Prioritas terpenting adalah ketahanan pangan. Agar Indonesia bisa swasembada pangan, maka sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, serta industri pengolahannya harus dikembangkan. Inisiatif Presiden Joko Widodo yang mengurangi ekspor bahan mentah dan bahan baku, harus terus dilanjutkan dan dikembangkan.
Program "hilirisasi" ini harus berlaku di semua sektor. Termasuk juga energi dan sumber daya mineral, serta industri dan perdagangan barang dan jasa lainnya. Rakyat kita yang besar tidak boleh lagi hanya sekedar menjadi pasar. Negara kita harus menjadi negara produsen, dalam tahapan menjadi negara maju yang seimbang industri dan kelestarian alamnya.
Alam kita yang indah dan kaya raya tidak boleh rusak. Pembangunan tidak seharusnya mengorbankan kelestarian lingkungan seperti terjadi di beberapa tempat beberapa kali. Manusia tidak hanya hidup sendiri di alam, melainkan berdampingan dengan hewan, tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya termasuk biota yang mikroskopik. Adalah tugas kita sebagai "khalifatullah"Â untuk menjaga dan melestarikannya.
Manusia Indonesia harus maju. Tingkat literasi harus dinaikkan. Pendidikan menjadi kunci, namun bukan hanya pendidikan formal. Lebih penting lagi adalah "sekolah kehidupan", rakyat diberikan bekal ketrampilan yang cukup untuk hidup.
Demikian pula produk manusia seperti budaya yang kerap diabaikan, harus ikut dilestarikan. Adat dan seni harus menjadi perhatian. Kita adalah salah satu bangsa dengan budaya terkaya. Termasuk juga bahasa daerah yang ratusan jumlahnya. Semua itu seharusnya bukan sekedar menjadi sajian di acara seremonial belaka, tapi juga diwariskan kepada anak-cucu kita.
Kesejahteraan secara menyeluruh juga seharusnya ditingkatkan. Memudahkan dan memurahkan perizinan adalah salah satu caranya. Dengan begitu, masyarakat bisa membuat usaha sendiri tanpa harus berebut menjadi pegawai. Majunya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan menopang perekonomian nasional secara makro.
Kesehatan tentunya juga menjadi prioritas. Tidak sekedar memperbesar jumlah tenaga kesehatan saja, tapi juga fasilitas kesehatan. Program Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) yang sudah cukup baik harus diperbesar dan diperluas. Pendanaannya harus dicarikan solusinya agar tidak tambal-sulam. Rakyat di berbagai pelosok negara kita yang luas sangat membutuhkan pelayanan kesehatan yang prima.
Kekuatan Indonesia di dunia internasional juga harus lebih diperhitungkan. Salah satu jalannya adalah memperkuat pertahanan dan keamanan kita. Dengan memiliki tentara dan polisi yang dilengkapi peralatan dan perlengkapan memadai, kita tidak akan mudah digertak dan ditakut-takuti. Industri dalam negeri bisa menjadi tumpuan, bahkan menjadi tambahan pemasukan. Mafia dan broker sudah seharusnya diberantas.
Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo harus dituntaskan pembangunannya. Sehingga pada 17 Agustus 2024 kita sudah bisa merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan di Istana Presiden yang baru. Karena dengan IKN ini, Indonesia akan menjadi negara yang pembangunannya lebih merata ke seluruh wilayah, tidak "Jawa sentris". Ini secara langsung akan membuat rakyat makin makmur dan negara makin maju. Karena itulah tujuan pendirian setiap negara.
Ingat Korban Orde Baru
Meski kemajuan negara menjadi perhatian, sebagai mantan aktivis "Reformasi 1998" yang sama sekali tidak ikut bergabung di organisasi "Eksponen '98" mana pun, saya juga berharap Bapak memberikan klarifikasi terkait hal-hal di sekitar peristiwa tersebut. Termasuk tentunya menuntaskan kasus "orang hilang" dan "dark number" lainnya terkait politik kekuasaan saat itu. Saya tahu, Fadli Zon sebagai orang kepercayaan Bapak pernah menulis buku "Politik Huru-Hara Mei 1998". (Jakarta: LP3ES, 2004), yang isinya sedikit banyak membantu menjelaskan peran Bapak saat itu. Namun, akan lebih elok apabila Bapak sendiri yang benar-benar menuntaskan "masa kelam sejarah bangsa" tersebut.