Menjadi mahasiswa baru merupakan awal yang sangat dinantikan oleh siswa-siswi yang baru lulus. Apalagi diriku yang begitu merasa sangat deg-degan dan tidak sabar. Bagaimana tidak? yang dulu nya aku hanya mendengar cerita tentang lika-liku pengalaman kuliah dari orang-orang terdekatku, kini aku akan sampai di tahap itu.
Ketika diriku lulus sekolah menengah kejuruan di Kota Batam, aku berniat untuk bekerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan jenjang Perguruan Tinggi. Karena sudah ku targetkan pada saat sekolah, bahwa aku harus mempunyai pekerjaan agar aku mempunyai simpanan untuk membiayai awal kuliah ku nanti. Aku berasal dari keluarga yang alhamdulillah ekonominya berkecukupan, namun niatku untuk mencari pekerjaan dan membantu meringankan beban orang tua, sudah kuputuskan. Setelah beberapa bulan aku bekerja dan masa kontrak ku habis, akhirnya aku memutuskan untuk segera melanjutkan S1. Aku sudah membulatkan tekad dan niat ku untuk mengambil studi Sastra Indonesia. Aku sangat bersyukur, karena kedua orang tua ku mendukung apapun yang menjadi keinginan ku, termasuk mengambil studi Sastra Indonesia, yang terpenting aku harus rajin dan serius berkuliah.
Alasan ku ingin mendalami Sastra Indonesia, salah satunya karena sosok seorang Guru di SMK ku. Entah bagaimana Ibu Guru ku yang satu ini bisa menyihir ku hingga aku sangat penasaran untuk mengetahui lebih dalam seperti apasih Sastra Indonesia itu? yang katanya akan dipelajari di Perguruan Tinggi.
Ibu guru selaku pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut merupakan lulusan Sastra Indonesia dari salah satu universitas di Kota Padang. Selain memiliki wawasan yang luas, aku sangat kagum dengan teknik dan pengajarannya yang sangat bagus. Berkat kegigihan beliau, sekolah kami pernah masuk 10 besar nilai Bahasa Indonesia tertinggi se-Provinsi.
Tapi bukan hanya itu alasanku, sebenarnya aku juga sangat suka menganalisis suatu bahasa, dan aku juga terpukau dengan gaya bahasa serta penulisan para penulis buku yang terkenal di Indonesia, seperti salah satunya Tere Liye. Aku sangat menyukai novel karya Tere Liye, bukan hanya karena ceritanya yang bagus, namun penyajian penulisannya membuatku terkesan. Mungkin karena dua hal itulah yang membuat ketertarikanku pada dunia bahasa pun muncul.
Meskipun aku sudah yakin dengan pilihan ku mengambil jurusan Sastra Indonesia, namun aku masih belum memutuskan dimana aku akan memilih Perguruan Tingginya. Saat itu aku benar-benar bingung. Aku bingung memilih antara Perguruan Tinggi di Batam atau di Kupang. Sebenarnya kedua orang tua ku tidak begitu masalah dengan apapun keputusanku, mereka yakin keputusanku pasti terbaik buat diriku.
Suatu malam sebelum aku memutuskan akan berkuliah dimana, aku mencoba searching di google tentang kampus-kampus yang ada di Kupang, bukan tidak mencari tahu tentang kampus yang ada di Batam, namun sudah bertahun-tahun aku hidup merantau mengikuti orang tua ku sejak kecil, yang membuat ku sudah sangat cukup mengenal kampus-kampus yang ada di Batam. Searching pertama ku saat itu adalah, aku tertuju pada Universitas Nusa Cendana atau biasa disingkat dengan sebutan Undana. Aku yakin, pasti mahasiswa baru sepertiku saat ingin mencari tahu perguruan tinggi yang ada di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, sudah tentu google akan menampilkan Universitas Nusa Cendana dibagian teratas.
Kemudian aku baca-baca artikel tentang Universitas Nusa Cendana tersebut, dan juga ada beberapa Universitas lainnya yang ku baca profilnya. Tetapi semakin lama, aku semakin tertarik ingin tahu tentang budaya di NTT. Karena jujur, saat itu aku takut, bagaimana jika aku berkuliah di Kupang nantinya, mungkin ada yang tidak suka denganku atau mungkin ada yang tidak mau mendekatiku. Munculah pikiran yang tidak-tidak, menggangguku. Wajar saja aku berpikir begitu, karena walaupun aku lahir di kota kupang, Nusa Tenggara Timur, tetapi tetap saja, budaya, cara bicara, sikap, dan gaya ku tidak seperti orang asli NTT, karena seperti yang sudah ku katakan, bahwa sejak kecil aku dibesarkan di tanah para pencari kerja, yaitu Kota Batam.
Setelah itu, pikiran ku teralihkan. Aku berpikir dan berpendapat bagaimana jikalau aku berkuliah di Batam saja agar aku tidak jauh dari orang tua, tentu pasti menyenangkan. Dengan sifat ku yang sulit untuk memutuskan sesuatu, akhirnya aku menyadari akan sesuatu, aku mendapatkan jawaban yang cukup dewasa menurutku. Aku kembali pada tujuan ku dalam hidup ini.
Aku pun pada akhirnya memutuskan untuk berkuliah di Kupang. Bukan tanpa alasan, sebenarnya aku bukan hanya ingin mendalami ilmu saja, tetapi niat ku adalah bagaimana aku bisa mencari pengalaman dan pengetahuan baru tentang budaya di NTT, tentang lingkungannya, tentang orang-orang nya seperti apa, dan lainnya, semuanya. Lagian aku juga pasti akan mempunyai teman baru yang belum pernah kutemui sebelumnya, sehingga aku bisa belajar banyak dari mereka nantinya.
Saat keputusan ku untuk kuliah di Kupang sudah bulat. Aku memberitahu kepada kedua orang tua ku untuk memberi restu dan doa demi diriku yang berkuliah jauh terpisah dari mereka. Kulihat ada sedikit kesedihan di raut wajah orang tua ku, bukan karena tak rela diriku berkuliah di Kupang, namun jarak lah yang menjadi alasan utama dalam setiap perpisahan antara orang tua dan anak. Apapun itu orang tua ku tetap setuju meski harus merelakan perempuan satu-satunya jauh dari pandangan mereka.