Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 48

12 Januari 2015   02:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:20 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14174301761325464123

Kisah sebelumnya: (Bagian 47)

(Bagian 48)

Lamat-lamat, di radio mengalun deretan lagu terfavorit 2014. Duduk di puncak tangga menurut penyiarnya adalah lagu “Rather Be” dari Clean Bandit featuring Jess Glynne. Lalu disusul “Happy” dari Pharrel Williams dan di peringkat ketiga “All of Me” dari John Legend. Ketiga lagu itu diperdengarkan secara medley dengan urutan peringkat terbalik: 3-2-1.

Walau sederetan lagu-lagu keren menghiasi ruangan mobilnya, Borne dan Cinta merasa tidak nyaman. Kejadian tak terduga di restoran tadi membuat segalanya berubah. Karena Borne tidak membawa mobil, Cinta menawarinya untuk nebeng, dan diterima Borne dengan senang hati. Borne sendiri langsung mencoba menelepon Carmen, tetapi tidak diangkat. Ia mengirimkan SMS meminta waktu bicara, juga belum berbalas.

Tanpa diketahui Borne, Cinta pun melakukan hal yang sama. Cinta sempat permisi ke toilet. Borne tidak tahu kalau Cinta sempat menelepon Carmen setelah menelepon Rangga. Tetapi bedanya, Carmen mau mengangkat, hanya untuk mengucapkan sederetan kalimat yang membuat Cinta kebingungan.

Sepanjang perjalanan menuju kantor Borne, mereka banyak berdiam diri. Begitu Borne sudah diturunkan di kantornya dan Cinta pun sudah sampai di kantornya sendiri, barulah Cinta mengirim SMS yang dibaca Borne di ruangannya.

-Borne, kayaknya kita musti clearin masalah Carmen ini ASAP deh-

Borne yang baru saja duduk di kursinya pun membalas dengan singkat.

-Boleh gue telepon 5-10 menit lagi? Gue kudu nyelesain beberapa hal dulu-

Dan jawaban dari Cinta pun singkat saja.

-OK. Gue tunggu-

Borne pun membereskan dulu tasnya. Memeriksa beberapa pekerjaan dan mengontak beberapa teman kantornya untuk berkoordinasi. Barulah setelah itu ia menekan nomor telepon Cinta dan setelah beberapa kali dering, telepon pun diangkat.

“Ta, kok perasaan gue jadi gak enak gini ya?” Borne langsung berkata tanpa kalimat pembuka. Itu karena ia sudah merasa akrab dengan Cinta.

“Iya… sama… Gue bingung kok Carmen jadi kayak gitu…,” tanggap Cinta.

“Gue tadi telepon dia nggak diangkat, SMS juga gak dibales,” Borne memberikan informasi.

Cinta terdiam sesaat, lalu dengan suara seperti menggumam, ia berkata, “Mmmm… gue tadi udah sempat ngomong sama Carmen. Gue telepon dia pas di toilet.”

“Oh ya? Ngomong apa dia?” tanya Borne.

“Itulah… gue bingung… Kok dia jadi gitu ya?” Cinta menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Tetapi tentu saja Borne tak bisa melihatnya, lalu melanjutkan kalimatnya, “Dia bilang gue… gak setia kawan gitulah… Aneh…”

Borne mencoba mencerna kalimat Cinta. Ia pun mencoba memberikan dugaan, “Mmmm… Cinta… gue boleh ngomong sesuatu?”

“Ya ngomong aja, emang dari tadi kita ngapain?” tanggap Cinta.

“Tapi… please… jangan marah sama gue ya…,” pinta Borne.

“Marah? Sama lu? Aduh, nambah masalah gue aja. Ini aja gue lagi bingung… Udahlah… ngomong aja…,” ujar Cinta dengan nada setengah kesal.

“Sori… sori… banget…. Gue bukan ke-ge-er-an atau apa… Tapi tadi Carmen bilang lu nggak setia kawan kan?” tanya Borne memastikan.

“Ya, emang. Terus kenapa?” jawab Cinta cepat.

“Nggg… kayaknya…Sori nih… sori… jangan marah ya…,”Borne mengulangi lagi permintaannya, yang malah membuat Cinta gemas, “Iya, aduh. Kalo lu begini malah gue marah! Cepetan ngomong!”

“Mmmm… kayaknya… dia ngerasa… lu ngerebut gue….,” ujar Borne ragu-ragu.

“What?!” Cinta setengah berteriak.

“Eh, eh. Cinta… kan udah dibilang jangan marah…, please…,” ratap Borne seperti merajuk.

Cinta menghela nafas. Ia mengambil jeda beberapa saat sebelum menjawab, “Jadi, Carmen naksir lu ya?”

“Yaa… nggak tahu. Itu kan dugaan gue aja,” jawab Borne.

Cinta menggigit bibirnya, lalu bertanya tangkas, “Menurut lu gitu? Jadi, gue dianggep ngerebut lu dari dia?”

“Mungkin…. Gak tau juga…,” Borne ragu-ragu.

“Ini konyol. Konyol banget! Masa’ gue rebutan cowok sama sohib gue sendiri? Mana cowoknya lu lagi!” Cinta ngedumel.

“Eh, sori. Emang kenapa gitu kalo cowoknya gue?” ujar Borne, tidak tersinggung, tapi bingung.

“Yaaa… lu doang gitu. Antonio Banderas kek, atau minimal Nicholas Saputra lah… Ini elu… temen SMA… aduh!” kata Cinta sambil menepuk dahinya.

Borne pun nginyem, ia pun berkata dengan salah-tingkah, “Yaaa… maap… Abis emang adanya gue, mau gimana lagi kan?”

“Adanya lu? Enak aja. Gue tuh banyak yang naksir, tauk! Ada Mas… eh, lu gak perlu tahu kali ya?” Cinta menyadari kesalahannya, untung ia batal menyebutkan nama.

“Eh, iya deeehh… yang ditaksir banyak cowok… Dari dulu emang saingan gue banyak ya? Sekarang nggak cuma Rangga, malah tambah banyak…,” Borne malah meledek Cinta.

“Eh, elu tuh ya… Fokus, fokus… Sekarang gimana cara kita nyelesain masalah Carmen ini?” tanya Cinta.

“Yaaa… gak tau. Lu kan yang sohibnya? Gue coba telepon sama SMS gak direspon tuh…,” Borne menjawab bernada cuek.

Cinta berpikir beberapa saat, lalu ia mengajukan pertanyaan yang menohok Borne langsung, “Eh, gini deh. Lu jujur aja. Kalo emang disuruh milih, lu milih gue apa Carmen?”

Borne terkejut mendapatkan pertanyaan itu. Ia tidak siap dihadapkan pada situasi “hidup-mati” seperti itu. Maka ia mencoba mengulur waktu, “Cinta, aduuh. Kok jadi tanya gitu sih?”

“Ya. Jawab aja. Gue apa Carmen? Atau… masih mau balik sama Caroline?” tantang Cinta.

Cepat Borne menjawab, “Wah, kalo yang terakhir jelas nggak deh!”

“So, gue atau Carmen?” desak Cinta lagi.

“Mmm…. Gue belum tahu. Gue juga bingung…,” Borne masih tak mau menjawab.

“Eh, jawab aja, ayo!” Cinta makin tak sabar.

Borne mendapatkan akal, ia malah bertanya balik, “Lu sendiri, gue apa Rangga? Atau ada yang lain?”

Cinta balik terkejut, ia tak menyangka Borne akan meng-kick balik. Tapi ia tetap berusaha menguasai diri, “Eh, udah deh. Jangan ngeles. Lu kok malah balik tanya? Lu pilih siapa, gue atau Carmen?”

Borne mulai kesal. “Gue belum tahu Cinta… Gue belum tahu! Kita kan baru ketemu lagi!”

Cinta berpikir cepat, “OK. Kalau gue bilang gini. Gue mau sama lu, lu mau sama gue nggak?”

Nah lho! Borne makin terkejut dengan perkembangan situasi yang tak diduganya itu. Ia terdiam, membuat Cinta kembali bertanya, “He! Lu cowok kan? Ini gue udah mau sama lu, lu mau gue atau Carmen? Atau gak mau semua?”

Borne merasa terdesak, berupaya mengulur waktu, “Cinta… boleh nggak jangan sekarang jawabnya, kita cari waktu lagi…”

“Gak bisa! Sekarang! Gue butuh jawaban, sekarang! Ayo!” Cinta makin mendesak. “Gue, atau Carmen?”

“Adduuuhhh…,” Borne bingung. Ia benar-benar heran kenapa Selasa siang ini malah jadi aneh. Tapi dengan menghela nafas panjang, Borne pun memutuskan menjawab, “Lu. Gue pilih lu!”

“Yakin lu?” tanya Cinta.

“Yaa… abis gimana lagi? Gue bingung. Gue baru mau pe-de-ka-te sama Carmen, sedangkan elu kan gue udah beberapa kali ketemu….,” jelas Borne.

“Jadi, kalau ternyata Carmen mau sama lu juga, lu juga mau, gitu?” tanya Cinta yang makin membuat Borne bingung.

“Yaaa… kalau udah sama elu, ya nggak sama dia kaliii…,” elak Borne.

“Kalo gue gak mau sama lu, lu mau sama Carmen?” tanya Cinta.

“Adduuuh… Ini kok gak abis-abis ya? Ya kalo lu gak sama gue, masak gue gak boleh sama yang lain?” jawaban Borne pun diplomatis, berputar-putar.

“OK. Fine. Jadi, kita jadian?” tantang Cinta.

“Ha? Kita jadian? Gini aja? Di telepon?” tanya Borne heran.

“Ya. Mau lu gimana emangnya?” tanya Cinta.

“Nggg…. Ya… mau gue, agak romantis dikit lah… Gue mau nembak lu di candle light dinner gitu lah…,” ujar Borne menjelaskan.

“So sweet…,” ujar Cinta dengan lembut, tapi segera disusul kalimat tegas, “Tapi itu bisa nanti. Yang penting, jelas dulu, kalo lu sama gue sekarang. Jadi gue bisa jelasin ke Carmen gimana-gimananya. Deal?”

Borne pun bingung dengan acara “jadian” yang aneh itu. Tapi ia tak bisa lain selain menjawab, “OK. Deal.”

“Good. Jadi kita pacaran, mulai sekarang. Biar gue yang ngomong ke Carmen. Lu diem aja. Ngerti?” Cinta memberi pengarahan.

“Baik Bu Guru. Saya mengerti,” Borne mencoba bergurau.

Cinta malah gusar, “Eh, nggak bercanda ya Pak. Kita udah tua. Gue gak mau main-main lagi. Lu yakin mau jadi pacar gue?”

Borne menghela nafas, lalu mengucapkan kalimat do’a dalam hati dan menjawab mantap, “Yakin.”

“OK. Masalah kita selesai. Gue coba ngomong ke Carmen. Lu… sekali lagi, jangan ikut campur. OK?” Cinta memerintahkan dengan tegas.

“Baik sayang…,” jawab Borne.

“Oh ya, gak ada sayang-sayangan. Kita bukan anak SMA lagi,” pinta Cinta lagi.

“Terus gimana?” Borne makin bingung dengan percakapan aneh itu.

“Ya… biasa aja. Lu Borne, gue Cinta. That’s it!” ujar Cinta tegas.

“Siap! Laksanakan!” Borne pun menyambut seperti prajurit, tentu dengan maksud bercanda. Tetapi Cinta tak mempedulikan.

“Ya udah. Gue tutup teleponnya, nanti gue kabarin kalo ada perkembangan. Bye!” Cinta memutus telepon, membiarkan Borne yang termangu. Ia menghenyakkan tubuhnya ke kursi kerjanya.

“Udah, gitu doang? Dua belas tahun lalu gue ditolak abis-abisan. Sekarang ketemu baru empat hari lalu terus jadian gitu aja? Aneh!” pikir Borne. Tapi mau tak mau ia tersenyum juga. “Akhirnya, ada juga wanita yang bisa mengisi hari-hari gue,” Borne mengatupkan kedua tangannya ke belakang kepala dan memandang ke langit-langit. Membayangkan kegiatan apa saja yang bisa dilakukannya bersama Cinta kelak…

(Bersambung besok)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita bersambung ini dimuat setiap hari di laman penulis http://kompasiana.com/bhayu

Untuk membaca kisah seluruh bagian yang lain, dapat mengklik tautan yang ada dalam daftar di:

Ada Asa Dalam Cinta (Sinopsis & Tautan KisahLengkap)

———————————————————————

Foto: AntonoPurnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu MH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun