Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Film Bulan Terbelah di Langit Amerika: Harapan Terbeban Pesan

19 Desember 2015   14:44 Diperbarui: 20 Desember 2015   09:47 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penggambaran karakter paling lemah justru di Brown. Karena terbiasa menyaksikan film-film Hollywood, maka penggambaran seorang milyarder di benak minimal seperti Jordan Belfort di film The Wolf of Wall Street (2013). Sementara Brown di film ini terlihat sederhana sekali. Baik dari pakaian maupun asesoris yang dikenakannya, apalagi penampakan mobilnya yang cuma sepintas saja. Rumah dan kantornya pun tak terlihat mewah. Sebagai perbandingan, meski cuma ditampilkan selintas, kantor Christian Grey di Fifty Shades of Grey (2015) terlihat sekali mewahnya bukan?

Karakterisasi tampaknya jadi problem di film ini. Mungkin mengangkat karakter dari novel agak sulit ke layar perak. Karakter Abe dan istrinya Azima juga lemah. Sempat terdengar dialog mereka berdua diucapkan dalam bahasa Indonesia. Apalagi Azima kemudian juga berbahasa Indonesia dengan Hanum. Tetapi, sebenarnya mereka itu berkebangsaan apa? Karena justru digambarkan Julia Collins-lah yang muallaf ketika akan menikah dengan Abe. Meski Rianti Cartwright memang berdarah Inggris, tetapi penonton Indonesia jelas bingung. Kalau memang karakternya "bule", lebih baik memakai artis asing bukan? Padahal, anaknya yaitu Sarah diperankan oleh artis asli Amerika sendiri.

Judul film ini yaitu "bulan terbelah" yang berasal dari sebuah hadits mengenai mukjizat Rasulullah SAW yang "membelah bulan" saat ditantang kaum kafir Quraisy untuk membuktikan dirinya benar utusan Tuhan juga tak tergambar sama sekali di filmnya. Hanya ada satu adegan saat Hanum untuk sementara tinggal di rumah Azima dan keluar di teras rumahnya memandang bulan. Tapi sama sekali tak ada dialog tentang mukjizat yang dipercaya terbesar kedua setelah Al-Qur'an itu. Beberapa harapan saya akan mendapatkan penggambaran dari buku juga tidak terwujud. Salah satunya justru yang dituliskan di sampul belakang novelnya yaitu relief patung Nabi Muhammad SAW di lobby gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat (United States Supreme Court). Bisa jadi pihak pembuat film menghindari kontroversi karena adanya anggapan di sebagian masyarakat bahwasanya figur Sang Kekasih Tuhan itu haram digambarkan.

Selain itu, secara keseluruhan film ini masih menarik untuk disaksikan. Cukup memberikan pencerahan terutama bagi penonton awam. Walau tentu saja kualitasnya masih sangat jauh dari film-film Michael Moore yang jelas "mengguncang dunia" karena mengungkapkan "Teori Konspirasi" di balik peristiwa 11 September 2001. Cukup bagus bagi keluarga, terutama penonton cerdas yang mencari film bernas. Film yang tidak sekedar mengajak tertawa atau mengumbar tangis, tetapi mengelaborasi nurani dan pikiran. Walau lebih terasa bak harapan terbeban pesan.

 

*) Penulis adalah pemilik situs http://resensi-film.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun