Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rumput Tetangga Lebih Hijau

12 Januari 2015   06:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:20 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420993421776421621

[caption id="attachment_390210" align="aligncenter" width="259" caption="Ilustrasi: Berbincang di pagar halaman dengan tetangga (Sumber: cluelessfarmer.wordpress.com)"][/caption]

Aktif kembali di Kompasiana setelah sebelumnya hanya sekali-sekali saja mengunggah posting, membuat saya terkejut. Kenapa? Karena banyak sekali mereka yang sudah jauh lebih unggul daripada saya. Karena ini prestasi, maka tidak apa saya “iri”, malah harus. Saya terkejut ada yang sudah mengunggah ratusan artikel dengan ribuan komentar. Luar biasa produktivitasnya.

Maka, sebagai salah satu bentuk resolusi saya di 2015, selain di blog harian saya http://lifeschool.wordpress.com, saya juga akan menulis setiap hari di Kompasiana. Walau sebenarnya ini sudah dimulai sejak akhir 2014 ketika setiap hari saya mengunggah novel “Ada Asa Dalam Cinta” (AADC) sebagai cerita bersambung.

Saya malu. Saya merasa hebat. Saya merasa jago. Ternyata di Kompasiana, banyak yang lebih hebat dan lebih jago. Dan saya terjebak pada sindrom “merasa unggul” sehingga terlena dan tidak menjaga keunggulan hingga tersalip lawan.

Maaf, Anda boleh tidak sependapat, tetapi saya menganggap hidup adalah kompetisi. Oleh karena itu, kita harus selalu berada di depan. Saya pribadi menganggap kompetisi ini adalah bertanding melawan diri sendiri. Saya di 2015, harus lebih baik daripada saya di 2014.

Kalau pun melihat orang lain, itu semata sebagai benchmark atau tolok-ukur belaka. Kita bisa mencontoh apa yang baik, meneladani caranya, hingga kita sendiri bisa menjadi lebih baik.

Bila kita melihat rumput tetangga lebih hijau, wajar saja. Tetapi kita tidak boleh lantas merusaknya dengan melempari kotoran misalnya. Apa yang harus kita lakukan adalah memperbaiki kualitas perawatan rumput kita sendiri. Sehingga apabila kita melihatnya, akan indah dipandang mata. Minimal sama bagusnya dengan rumput tetangga. Syukur tentu harus kita panjatkan kepada Tuhan apabila ternyata orang lain juga melihat begitu.

Akan lebih baik lagi bila kita bisa berkomunikasi dengan tetangga, menanyakan bagaimana caranya rumput di kebunnya tampak hijau. Mungkin ia memiliki cara yang kita sendiri belum tahu.

Maka, hijaunya rumput tetangga itu harus dijadikan cambuk bagi diri kita sendiri. Bahwa ternyata, selama ini kita sendirilah yang membiarkan rumput kita menguning, layu, dan mati. Ayo, sirami!

* Penulis adalah LifeCoach

(http://facebook.com/bhayu.thelifecoach)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun