ala cewek, membuat Basuki seolah tak ada. Untunglah Jonathan datang bersama Maura. Ia lantas mengajak Basuki mengobrol. Maura mempersilahkan kedua sahabatnya dan Basuki untuk mulai makan lebih dulu, tetapi Alya menyarankan agar menunggu yang lain. Sehingga Maura pun menghidangkan penganan kecil sebagai camilan mereka mengobrol.

Tetapi setelah sekitar lima belas menit mengobrol, tidak ada tanda-tanda kehadiran dua orang terakhir, yaitu Carmen dan Cinta.

Maura pun bertanya kepada Alya, “Ya, Cinta gimana? Dateng kan?”

Cinta melirik sepintas ke arah Basuki, tetapi kekasihnya itu ternyata tidak sedang melihat ke arahnya. Ia masih mengobrol bersama Jonathan.

Dengan mengatur intonasi kalimat, Alya menjawab dengan hati-hati, “Jujur… gue gak tahu. Tadi pagi coba gua telepon gak diangkat. Gue SMS gak dibales…”

Maura memaksakan seulas senyum sambil menarik nafas perlahan. Lalu ia ganti mengarahkan pertanyaan kepada Milly.

“Milly, Carmen gimana?”

Milly tampak bingung ditanya begitu, “Lho, kok Milly yang ditanya?”

“Iya… kan Carmen deketnya sama lu?” Maura menegaskan.

“Milly… terus terang gak tau soal gimana dia hari ini… kemaren malem… eh, kemarennya lagi ding… dia emang sempat teleponan… tapi Milly bingung… gak tau musti ngapain…,” Milly tampak mulai panik lagi. Segera Alya mengambil alih situasi itu, Maura juga tampak merasa salah karena mendesak Milly.

“Milly… it’s OK… Gak papa… Yuk, minum dulu…,” ajak Alya menenangkan. Ia mengangsurkan segelas es sirup yang sudah disiapkan oleh pembantu rumah tangga Maura. Milly pun meneguknya seperti orang kehausan. Untunglah tepat saat itu pembantu Maura datang lagi membawa lima gelas tambahan sesuai pesanan Maura. Gelas kosong Milly pun langsung dibawanya pergi. Alya mengerdipkan mata kepada Maura agar tidak melanjutkan pembicaraan soal Carmen. Maura mengerti dan menganggukkan kepala.

“Eh, taun baruan pada udah punya rencana belom?” tanya Alya dengan suara dibuat ceria. Maura yang tanggap pun segera menyambut.

“Gak tau tuh suami gue. Mau ngajak ke mana? Jo!” panggil Maura kepada suaminya.

Jonathan yang sedang mengobrol bersama Basuki menoleh mendengar istrinya memanggil. Ia menunjukkan gesture bertanya dengan kepalanya yang ditengadahkan dengan mulut membuka.

“Ini Alya tanya kita mau tahun baruan di mana?” ulang Maura.

“Di mana? Nggak tahu… kita selama ini kan emang nggak pernah punya acara spesial. Kecuali kalau dapet gratisan dari kantor. Hahaha…,” seloroh Jonathan.

“Iya sih… tahun kemarin kantor gue ngadain acara di Anyer. Ya udah gue bawa keluarga ke sana. Tahun kemarinnya kantor Jonathan yang bikin acara di Pulau Seribu… Tahun ini… gak tahu deh. Kantor gue sama Jonathan kayaknya malah gak bikin apa-apa… Mungkin cuma di hotel aja di Jakarta…,” jelas Maura cukup panjang. Alya tampak takjub mendengarnya.

“Wah, kalo kantor gue sih gak pernah malah bikin acara tahun baruan… Maklum lah… beda kelas. Hehe,” gurau Alya merendah.

(Bersambung…)

Catatan Khusus:

Kisah “Ada Asa Dalam Cinta: Episode 1” ini akan segera berakhir… beritahukan teman-teman Anda agar segera turut membacanya di Kompasiana ya… ;)

Segera setelah pemuatan di Kompasiana ini berakhir, akan masuk tahap penyuntingan (editing) akhir dalam proses pencetakan menjadi buku. Versi buku akan berbeda dalam beberapa detail dibandingkan versi di Kompasiana ini. Karena itu, tetap beli bukunya nanti saat sudah terbit ya :)

Catatan Tambahan: Karena sempat terjadi kegagalan pengunggahan beberapa kali, maka untuk memenuhi target pemuatan, mulai hari ini Minggu, 1 Februari 2015 hingga Jum’at, 6 Februari 2015 serial novel AADC akan dimuat dua kali sehari.

———————————————————————————————————————-

Cerita bersambung ini dimuat setiap hari di laman penulis http://kompasiana.com/bhayu

Untuk membaca kisah seluruh bagian yang lain, dapat mengklik tautan yang ada dalam daftar di:

Ada Asa Dalam Cinta (Sinopsis  & Tautan Kisah Lengkap)

———————————————————————

Foto: Antono Purnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu M.H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun