Di Penghujung November ini, lagi-lagi langit menjatuhkan air Tuhan dengan sangat deras hingga tak segan tuk membasahi tubuh dan sanubariku. Membawaku kembali mengingat pada satu waktu di mana kedamaian dan keceriaan menjadi kawan baikku. Semakin lama dan semakin dalam air menyentuh kepalaku, mengingatkanku pada senyuman manismu yang mendorong jauh jiwaku dari jurang kehancuran.
Dari langit turun ke bumi, menyentuh tanah dengan sangat lembut. Kehadiranmu laksana cahaya matahari yang hadir di tengah badai, yang begitu kompleks untuk dipahami namun indah 'tuk dipandangi.
Mungkin dia adalah sosok yang kunanti-nanti, begitu ujar pikiranku mendeskripsikan cara kehadiranmu. Datang di saat lubang hati mulai terbuka lebar akibat penderitaan di masa lalu. Tetapi bagaimana jika bukan dia ?, pertanyaan yang selalu hadir ketika mata dan hati mulai menggilai seorang wanita.
Dapat bertemu dengan waktu, dimana saling menyayangi tanpa ikatan sudah cukup bagiku. Dibandingkan sekadar hubungan di depan publik namun bertolak belakang dengan rasa. Hingga pada akhirnya ku tahu pola, akan ada seseorang yang datang hanya menyapa juga memberi rasa, lalu ia menghilang dan pergi sesuka hati.
*******
Bogor, 25 November 2018
Â
B.Gustiadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H