Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 58

24 Januari 2015   04:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:29 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14217582741237221344

Kisah sebelumnya: (Bagian 57)

(Bagian 58)

[Rumah ibu Alya. Jakarta Selatan]

Alya bangun jam delapan pagi setelah tidur lagi seusai shalat Shubuh. Di hari Sabtu dan Minggu, ia memang dibiarkan bermalasan oleh ibunya. Apalagi semalam untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun sendiri, Alya pergi berkencan. Penerimaan Bimo dan Denisa kakak tiri dan kakak tiri iparnya baik. Malah, Bimo ternyata adik kelas Basuki di SMA. Kalau saja Bimo kakak kandungnya, mungkin akan risih situasinya. Tapi karena Bimo hanya kakak tiri, maka tidak masalah buat Alya. Malah, dengan sukarela Bimo memanggil Basuki dengan sapaan “Mas” dan ia sendiri meminta hanya dipanggil nama saja. Alasannya jelas, karena Basuki lebih senior.

Tetapi itu belum selesai. Hari ini, ayah tiri Alya, Pak Pangestu akan datang. Seperti biasa, setiap hari Minggu keluarga Pak Pangestu akan berkumpul di rumah ibu Alya. Dan tentunya Bimo akan menyebarluaskan berita kedatangan Basuki yang mengajak kencan adik tirinya. Sudah pasti, ia yang dianggap adik bungsu akan jadi bulan-bulanan ledekan dan godaan kakak-kakak tirinya yang iseng.

Toh meski tahu kemungkinan itu, Alya justru senang. Ia siap menghadapi ‘perang’ dengan kakak-kakak tirinya. Karena itu, dengan iseng, ia pagi-pagi setelah bangun mengirimkan SMS kepada Basuki.

-Pagi Mas Bas… udah bangun? Aku baru bangun dong… tadi abis Shubuh tidur lagi…-

Alya keluar kamar menenteng smartphone dan menyapa ibunya di ruang makan. Tampaknya beliau baru selesai sarapan karena hendak mengangkat piring kembali ke dapur. Melihat putrinya bangun, ibunya pun membalas sapaannya.

“Pagi sayang… enak bubuknya?”

“Ya… enak dong. Dingin abis ujan gini… adem. Eh, ini rotiku Bu?” tanya Alya sambil mencomot setangkup roti yang sudah disiapkan di atas meja.

“Eh, kamu tuh. Bangun tidur langsung makan… cuci muka dulu kek…,” tegur ibunya.

Alya menjawab santai, “Bu, yang makan kan mulut pake tangan… ngapain yang dicuci mukanya?”

Ibunya geleng-geleng kepala, “Duh, dasar… Kalau Mas Basuki tahu, gimana coba ini?”

Alya yang sedang berjalan menuju ruang tengah hendak menonton televisi seketika berhenti berjalan dan berbalik ke arah ibunya, “Ih, Ibu kok bawa-bawa Mas Bas segala sih?”

Ibunya terdengar tertawa sambil terus berjalan ke dapur. Ia tidak menjawab apa-apa, sehingga membuat Alya kembali ke niat semula, menonton TV. Ia geletakkan smartphone-nya di meja dan menyantap setangkup roti yang digenggamnya.

Ketika rotinya sudah habis sekitar sepuluh menit kemudian, Alya bangkit hendak menuju ke kamar mandi. Tiba-tiba bel pintu rumahnya berbunyi. Langkah Alya pun berbelok menuju ke depan rumah. Karena ia tahu ibunya tengah sibuk di dapur dan tak ada orang lain lagi di rumah mereka.

Sesampainya di depan rumah, Alya berteriak senang. Ternyata Yudhistira –kakak tiri pertamanya- yang datang. Ia masih mengenakan pakaian olahraga. Rupanya, ia baru saja jogging.

“Mas Yudhi… kok pagi-pagi udah ke sini? Sendirian?” sapa Alya sambil menuju ke pagar.

“Lah, kamu… kok tumben nggak jogging?”balas Yudhi.

“Hehe… lagi males. Kecapekan, yuk, masuk Mas…,” ajak Alya.

“Iya… aku denger… katanya semalem ada yang pergi sama cowok sih ya?” goda Yudhi sambil melangkah masuk melewati pintu pagar yang dibukakan Alya.

“Aaahhh…. Siapa nih yang cerita? Mas Bimo ya? Atau Ibu?” suara Alya bernada merajuk.

Sambil tertawa kecil, Yudhi terus berjalan ke teras, diikuti Alya di belakangnya.

“Eh, bawa apaan tuh? Buat Alya ya?” tanya Alya begitu melihat Yudhi menenteng kantong plastik, selain sport travel bag yang dibawanya.

Yudhi sengaja seperti menyembunyikan kantong plastik itu. Ia pun berkilah, “Eh, bukaan….”

“Idih, kok diumpetin gitu sih?” Alya malah berusaha meraih kantong plastik itu. Jadinya seperti main rebutan antar anak saja. Padahal usia Yudhi sudah 43 tahun dan beranak 3. Sementara Alya sendiri sudah 29 tahun. Tapi mereka bermain bak anak 5 tahun saja.

Keributan di teras itu memancing ibu Alya keluar. Ia memergoki putri tunggalnya tengah bermain kejar-kejaran kecil dengan anak tirinya.

“He… he… iki opo tho? Kok kayak anak kecil saja? Malu dong kalau dilihat tetangga…,” tegur ibu Alya.

“Eh… hehehe…. Sugeng enjang Bu… Mampir ini, mau ngaturaken meniko…,” ujar Yudhi, lalu menyerahkan kantong plastik yang sedari tadi dikejar Alya karena penasaran kepada isinya. Melihat kantong itu diberikan kepada ibunya, segera Alya merebutnya dari tangan ibunya yang tak siap. Ia pun melongok isinya.

“Assiiiik… jajanan pasar! Tau aja kesukaan adeknya!” Alya pun membawa kabur kantong plastik itu ke dalam. Membuat ibunya geleng-geleng kepala. Sementara Yudhistira beringsut maju dan mencium tangan ibu tirinya itu.

“Kamu itu kok manjain si Alya banget sih?” tanya ibunya sambil menepuk bahu Yudhi.

“Yaaa… gimana Bu… Saya kan belum pernah punya adik perempuan… Seneng aja liat dia lucu kayak tadi. Heheheee…,” ujar Yudhi.

“Ayo masuk… kamu habis olahraga ya?” tanya ibu Alya.

“Iya Bu… Ini saya memang sengaja mau sekalian numpang mandi…,” ujar Yudhi terus-terang.

“Oh ya sudah, sana langsung, mumpung si Alya belum make kamar mandinya. Kalau udah keduluan, lama nungguin dia selesai nanti,” suruh ibu Alya. Yudhi pun langsung masuk ke dalam. Tentu saja karena rumah itu sudah seperti rumah sendiri baginya.

Ia melihat Alya di depan TV sudah membongkar isi plastik yang dibawanya. Ia asyik makan makanan di sana sambil melihat film kartun. Yudhi mengendap-endap ke kamar mandi, melewati Alya yang tak sadar. Barulah di depan pintu, ia berteriak, “Adik kecil, aku mandi dulu ya….”

Alya menengok dan melihat Yudhi melambaikan tangan sebelum menutup pintu, lalu berteriak, “Eh, curang! Aku duluan yang mandiiiii!” tetapi Yudhi sudah keburu menutup pintu. Alya pun berteriak lantang agar terdengar dari dalam kamar mandi, “Wah, pinter nih. Strategi pengalihan. Nyogok makanan supaya duluan make kamar mandi!” Dari dalam kamar mandi, terdengar suara Yudhi yang tertawa sambil sengaja bersiul-siul.

Alya sendiri sebenarnya belum berniat mandi, hanya sekedar bermain-main saja dengan Yudhi. Usai melihat Yudhi malah masuk kamar mandi, Alya pun menikmati jajanan yang dibawa kakak tirinya itu. Sebenarnya, jarang ada kasus rebutan kamar mandi di rumah itu. Karena mereka cuma tinggal berdua saja selama ini. Sementara kamar mandi ada dua, satu di ruang tengah sebagai kamar mandi utama dan satu di belakang dekat tempat cucian sebagai kamar mandi cadangan.

Saat Alya hendak meraih remote control untuk mengganti channel TV, ia melihat layar smartphone-nya berpendar dan case-nya bergetar. Ia memang menyetelnya ke mode vibrate. Alih-alih mengambil remote control TV yang semula diniatkannya, tangannya meraih smartphone. Ia melihat nama Basuki di layarnya. Karena itu panggilan telepon, Alya menekan tombol answer.

“Haloooo Mas Bas… pagi…” sapa Alya.

“Pagi Alya cantik… lagi apain?” tanya Basuki dengan gaya seperti anak kecil.

“Ummm… lagi tonton kartun… ambil maem… Mas lagi apain?” Alya menjawab dan langsung balas bertanya. Terdengar suara tawa Basuki yang seperti dekat.

“Aku? Lagi berdiri….,” jawab Basuki.

“Berdiri? Ngapain berdiri? Jadi tiang listrik?” canda Alya.

“Iya nih… hampir… Kalo nggak dibukain pintu…,” ucapan Basuki menggantung.

“Maksudnya gimana? Nggak dibukain pintu? Sama siapa?” tanya Alya bingung. Ia bicara sambil terus mengunyah kue yang dibawakan Yudhi.

“Iya… nggak dibukain pintu sama yang punya rumah…,” jawab Basuki.

“Ih, gimana sih yang punya rumah? Gak kasian sama Mas Bas ya? Ketok aja yang kenceng Mas…,” saran Alya.

Dan Basuki pun menjawab, “Oke, aku ketok yang kenceng ya…”

Dok-dok-dok! Terdengar suara ketukan di seberang telepon. Tetapi Alya heran, kok suara ketokan itu seperti dekat ya?

Dok-dok-dok! Terdengar lagi suara ketukan. Benar! Itu ketukan di pintu pagar. Alya pun segera berseru ke telepon, “Mas Bas… bentar ya… ada tamu di depan. Ntar kutelepon lagi. Byee…”

Alya pun menutup sambungan telepon, meletakkan smartphone, dan beranjak ke depan. Sambil berjalan, ia berpikir, “Kok pas bener sih ngetoknya barengan sama Mas Bas gitu…?”

Melangkah cepat ke depan, begitu sampai di teras dan melihat ke gerbang, barulah Alya terpekik.

“Ha? Mas Bas? Ngapain pagi-pagi udah ke sini?”

“Iya nih. Yang punya rumah mana ya?” ujar Basuki bercanda.

“Idiih…. Gak terima permintaan sumbangan ya… Sana pergi!” usir Alya pura-pura.

“Yeee… orang mau nyumbang kok, bukan minta sumbangan…,” balas Basuki.

Alya pun membukakan pintu. Ia melihat Basuki juga masih berpakaian olahraga seperti Yudhi tadi. Ia rupanya juga baru selesai jogging di hari Minggu pagi itu.

“Aduuh… Alya malu nih. Belum mandi…,” Alya mempersilahkan Basuki masuk.

“Gak papa… tetap cantik kok…,” hibur Basuki.

“Eh, kalo itu sih udah tau dari dulu…,” Alya malah berlagak sombong. Tak pelak ucapannya itu memancing kegemasan Basuki yang mencubit pipinya. Sambil tertawa, Alya mengelak dan setengah berlari menghindar ke teras. Basuki tidak mengejar seperti Yudhi karena ia cuma tamu, belum jadi keluarga. Berjalan santai, Basuki pun melangkah ke teras.

“Boleh duduk gak nih?” tanyanya.

Alya berbalik dan berkacak pinggang, “Gak boleh! Katanya mau jadi tiang listrik?”

“Iya deh… aku berdiri aja…,” ujar Basuki sambil meluruskan tangan di samping tubuhnya, bergaya bak patung yang kaku.

Alya terkekeh dan berjalan menuju Basuki, lalu memegang tubuhnya yang sengaja dikakukan, menyeretnya supaya duduk.

“Iya… boleh duduk… Ayo duduk… Duh… Ini tiang listrik susah amat sih dibengkokin?” Alya seperti anak kecil yang menyeret-nyeret boneka raksasa. Basuki yang semula sengaja mengeraskan tubuh supaya sulit diseret Alya pun melemaskan tubuhnya. Ia mengalah dan sambil tertawa akhirnya duduk di kursi. Alya pura-pura terengah-engah kecapekan. Ia pun lantas duduk pula di kursi satunya, diselingi satu meja dengan kursi yang diduduki Basuki. Berdua mereka tertawa kesenangan, usai bercanda lepas seperti anak kecil.

Catatan khusus: Mohon maaf atas absennya pemuatan serial novel ini kemarin,  Kamis (22/1) dan terlambatnya pengunggahan hari ini.

(Bersambung besok)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita bersambung ini dimuat setiap hari di laman penulis http://kompasiana.com/bhayu

Untuk membaca kisah seluruh bagian yang lain, dapat mengklik tautan yang ada dalam daftar di:

Ada AsaDalamCinta (Sinopsis&TautanKisahLengkap)

———————————————————————

Foto: AntonoPurnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu MH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun