Mohon tunggu...
Bhayu Sulistiawan
Bhayu Sulistiawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPI Mentari Indonesia - Bekasi

BHAYU SULISTIAWAN, sebagian kawan dan rekan memanggil dengan sebutan Babay, sebagian murid ada yang menyapa dengan pakbay. Guru agama yang "demen" IT, gemar nyari pengalaman, ilmu dan wawasan. Pendidik sekolah Islam di kawasan Kota dan Kabupaten Bekasi. "Orang yang selalu belajar akan menjadi pemilik masa depan, orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu"\r\nhttp://abuabbad.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

“Guru Juga Manusia” (Cindera Hati Hari Guru 2012)

26 November 2012   03:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:40 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13539002411680465715

Senang sekali rasanya ketika bisa kembali memperoleh pencerahan, motivasi, dan inspirasi dari orang-orang yang mampu memberikan suatu karya terlebih untuk di dunia pendidikan. Seperti pada Minggu, 25/11/2012 dalam rangka Hari Guru 2013 atas inisiatif Omjay (Wijaya Kusumah, M.Pd) mengadakan pelatihan guru menulis. Namun bukan hanya itu, pelatihan tersebut juga dibarengi dengan launching buku “Guru Juga Manusia” karya pak Ukim Komarudin, M.Pd (Kepala SMP Labschool Kebayoran) yang juga pernah berpartner dengan Omjay saat di Labschool Rawamangun Jakarta. Buku tersebut sudah terbit sejak Oktober 2012, namun Omjay meminta pak Ukim untuk meluncurkan bukunya juga di hari guru untuk Ikatan Guru Indonesia (IGI).

Pelatihan ini didukung juga oleh Acer yang menyediakan doorprize satu buah laptop untuk pemenang lomba ngeblog. Narasumbernya pun merupakan para pemenang Acer Guraru Award, diantaranya pak Agus Sampurno @gurukreatif (pemenang tahun 2011), Omjay (pemenang kedua tahun 2011), dan pak Dedi Dwitagama, M.Si (pemenang tahun 2012). Bagi saya mengikuti seminar/workshop/training pak Agus, Omjay, dan pak Dedi tidak ada bosannya meskipun sudah beberapa kali, karena selalu ada hal baru dan semangat baru yang ditularkan kepada para guru. Namun untuk pak Ukim saya baru kali ini mengikuti materinya dan langsung terperangah dengan gayanya yang punya kekhasan juga dengan guyonan-guyonannya yang ringan namun bermakna. Pak Agus menyampaikan tentang motivasi menulis di blog, pak Dedi tentang writing creative, Omjay tentang tips menulis dan praktek menulis cepat, kemudian pak Ukim tentang proses kreatif kepenulisan.

Pada acara ini juga saya mendapatkan kesempatan dari Omjay selaku penggagas acara untuk berkecimpung di kepanitiaan. Suatu kesempatan dan kepercayaan yang berharga dan saya pun langsung meng-iya-kan. Itulah sebabnya ketika materi pak Agus dan pak Dedi saya tidak menyerap semua karena harus menyiapkan perlengkapan dan wara-wiri keluar masuk ruangan. Untunglah saya masih bisa berbincang di luar ruangan saat selesai. Namun untuk pak Ukim saya stand by di ruangan untuk mendengarkan, menyerap semua pengalaman dan sharing yang dia sampaikan. Masing-masing mereka punya kekhasan tesendiri dalam menyampaikan materi. Pak Ukim mengawalinya dengan kisah pertamanya menulis yaitu dimulai saat ospek ketika menjadi mahasiswa IKIP (sekarang UNJ) jurusan Bahasa Indonesia.

Pengalaman tersebut menjadi pengalaman menyakitkan karena prestise kuliah di UNJ rendah ditambah lagi jurusannya juga rendah. Namun dengan demikian pak Ukim yang juga sempat ikut teater justeru menuangkan kegelisahannya dalam tulisan. Dimulai dari menulis untuk bulletin kampus, Koran, majalah, hingga akhirnya membuat buku. Dengan semangat memberikan motivasi kepada para peserta pak Ukim pun berkata, “siapa ingin mengetahui dunia, perbanyaklah membaca, siapa ingin dunia mengetahuinya, perbanyaklah menulis”. Buku kelimanya yang berjudul “Guru Juga Manusia” berangkat dari segala keterbatasan atas nama manusia. Namun menurutnya, kata manusia jangan dijadikan bahan terus menerus untuk menyelamatkan diri dari berbuat salah atau kekhilafan. Justeru karena kita manusialah, kita harus menjadi guru yang baik, ucapnya dengan intonasi yang berirama layaknya sedang pentas teater. Kegelisahan dari kisah-kisah yang dijumpainya di lapangan itulah kemudian dikumpulkan dan menjadi satu buah buku yang ringan namun penuh makna untuk kita jadikan sebagai inspirasi dalam menjalani profesi sebagai guru.

Di sela-sela persentasinya pak Ukim pun berkata bahwa tidak apa-apa kita galau, Cuma jangan terus menerus. Hidup kan harus berirama, jadi galau kemudian bahagia, galau lagi bahagia lagi… sambil mengutip lirik lagu Ebiet G. Ade yang berbunyi, “Kupelihara kegelisahan untuk mengasah ketajaman rasa, kepekaan jiwa”. Saya pun terhenyak dan seketika langsung searching bagaimana lengkapnya lagu itu yang memang sangat menggugah jiwa. Ternyata judul lagunya “Apakah Mungkin”.

[caption id="attachment_218296" align="aligncenter" width="300" caption="bersama pak Ukim, menanda tangani bukunya yang saya beli"][/caption]

Terima kasih pak Ukim atas pelajaran, pengalaman, motivasi dan referensi lagunya. Juga buat pak Agus dan pak Dedi, 2 fakta yang saya dapati dari keduanya bahwa mereka saudara kandung (kakak-adik) dan pak Agus ternyata lulusan ISI Jogja. Buat Omjay terima kasih atas kesempatannya bisa membantu menyiapkan acara ini dan terima kasih juga tasnya yang bagus. Buat semua kru; mas Yulef, mas Mizwar, bu Dahlia, bu Mugi, bu Juli, bu Susi, dan yang lainnya…

Selamat Hari Guru…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun