"Es tehmu sek wakeh ta? Masih? Yo kono didol goblok"
"Es teh kamu masih banyak enggak? Masih? Ya sana dijual goblok"
      Begitulah kalimat yang terucap dari mulut Gus Miftah pada hari Rabu, 4 Desember 2024 dalam kegiatan dakwah rutinnya di Pondok Pesantren Aji Sleman, Kota Magelang, Jawa Tengah. Kejadian tersebut berlangsung saat penjual es teh, Bapak Sunhaji, mendatangi panggung Gus Miftah dengan membawa baki berisikan es teh. Sesaat setelah hal tersebut, Gus Miftah seketika meledek dan menghina Sunhaji karena dianggap hanyalah seorang penjual es teh.
      Kejadian tersebut akhirnya menjadi viral sesaat setelah tersebarnya video dari hinaan Gus Miftah. Kontroversi yang hanya disebabkan oleh gurauan kecil itu kini telah menyebar menjadi sebuah isu dekadensi moral yang sangat fatal dan sangat memprihatinkan. Tak hanya itu, Gus Miftah yang pada saat itu telah dilantik sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan pada 22 Oktober 2024 silam memunculkan banyak sekali perspektif dan isu yang mengarah pada kekuatan iman dan islam dalam Gus Miftah.
      Dekadensi moral khususnya dalam publik figur dan pemuka agama tentunya merupakan suatu ketidaksesuaian antar ilmu teori dan praktikal yang menyebabkan banyak sekali ketimpangan dan krisis identitas dari suatu jabatan seseorang. Sudah menjadi ciri khas warga Indonesia untuk selalu menjunjung tinggi adab dan etika terhadap orang lain. Sebagai warga Indonesia, adab juga menjadi salah satu cabang penerapan ilmu yang terdapat di sila ke-2 Pancasila yaitu "
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Bagaimana kita bisa menjadi warga negara Indonesia yang baik apabila kita belum dapat menjunjung dan menerapkan prinsip kemanusiaan dan beradab?
      Konflik Gus Miftah tidak hanya dapat dikaitkan dengan Pancasila, tetapi juga dengan Agama Islam itu sendiri. Sebagai seorang pemuka agama Islam (atau ulama), tentunya sudah menjadi kewajiban dan aturan tidak tertulis untuk menjadi seorang teladan yang selalu menerapkan ilmu-ilmu Islam Khususnya dalam Islam, Islam selalu mengajarkan betapa pentingnya adab dibandingkan ilmu itu sendiri. Banyak sekali dalil-dalil Qur'an dan Hadits yang menekankan pentingnya adab dibandingkan Ilmu. Pekerjaan, ilmu, dan rezeki yang dimiliki seseorang masih tidak akan bisa mengalahkan adab dari seorang muslim dan/atau manusia.
      Konflik dekadensi moral Gus Miftah tersebut tentunya memunculkan banyak sekali dampak dampak negatif. Tidak hanya menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap Gus Miftah sendiri, tetapi juga hal-hal lainnya seperti pencabutan jabatan Gus Miftah sendiri dan tindakan boikot yang telah ramai dilakukan oleh netizen Indonesia di berbagai platform media sosial. Terutama dengan berkembangnya dunia digital saat ini, dinamika isu dan komunikasi di media sosial dapat berkembang dengan sangat cepat dan sangat luas.
      Oleh karena itu, mari kita semua menjunjung tinggi adab dan etika kita terhadap orang lain. Ingat! Adab akan selalu berkedudukan lebih tinggi dibandingkan ilmu kita.
Ditulis oleh :
Bhakti Andaru Prasetio (151241093)
Mahasiswa Baru Universitas Airlangga 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H