Oleh : Bhaskoro Yunanto ( MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG )
Dosen  : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.
DAPAT TERJERAT PIDANAKAH ANAK YANG MELAKUKAN PENCABULAN
Ada anak laki-laki serta wanita masih di bawah 18 tahun melakukan korelasi suami istri. Perbuatan dilakukan sebab si laki-laki merayu si perempuan , keduanya melakukannya secara senang sama senang. namun, ada orang lain yang melaporkan peristiwa ini.
Pertanyaan;
- Kasus ini pada kategori masalah pelecehan atau pencabulan?
- Ancaman dari perbuatan tersebut pada pasal berapa?
Perbuatan Cabul Terhadap Anak
Sebelumnya, kami sampaikan bahwa ke 2 laki-laki serta perempuan tersebut masih digolongkan menjadi anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 perihal perlindungan Anak ("UU proteksi Anak") sebagaimana yang sudah diubah oleh Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 perihal Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang proteksi Anak("UU 35/2014") dan diubah ke 2 kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 wacana Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 wacana perlindungan Anak ("Perpu 1/2016") sebagaimana yg sudah ditetapkan sebagai undang-undang menggunakan Undang-Undang angka 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 perihal Perubahan kedua Atas Undang-Undang angka 23 Tahun 2002 perihal perlindungan Anak sebagai Undang-Undang ("UU 17/2016"). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih pada kandungan.
Sebagaimana pernah dijelaskan pada artikel yang berjudul Jerat Hukum dan Pembuktian Pelecehan Seksual, Ratna Batara Munti dalam artikel berjudul "Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas"menyatakan diantaranya pada pada kitab Undang-Undang aturan Pidana tidak dikenal istilah pelecehan seksual. kitab undang-undang hukum pidana, menurutnya, hanya mengenal kata perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 hingga dengan Pasal 296 KUHP. Mengutip kitab "KUHP serta Komentar-komentarnya" karya R. Soesilo (hal. 212), Ratna menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul dijelaskan menjadi perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, serta semuanya pada lingkungan nafsu berahi kelamin. contohnya, cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, serta sebagainya; termasuk jua persetubuhan namun pada undang-undang disebutkan sendiri.
Menurut Ratna, pada pengertian itu berarti, segala perbuatan bila itu sudah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, bisa dimasukkan sebagai perbuatan cabul. Sementara itu, kata pemerkosaan mengacu pada sexual harassment diartikan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David Gallen, 1992) atau secara aturan didefinisikan sebagai "imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments".
Bila memang perbuatan yg dilakukan oleh anak laki-laki serta perempuan itu berupa perbuatan cabul yg diawali menggunakan rayuan terlebih dahulu, maka perbuatan tadi melanggar Pasal 76E UU 35/2014 yg menyatakan:
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.